45
Dari Tabel 27 dapat dilihat penerimaan atribut aroma Produk SawitA Penerimaan terhadap atribut aroma setelah 2 minggu konsumsi, ber
variasi dari “agak tidak suka” hingga “suka”. Sebagian besar responden ibu 89,06 dan sebagian besar responden anak 81,8β menyatakan “suka”
terhadap atribut aroma. Penerimaan terhadap atribut aroma setelah konsumsi 1 bulan dan 2 bulan menunjukkan penin
gkatan yaitu yang menyatakan “suka” meningkat menjadi 95,γ1 untuk responden ibu dan meningkat menjadi 100 untuk responden anak. Kemudian yang menyatakan
“agak suka” menurun menjadi 4,69 dan 0 berturut-turut untuk responden ibu dan anak. Secara umum penerimaan terhadap atribut aroma mengalami peningkatan seiring dengan penggunaan produk
yang semakin lama. Hal ini sejalan dengan Zakaria et al. 2011, dimana terjadi peningkatan penerimaan responden pada kategori “suka” pada konsumsi β minggu sebanyak 17β0 responden
88,52 meningkat menjadi 1825 responden 89,46 setelah mengkonsumsi 1 bulan. Konsumsi produk yang dilakukan berulang-ulang semakin membuat atribut aroma produk semakin diterima
responden. Hal ini dapat dilihat dari prosentase penolakan terhadap atribut aroma yang semakin berkurang dari 10,7 hingga menjadi 4 pada penerimaan setelah konsumsi 1 bulan dan 2 bulan.
Warna adalah atribut sensori yang pertama dilihat oleh konsumen. Warna harus menarik dan menyenangkan konsumen serta dapat mewakili cita rasa yang ditambahkan Buckle 1987. Warna
Produk SawitA adalah kuning kemerahan hingga jingga. Warna ini sebagian besar berasal dari komponen karotenoid yang tinggi pada MSMn. Dalam MSMn terkandung 500-700 ppm karotenoid
Choo et al. 1994.
Sebagaimana penerimaan terhadap atribut aroma, penerimaan terhadap atribut warna juga mengalami peningkatan Tabel 27. Setelah mengkonsumsi Produk SawitA 1-2 bulan, seluruh
responden ibu dan anak menyatakan suka terhadap atribut warna. Pada kegiatan sosialisasi, responden diajarkan cara penggunaan produk misalnya dapat diterapkan pada makanan apa saja dan
juga pentingnya komponen warna produk tersebut sehingga responden menjadi semakin percaya. Dengan demikian penggunaan Produk SawitA pada makanan responden menjadi lebih bervariasi
sehingga lama-kelamaan responden menjadi terbiasa dengan warna yang dihasilkan Produk SawitA. Responden tidak terganggu oleh atribut warna masakan yang menggunakan Produk SawitA MSM.
Responden beranggapan bahwa warna masakan menjadi lebih menarik dan dapat menghemat bumbu seperti kunyit dan cabai. Menurut Zakaria et al. 2011 hanya terdapat 0,67 dari 2142 responden
setelah mengkonsumsi produk selama 2 minggu dan 0,15 dari 2142 responden setelah mengkonsumsi produk selama 1 bulan, menolak terhadap atribut warna.
Penerimaan atribut overall adalah penerimaan responden pada semua atribut yang melekat pada Produk SawitA. Penerimaan responden terhadap atribut overall setelah 2 minggu konsumsi
hingga setelah 2 bulan konsumsi menunjukkan 100 responden ibu dan anak menyatakan suka Tabel 27. Beberapa responden menyatakan bahwa meskipun ada sedikit gangguan pada aroma yang
ditimbulkan produk, namun ketika produk tersebut dimasak bersamaan dengan bahan makanan lain, aroma tersebut akan hilang atau tidak tercium lagi. Dengan demikian mereka merasa tidak terganggu,
sehingga ketika ditanyakan penerimaan produk secara overall
semua responden menjawab “suka”. Selain itu beberapa responden juga mengaku meskipun ada aroma tidak enak pada Produk SawitA, hal
tersebut tidak menjadi masalah karena mereka percaya produk tersebut sebagai sumber vitamin A dan sumber vitamin lain yang baik untuk kesehatan. Kesadaran responden tersebut tidak lepas dari hasil
sosialisasi yang dilakukan, dimana dalam sosialisasi tersebut responden juga diberi edukasi bahwa Produk SawitA memiliki aroma yang kurang sedap disebabkan kandungan vitamin yang tinggi.
Pengulangan konsumsi produk juga semakin membuat mereka terbiasa terhadap keberadaan Produk SawitA sehingga respon penerimaan overall juga baik.
b. Perilaku Mengkonsumsi Produk SawitA
Perilaku mengkonsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya pendapatan, pengetahuan gizi, keadaan kesehatan, ketersediaan makan dan kebiasaan makan. Kebiasaan makan
merupakan suatu pola yang berulang atau merupakan bagian rangkaian panjang kebiasaan hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi pangan. Kebiasaan makan adalah cara-
cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh psikologis, fisiologis, budaya dan sosial Harper, Deaton Driskel 1986.
46
Mengingat penilaian terhadap penerimaan produk dilakukan dengan cara HUTs yang berarti bahwa penerimaan yang didapat merupakan konsumsi produk dalam waktu yang lama dan dalam
kondisi konsumsi yang aktual, hasil penerimaan responden yang menunjukkan penerimaan yang baik, maka dapat diartikan bahwa penerimaan responden terhadap mengkonsumsi Produk SawitA akan
terkait erat dengan perilaku mengkonsumsi produk. Dalam penelitian ini, perilaku konsumsi Produk SawitA digambarkan ke dalam dua parameter
yaitu frekuensi makan Produk SawitA dalam seminggu, cara penggunaan produk, dan variasi makanan yang dibuat.
1. Frekuensi penggunaan produk
Frekuensi mengkonsumsi produk menggambarkan seberapa sering responden menggunakan Produk SawitA. Produk diharapkan akan digunakan setiap hari oleh responden dalam mengolah
makanannya, namun berdasarkan fakta di lapangan masih ada responden yang tidak mengkonsumsi Produk SawitA setiap hari. Adapun frekuensi konsumsi Produk SawitA dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Frekuensi konsumsi Produk SawitA n=75 Sebagian besar responden sudah menggunakan Produk SawitA setiap hari 62,7. Hal ini
menunjukkan bahwa penerimaan responden yang baik terhadap atribut produk berakibat pada perilaku konsumsi produk yang dilakukan setiap hari. Zakaria et al. 2011 juga menyebutkan konsumsi
Produk SawitA setiap hari dilakukan oleh 67 dari seluruh responden. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Ria 2011 dimana sebanyak 67 69 orang responden sudah mengkonsumsi Produk
SawitA setiap hari. Gambar 11 juga menjelaskan bahwa sebagian responden tidak mengkonsumsi produk setiap hari. Hal tersebut disebabkan oleh mereka tidak memasak setiap hari, yang dinyatakan
oleh 60,71 responden yang tidak mengkonsumsi Produk SawitA setiap hari. Alasan lain responden tidak mengkonsumsi Produk SawitA setiap dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Alasan responden tidak mengkonsumsi Produk SawitA setiap hari n=28 Alasan
Prosentase Tidak memasak
60,71 Jarang memasak
10,71 Lupa menggunakan
10,71 Kerja
3,57 Tidak menumis sayur
14,30 62,7
37,4
10 20
30 40
50 60
70
Konsumsi tiap hari Dalam seminggu pernah tidak konsumsi
P r
o se
n tas
e
Frekuensi konsumsi
47
2. Cara mengkonsumsi produk
Gambar 11 menggambarkan cara penggunaan Produk SawitA pada awal sosialisasi dua minggu setelah konsumsi. Sebagian besar responden 78,7 menggunakan Produk SawitA untuk
menumis. Penggunaan produk tersebut sesuai dengan edukasi yang dilakukan pada awal sosialisasi mengenai cara penggunaan produk. Kepada responden disampaikan bahwa Produk SawitA dapat
digunakan secara langsung ke dalam makanan misalnya dicampurkan langsung bersamaan dengan sambal, dikecrotkan ke dalam makanan seperti pencampuran produk ke dalam bahan makanan,
misalnya pencampuran ke dalam telur sebelum telur digoreng, atau digunakan untuk menumis berbagai bahan makanan seperti sayur. Setelah mengkonsumsi produk selama dua minggu, ternyata
responden lebih banyak menggunakan Produk SawitA sebagai bahan untuk menumis.
Gambar 11. Cara konsumsi Produk SawitA pada awal sosialisasi Konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pendapatan, pengetahuan gizi,
keadaan kesehatan, ketersediaan bahan pangan, dan kebiasaan makan. Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan, baik tunggal maupun beragam yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan tujuan dan waktu tertentu Hardinsyah Martianto 1992. Perilaku konsumsi pangan dapat dirumuskan sebagai cara-cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga, atau
masyarakat di dalam pemilihan makanan yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan tersebut Susanto 1997.
Cara mengkonsumsi Produk SawitA mengalami peningkatan variasi setelah produk dikonsumsi selama dua bulan. Variasi cara konsumsi Produk SawitA dijelaskan pada Tabel 30.
Setengah lebih responden menggunakan Produk SawitA untuk menumis sayur 84 dan menggoreng nasi 78,7. Cara lain yang dilakukan yaitu mencampur Produk SawitA dengan bumbu pepes ikan,
bumbu opor ayam dan masih banyak lainnya. Banyaknya variasi cara lain yang dilakukan responden dalam menggunakan produk, menunjukkan bahwa Produk SawitA cocok untuk berbagai olahan
masakan, Produk SawitA dapat memperluas fungsinya sebagai bahan tambahan makanan yang sehat. Peningkatan variasi penggunaan produk yang terjadi dapat dikatakan disebabkan oleh penerimaan
responden yang baik terhadap konsumsi Produk SawitA. 1,3
20 78,7
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Langsung Dikecrotkan
menumis
Ju m
la h
res p
o n
d e
n
Cara Konsumsi
48
Tabel 29. Cara mengkonsumsi Produk SawitA setelah sosialisasi 2 bulan n=75 Cara Konsumsi Produk
Jumlah Responden Langsung dimakan
1 1,3 Dikecrotkan ke makanan
18 24 Untuk menumis sayur
63 84 Untuk nasi goreng
59 78,7 Untuk nasi uduk
3 4 Untuk nasi kuning
3 4 Untuk campuran kue
11 14,7 Lainnya
37 49,7
C. KAPASITAS ANTIOKSIDAN RESPONDEN