Aturan rules Modal Sosial Struktural
72 f Membungkus buah cempedak dengan plastik kebiasaan folkways;
Norma-norma lain yang berlaku dalam kegiatan budidayapemeliharaan tanaman pada warga komunitas dukuh yaitu membungkus buah cempedak yang
masih kecil dengan plastik. Buah cempedak yang dibungkus dengan plastik adalah buah cempedak yang baru berumur sekitar dua bulan agar buah tidak
diserang lalat buah. Buah cempedak akan matang dan bisa dipetik setelah 3-6 bulan dihitung mulai awal pembungaan tergantung kepada genotype dan iklim.
Pelanggaran atas norma ini jarang terjadi, dan bagi warga yang melanggarnya merasa malu karena mendapat cela atau cemooh dari warga komunitas lainnya,
sehingga tingkatan norma ini termasuk kebiasaan folkways. g Menabur garam di sekeliling pohon durian kebiasaan folkways;
Dalam kegiatan budidayapemeliharaan tanaman di dalam dukuh juga berlaku norma yaitu menabur garam di sekeliling pohon durian. Kebiasaan
menabur garam di sekeliling pohon durian tersebut dilakukan setelah musim panen selesai dengan maksud agar pohon durian cepat berproduksi kembali dan
terbebas dari gangguan atau serangan hama dan penyakit tanaman. Pelanggaran atas norma ini juga jarang terjadi, dan bagi warga yang melanggarnya merasa
malu karena mendapat cela atau cemooh dari warga komunitas lainnya, sehingga tingkatan norma ini juga termasuk kebiasaan folkways.
h Melibatkan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan budidayapemeliharaan tanaman kebiasaanfolkways;
Norma lain yang berlaku pada warga komunitas dukuh adalah berupa kebiasaan folkways
pada anggota komunitasnya yang selalu melibatkan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan
budidaya dan pemeliharaan tanaman dukuh, seperti penyiangan, pendangiran, pemupukan, dan pengawasan tanaman. Kebiasaan melibatkan tetanggawarga
yang tidak memiliki dukuh tersebut dilandasi oleh nilai-nilai value berupa kesetiakawanan, rasa empati, suka menolong, keinginan untuk berbagi rejeki serta
upaya untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan. Selain itu
73 warga masyarakat juga memiliki keyakinan belief bahwa dengan berbuat baik
membantumenolong orang lain maka Tuhan juga akan membantu dan memudahkan mereka dalam berbagai urusan kehidupan lainnya, bahkan warga
masyarakat juga yakin mereka akan mendapat balasan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran atas norma ini pernah terjadi meskipun cukup jarang, dan
bagi warga yang melanggarnya merasa malu karena mendapat cela atau cemooh dari warga komunitas lainnya, sehingga tingkatan norma ini termasuk kebiasaan
folkways. i Memetik buah langsat dengan galah kebiasaanfolkways;
Norma yang berlaku dalam kegiatan pemanenan hasil pada warga komunitas dukuh diantaranya adalah memetik buah langsat dengan galah. Galah
adalah alat pemetik buah yang dirancang secara tradisional yang terbuat dari bambu atau kayu. Dengan menggunakan galah maka buah langsat bisa dipetik
dari tanah atau dengan cara memanjat sebagian pohon langsat. Pelanggaran atas norma ini jarang terjadi, dan bagi warga yang melanggarnya merasa malu karena
mendapat cela atau cemooh dari warga komunitas lainnya, sehingga tingkatan norma ini termasuk kebiasaan folkways.
j Memetik buah langsat dan cempedak dengan sigai kebiasaanfolkways; Norma lain yang juga berlaku dalam kegiatan pemanenan hasil dukuh
adalah memetik buah langsat dan cempedak dengan menggunakan sigai. Sigai adalah alat pemanjat pohon seperti tangga yang dirancang secara tradisional yang
terbuat dari bambu dan diletakkan permanen di samping pohon langsat atau cempedak. Dengan menggunakan sigai maka buah langsat dan cempedak bisa
dipetik dengan mudah tanpa merusak atau mengganggu buah lainnya. Pelanggaran atas norma ini jarang terjadi, dan bagi warga yang melanggarnya
merasa malu karena mendapat cela atau cemooh dari warga komunitas lainnya, sehingga tingkatan norma ini termasuk kebiasaan folkways.
74 k Tidak boleh memanen buah durian dengan memetik kebiasaanfolkways;
Warga komunitas dukuh mempunyai aturan yang berlaku hingga sekarang yaitu berupa larangan bagi warganya untuk memanen buah durian dengan
memetik atau memanjat pohonnya. Pemanenan buah durian hanya boleh dilakukan dengan menunggu buah tersebut jatuh dari pohon dengan sendirinya
secara alami. Pemanenan buah durian tidak boleh dengan memetik karena warga
masyarakat memiliki keyakinan bahwa jika memanen buah durian dengan memetik maka akan menghasilkan kualitas buah yang kurang bagus pada musim
buah berikutnya. Sejak dahulu hingga sekarang tidak pernah terjadi pelanggaran atas norma ini, dan seandainya ada yang melanggar maka warga tersebut akan
malu karena warga komunitas yang lain akan mencelanya, sehingga tingkatan norma ini juga termasuk kebiasaan folkways, bahkan tidak menutup
kemungkinan norma ini bisa meningkat menjadi tata kelakuan mores jika lama kelamaan semakin kuat terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat.
l Mengangkut buah dari dukuh menggunakan ladung carausage; Mayoritas warga komunitas dukuh mempunyai cara untuk mengangkut
buah hasil panen dari dukuh dengan menggunakan ladung, yaitu alat tradisional yang terbuat dari anyaman rotan yang digunakan dengan cara disandang di atas
bahu seperti ransel. Dalam perkembangannya sekarang sebagian kecil warga sudah mulai beralih dengan menggunakan karung dan mengangkut buah tersebut
dengan sepeda motor. Atas pelanggaran tersebut warga yang lain tidak mencelanya dan menganggapnya sebagai hal yang janggal saja, sehingga hanya
termasuk tingkatan cara usage. m Melibatkan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja
dalam kegiatan pemanenan buah kebiasaanfolkways; Norma lain yang berlaku pada warga komunitas dukuh adalah berupa
pelibatan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pemanenan hasil dukuh, seperti pemetikan dan pengangkutan buah.
Kebiasaan tersebut dilandasi oleh nilai-nilai value untuk mempererat hubungan
75 kekeluargaan dan persaudaraan. Pelanggaran atas norma ini jarang terjadi, dan
bagi warga yang melanggarnya merasa malu karena mendapat cela dari warga komunitas lainnya, sehingga tingkatan norma ini termasuk kebiasaan folkways.
n Membagikan buah-buahan secara cuma2 kepada tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh setiap kali musim panen kebiasaanfolkways;
Norma lain yang berlaku pada komunitas dukuh adalah kebiasaan membagikan buah-buahan secara cuma2 kepada tetanggawarga yang tidak
memiliki dukuh setiap kali musim panen. Kebiasaan tersebut dilakukan karena
dilandasi oleh nilai-nilai value untuk menjaga perasaan serta mempererat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan. Selain itu warga komunitas juga
memiliki keyakinan belief bahwa semakin sering berbagi dan memberi kepada sesama dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih maka rejeki mereka juga akan
semakin banyak dan mendapat berkah serta balasan pahala dari Allah SWT. Meskipun jarang, tetapi pelanggaran atas norma ini pernah terjadi, dan warga
yang melanggar tersebut merasa malu karena mendapat cela dari warga yang lain, sehingga norma ini termasuk pada tingkatan kebiasaan folkways.
o Pemasaran hasil dukuh melalui perantaratengkulak kebiasaanfolkways; Norma lain yang berlaku pada komunitas dukuh adalah menjual buah hasil
panen dukuhnya melalui pedagang perantara yang langsung datang ke dukuh atau ke rumah pemilik dukuh. Proses pemasaran tersebut dimaksudkan agar pemilik
dukuh tidak repot pergi menjual buahnya ke pasar, selain itu diharapkan terjadi
pemerataan distribusi keuntungan hasil dukuh antara pemilik dukuh dengan masyarakat yang tidak memiliki dukuh. Untuk menghindari terjadinya monopoli
oleh pedagang perantara tertentu pemilik dukuh tidak pernah terikat dengan hanya satu orang pembeli melalui suatu perjanjian tapi setiap pedagang perantara bebas
untuk membelinya. Sejak dahulu hingga sekarang tidak pernah terjadi pelanggaran atas norma ini, dan seandainya ada yang melanggar maka warga
tersebut akan merasa malu karena mendapat cela atau cemoohan dari warga masyarakat yang lain.
76 Aturan-aturan tidak tertulis berupa norma-norma norms yang berlaku pada
warga komunitas dukuh tersebut meskipun secara struktur kelembagaan tidak formal, tetapi nilai dan aturan mainnya tersosialisasikan secara melembaga, dan
terinternalisasikan secara terus-menerus sehingga dapat dikatakan sebagai bentuk kelembagaan lokal. Kelembagaan lokal yang didalamnya sarat akan nilai dan
kearifan lokal tersebut merupakan totalitas pengetahuan dan keterampilan warga komunitas dukuh yang bersumber dari pengalaman trial and error dan berasal
dari proses adaptasi dan akomodasi terhadap keadaan dan lingkungan yang senantiasa berubah. Kelembagaan lokal tersebut terbentuk karena didorong oleh
adanya fungsi yang menjadi kebutuhan bersama dari warga komunitas dukuh untuk menciptakan ketertiban, keamanan dan kesejahteraan mereka.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Uphoff 1986 yang mendefinisikan kelembagaan lokal sebagai suatu himpunan atau tatanan norma-
norma dan tingkah laku yang biasa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Dalam hal ini
kelembagaan lokal merupakan upaya pemenuhan kebutuhan bersama yang dilembagakan. Kelembagaan komunitas bisa muncul dan tenggelam seiring
dengan kebutuhan masyarakatnya. Kelembagaan komunitas akan tetap eksis jika dirasakan fungsional oleh masyarakatnya, dan akan ditinggalkan jika dirasakan
sudah disfunction. Aturan-aturan tidak tertulis berupa norma-norma yang berlaku pada
komunitas dukuh tersebut memiliki kekuatan mengikat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkatannya. Mengacu pada Soekanto 2009 maka norma-norma yang
berlaku pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih
terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu pertama, cara usage; di mana sanksi dari masyarakat atas pelanggarannya hanya dianggap janggal, kedua, kebiasaan
folkways; di mana sanksi dari masyarakat atas pelanggarannya adalah berupa celaan, dan ketiga, tata kelakuan mores; yang mana sanksi dari masyarakat atas
pelanggarannya adalah dihukum. Adapun pengelompokan aturan-aturan adat berdasarkan tahapan dan
tingkatan norma dapat dilihat dalam skema kelembagaan lokal pada Gambar 4.
77
Tanaman Linjuang adalah tanda batas hak kepemilikan lahan dukuh
Pewarisan lahan dukuh dilakukan dengan cara islah atau faraid
Tidak boleh menjual dukuh warisan Di dalam dukuh dibuat lampau
pondok
kecil untuk
tempat beristirahat saat pemeliharaan atau
kegiatan pengawasan tanaman Tidak menggunakan pupuk anorganik
Membungkus buah cempedak yang masih muda dengan plastik
Menabur garam di sekeling pohon durian setelah musim panen selesai
Melibatkan
tetanggawarga yang
tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam
kegiatan budidaya pemeliharaan tanaman penyiangan,
pendangiran dan pemupukan Memetik buah langsat dengan galah
alat pemetikbuah terbuat dari bambu Memetik buah langsat dan cempedak
dengan sigai tangga dari bambu Memanen buah durian tidak boleh
dengan memetik menunggu jatuh Pengangkutan buah dari dukuh ke
rumah dengan menggunakan ladung Melibatkan
tetanggawarga yang
tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pemanenan
pemetikan dan pengangkutan buah Melibatkan
tetanggawarga yang
tidak memiliki dukuh sebagai pembeli perantara
tengkulak dalam
pemasaran hasil dukuh.
KELEMBAGAAN LOKAL
PENGELOLAAN DUKUH
Aturan-aturan adat, kesepakatan2 tidak
tertulis berdasarkan pengetahuan
kearifan lokal yang berfungsi untuk
mengatur tatanan hidup warga
komunitas dukuh.
Pengelolaan Lahan
ATURAN ADAT YANG BERLAKU
CARA
Usage
KEBIASAAN
folkways
Budidaya Pemeliharaan
Pemanenan
Pemasaran
TATA KELAKUAN
Mores
KEGIATAN PENGELOLAAN
DUKUH
KEBIASAAN
folkways
TINGKATAN NORMA
CARA
Usage
KEBIASAAN
folkways
Gambar 4 Skema kelembagaan lokal dalam pengelolaan dukuh.
78 Dalam pengukuran modal sosial pada Komunitas Dukuh Mandiangin
Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih ini ada dua tingkat aturan yang ditinjau.
Pertama, tingkat pemahaman terhadap aturan baik aturan tertulis aturan formal maupun aturan tidak tertulis aturan adat. Kedua, tingkat pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang berlaku tersebut. Distribusi responden menurut tingkat pemahaman dan pelanggaran aturan pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat
dan Komunitas Dukuh Bi‟ih adalah sebagaimana Tabel 20 dan 21.
Tabel 20 Distribusi responden menurut tingkat pemahaman terhadap aturan
No. Jenis Aturan
Tingkat Pemahaman Komunitas Dukuh
Mandiangin Barat Komunitas Dukuh
Bi‟ih Tidak
paham Cukup
paham Paham
Tidak paham
Cukup paham
Paham 1.
Aturan formal 100
100 2.
Aturan adat 46,7
53,3 3,3
96,7
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa seluruh warga pada Komunitas Dukuh
Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih, semuanya tidak paham
terhadap aturan-aturan tertulis aturan formal yang mengatur individu atau masyarakat yang terkait secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan
pengelolaan dukuh atau hutan rakyat. Terhadap aturan tidak tertulis aturan adat, sebagian besar warga memahami sepenuhnya akan aturan dalam pengelolaan
dukuh dan hanya sebagian kecil warga yang kurang memahami sepenuhnya
terhadap aturan adat dalam pengelolaan dukuh tersebut. Masyarakat sebagian besar tidak paham terhadap aturan formal yang
dibuat oleh pemerintah baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pengelolaan dukuh atau hutan rakyat, seperti UU No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan, Peraturan Menteri Tentang Hutan Rakyat, atau bahkan Peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten tentang Hutan Rakyat, karena aturan-
aturan tersebut belum terinternalisasi sebagai nilai-nilai yang diakui, dipatuhi, dan dijadikan pedoman bertindak warganya, dan belum terbukti secara langsung dapat
berfungsi dan bermanfaat untuk mengelola dan melestarikan dukuh dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh Soekanto 2009 bahwa suatu norma tertentu
79 dikatakan telah melembaga institutionalized, apabila norma tersebut diketahui,
dipahami atau dimengerti, ditaati, dan dihargai. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap aturan-aturan tertulis
tersebut menunjukkan betapa kurangnya perhatian pemerintah berupa pembinaan maupun penyuluhan tentang kehutanan masyarakat selama ini. Padahal,
sosialisasi, pembinaan, dan penyuluhan yang semestinya dilakukan oleh pemerintah tersebut sangat penting dan sangat bermanfaat bagi mereka.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat diketahui bahwa sesungguhnya mereka sangat berharap akan adanya pembinaan dan penyuluhan
tentang langkah-langkah atau tindakan untuk membasmi hama dan penyakit tanaman yang menyerang batang maupun buah pada dukuh mereka.
Tabel 21 Distribusi responden menurut tingkat pelanggaran terhadap aturan
No. Pelanggaran
Aturan Tingkat Pelanggaran
Komunitas Dukuh Mandiangin Barat
Komunitas Dukuh Bi‟ih
Sering Jarang
Tidak Pernah
Sering Jarang
Tidak Pernah
1. Oleh responden
20 80
3,3 96,7
2. Oleh warga lain
3,3 56,7
40 40
60
Pada Tabel 21 diketahui bahwa terhadap aturan yang berlaku dalam pengelolaan dukuh, sebagian besar warga pada Komunitas Dukuh Mandiangin
Barat mengaku tidak pernah melanggarnya, dan sebagian kecil mengaku pernah melanggarnya. Sedangkan pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih hampir seluruh warga mengaku tidak pernah melanggarnya. Sebanyak 40 warga pada Komunitas
Dukuh Mandiangin Barat menganggap bahwa anggota masyarakat yang lain
masih benar-benar taat terhadap aturan dan tidak pernah melakukan pelanggaran, 56,7 menganggap bahwa pernah terjadi pelanggaran aturan oleh anggota
masyarakat tetapi jarang, dan hanya sebagian kecil 3,3 warga yang mengangap sering terjadi pelanggaran aturan oleh anggota masyarakat lainnya. Adapun pada
Komunitas Dukuh Bi‟ih sebagian besar 60 warga menganggap bahwa anggota
masyarakat yang lain masih benar-benar taat terhadap aturan dan tidak pernah melakukan pelanggaran, dan sisanya 40 warga menganggap bahwa pernah
terjadi pelanggaran aturan oleh anggota masyarakat tetapi jarang.
80 Dengan semakin baik tingkat pemahaman dan ketaatan warga komunitas
terhadap aturan dalam pengelolaan dukuh yang ada, berarti aturan tersebut telah berfungsi dalam pengambilan keputusan, mobilisasi sumber daya, komunikasi dan
koordinasi, serta resolusi konflik dalam pengelolaan dukuh tersebut secara baik dan efektif, sehingga tindakan kolektif di antara warga komunitas menjadi
cenderung mudah dilakukan dalam menjaga dan memelihara dukuh dengan baik. Pada dasarnya, aturan-aturan tidak tertulis aturan adatnorma-norma pada
komunitas dukuh telah ada dan dapat dikenali pada struktur kelembagaan lokal yang meskipun tidak formal, tetapi nilai dan aturan mainnya tersosialisasikan
sehingga secara perlahan telah melembaga. Proses melembaganya aturan-aturan tersebut dapat bertahan jika dirasakan bermanfaat oleh para warga. Besarnya
manfaat dari keberadaan aturan-norma yang ada akan berpotensi menciptakan suatu sistem nilai berupa tata perilaku mores bahkan memungkinkan untuk
menjadi adat-istiadat custom jika terinternalisasikan secara terus-menerus. Tingkat pemahaman dan ketaatan warga komunitas dukuh terhadap norma-norma
aturan adat yang berlaku karena dilandasi oleh nilai-nilai value dan keyakinan belief yang melekat kuat seperti ketulusan, kejujuran, keikhlasan, rasa empati,
suka menolong, kedermawanan, serta sikap kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan dan sesama.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suharjito dan Saputro 2008 di Kampung Ciburial Desa Mekarsari dan
Kampung Cibedug Desa Citorek Kabupaten Lebak Banten. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa pada masyarakat Kasepuhan di kedua kampung
tersebut terdapat nilai-nilai, norma-norma, dan tata kelakuan lainnya yang menjadi pedoman bertindak warganya dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya
hutan dan lahan. Berbagai aturan yang ada dalam praktek-praktek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan yang berlaku hingga sekarang,
seperti larangan menggunduli hutan, larangan menggunakan kayu rasamala, larangan menjual hasil hutan, ronda gunung, larangan menjual tanah kepada pihak
luar, larangan menggunakan pestisida, traktor dan obat-obatan tanaman, dan lain sebagainya telah berkontribusi nyata terhadap kepentingan konservasi
sumberdaya hutan dan lahan pada kedua kampung tersebut.
81