19
c. Pada sistem pertahanan yang ketiga, bekerja dengan cara memperbaiki kerusakan dan
membangun membran yang telah rusak. Antioksidan yang masuk ke dalam kelompok ini adalah lipase, protease, DNA repair enzyme, dan transferase.
d. Pada sistem pertahanan terakhir keempat berupa proses adaptasi, dimana tubuh memproduksi
enzim antioksidan yang sesuai untuk ditransfer ke sisi tertentu pada waktu dan konsentrasi yang tepat.
b. Faktor yang Mempengaruhi Kerja Antioksidan
Noguchi dan Niki 1999 menyatakan faktor yang mempengaruhi kerja antioksidan adalah kelarutan dan lokasi, radikal antioksidan dan produk metabolit lain, interaksi dari berbagai antioksidan
serta bentuk senyawa kimia dan analognya. Letak radikal bebas dan lokasi antioksidan memiliki peranan penting. Sebagai contoh vitamin
C dan E memiliki reaktivitas yang hampir sama terhadap radikal oksigen, namun lokasi keduanya sangat berbeda. Vitamin C berada pada fase cair karena lebih bersifat hidrofilik, sementara vitamin E
bersifat lipofilik dan berada pada daerah seperti membran sel dan lipoprotein. Hal tersebut menyebabkan pada kondisi fase cair vitamin C lebih efektif menangkap radikal bebas dibandingkan
dengan vitamin E, begitupun sebaliknya pada kondisi lipofilik vitamin E lebih efektif. Efesiensi penangkapan radikal bebas juga tergantung dari serangan radikal. Misalnya radikal hidroksil bersifat
sangat reaktif untuk beberapa antioksidan. Vitamin C memiliki konstanta penangkapan terhadap radikal hidroksil yaitu 10
9
M
-1
s
-1
. Sementara radikal hidroksil bereaksi dengan biomolekul seperti protein, lemak dan gula dengan konstanta 10
8
M
-1
s
-1
. Akibatnya radikal hiroksil terlebih dahulu bereaksi dengan biomolekul tersebut sebelum vitamin C menangkapnya. Vitamin E lebih efektif
menangkap radikal peroksil, tetapi tidak untuk radikal alkoksil dan hidroksil. Suatu senyawa antioksidan ketika menangkap radikal, pada akhirnya juga menjadi radikal
antioksidan. Vitamin E ketika menangkap radikal peroksil akan menjadi radikal α-tokoperoksil.
Radikal ini mungkin menangkap radikal peroksil yang lain dengan cara berikatan, bereaksi dengan vitamin E lainnya membentuk dimer, atau direduksi oleh vitamin C atau ubiquinol untuk membentuk
kembali vitamin E, atau malah bereaksi dengan lipid atau lipid hidroperoksida untuk membentuk lipid atau lipid peroksil yang bisa menginisiasi reaksi baru. Radikal -karoten stabil karena resonansi,
tetapi ia bereaksi dengan oksigen untuk membentuk radikal peroksil yang tidak stabil dan melanjutkan tahap oksidasi. Oleh karena itu potensi -karoten baik pada kondisi rendah oksigen.
Faktor penting lain adalah interaksi sesama antioksidan. Interaksi ini dapat menghasilkan kerjasama dalam menghambat proses oksidasi. Misalnya antara vitamin E dan vitamin C serta vitamin
E dan ubiquinol. Bentuk senyawa kimia dan analognya juga penting, α-tokoferol memiliki bioaktivitas yang paling tinggi diantara grup vitamin E lainnya, α-tokotrienol lebih berpotensi sebagai antioksidan
dibandingkan dengan α-tokoferol.
c. Status Antioksidan pada Manusia