Hipotesis Social Capital in the Management of Forest Gardens (Dukuh) on Karang Intan Subdistrict, Banjar Regency, South Kalimantan Province

7 jaringan-jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi dalam suatu masyarakat melalui fasilitasi bagi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Lebih lanjut Putnam menjelaskan bahwa modal sosial senantiasa berada pada posisi utama dalam membangun dan terciptanya masyarakat sipil. Sebagai elemen penting yang terkandung dalam masyarakat sipil, modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas masyarakat. Bahkan, berdasarkan banyak pengalaman dalam kerja sosial, menurut Putnam bahwa apa yang dinamakan kerjasama sukarela kerja bakti, gotong-royong lebih mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial yang substansial dalam bentuk aturan-aturan, pertukaran timbal balik, dan jaringan-jaringan kesepakatan warga. Menurut Uphoff 2000 serta Serageldin dan Grootaert 2000, rumusan konsep modal sosial oleh Putnam tersebut kurang operasional. Uphoff 2000 menyatakan banyak definisi yang diberikan oleh para ahli masih membutuhkan validasi, sehingga perlu lebih fokus pada komponen-komponen, hubungan- hubungan dan hasil-hasil yang dapat dievaluasi dalam praktek pembangunan secara nyata. Modal sosial membutuhkan penekanan pada hal-hal seperti apa unsur-unsur yang menyusunnya, apa yang menghubungkan mereka, serta konsekuensi apa yang dapat dikaitkan dengan unsur-unsur dan interaksi tersebut. Uphoff 2000 juga menjelaskan bahwa, meskipun konsep modal sosial telah sedemikian luas diterima di kalangan komunitas professional pembangunan, akan tetapi, ia masih saja menjadi konsep yang sulit dipahami. Perhatiankeprihatinan terhadap konsep ini didorong oleh halmasalah yang sama, sebab banyak pengalaman di dunia nyata yang menunjukkan bahwa inisiatif pembangunan yang tidak mempertimbangkan dimensi manusia – termasuk faktor- faktor seperti nilai-nilai, norma-norma, budaya, motivasi, solidaritas – akan cenderung kurang berhasil dibanding dengan yang mempertimbangkan dimensi manusia. Bukan hal yang aneh kalau model pembangunan yang mengabaikan semua itu akan berujung pada kegagalan. Agen-agen pembangunan dan ilmuwan mencoba untuk memahami apa itu modal sosial dan bagaimana ia dapat 8 diandalkan demi pembangunan sosial ekonomi dengan biaya yang efektif? Saat ini, konsep modal sosial bentuknya memang tidak lebih jelas daripada partisipasi, namun ia justru lebih menarik, karena jika kita berhasil memahaminya, maka kita dapat berinvestasi di dalamnya untuk menciptakan aliran manfaat yang lebih besar. Uphoff 2000 menyatakan bahwa “Social capital is an accumulation of various types of social, psychological, cultural, cognitive, institutional, and related assets that increase the amount or probability of mutually beneficial cooperative behavior” modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Aset disini diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat proses produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat diperluas atau disebarkan dengan mudah. Sedangkan perilaku bermakna sama positifnya antara apa yang dilakukan untuk orang lain dengan perilaku untuk diri sendiri. Artinya, perilaku tersebut bermanfaat untuk orang lain dan tidak hanya diri sendiri. Dalam hal ini, Uphoff 2000 menghubungkan konsep modal sosial dengan proposisi bahwa hasil dari interaksi sosial haruslah dapat mendorong lahirnya “manfaat bersama” Mutually Beneficial Collective ActionMBCA . Lebih lanjut Uphoff 2000 menegaskan bahwa, berbagai pembahasan pada literatur tentang modal sosial selama ini belum sampai pada kesimpulan yang benar-benar terangjelas, sebab mereka lebih banyak hanya mencontohkan apa itu modal sosial, akan tetapi kurang menjelaskan secara spesifik apa saja yang dapat menumbuhkannya? Dibutuhkan analisis yang lebih mendalam - tidak hanya yang bersifat deskriptif – agar kita memperoleh kemajuan baik secara teoritis maupun praktis. Apa saja yang membentuk modal sosial tidaklah dapat disimpulkan hanya dengan membuat definisi, meskipun definisi itu juga kita perlukan. Beragam studi-studi empiris dengan dipandu oleh konsep-konsep analitis yang koheren akan sangat dibutuhkan untuk memahami kompleksitas modal sosial. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli, akan tetapi definisi-definisi itu masih membutuhkan validasi. Kita perlu lebih fokus pada