Kerapatan Tumbuhan Performansi Dukuh

99

5.2.2 Produktivitas

Produktivitas dukuh baik pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat maupun Komunitas Dukuh Bi‟ih secara umum termasuk kategori yang tinggi dan menguntungkan. Produktivitas dukuh permusim pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat bervariasi dari yang paling rendah yaitu Rp.6.333.333,- perhektar hingga yang paling tinggi Rp.29.000.000,- perhektar. Sebagian besar yaitu 90 warga pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat tergolong tingkat produktivitas tinggi yaitu di atas Rp.10.000.000 perhektar, sebanyak 6,7 warga tergolong tingkat produktivitas sedang, yaitu antara Rp.7.000.000,- sd Rp.10.000.000,- perhektar, dan produktivitas yang tergolong rendah hanya 3,3 warga karena berada di bawah Rp.7.000.000,- perhektar. Adapun pada Komunitas Dukuh Bi‟ih, produktivitas dukuh bervariasi dari yang paling rendah Rp.10.000.000,- hingga yang tertinggi Rp.21.000.000,-. Sebagian besar 93,3 warga pada Komunitas Dukuh Bi‟ih tergolong tingkat produktivitas tinggi yaitu di atas Rp.10.000.000 perhektar, sebanyak 6,7 warga tergolong tingkat produktivitas sedang, yaitu antara Rp.7.000.000,- sd Rp.10.000.000,- perhektar, dan tidak ada satu wargapun yang tingkat produktivitas dukuhnya tergolong rendah. Secara rinci distribusi responden serta tingkat produktivitas dukuh pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan dukuh Bi‟ih dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Distribusi responden menurut tingkat produktivitas dukuh No. Tingkat Produktivitas Dukuh Distribusi Responden Komunitas Dukuh Mandiangin Barat Komunitas Dukuh Bi‟ih 1. Rendah Rp. 7 juta ha 3,3 0,0 2. Sedang Rp. 7 – 10 juta ha 6,7 6,7 3. Tinggi Rp. 10 juta ha 90,0 93,3 100 Dari Tabel 28 dapat diketahui bahwa mayoritas produktivitas pada kedua dukuh adalah di atas Rp. 10 juta perhektar, dan berdasarkan penilaian total nilai maka diketahui produktivitas dukuh pada Dukuh Mandiangin Barat dan pada Dukuh Bi‟ih tersebut termasuk kategori “Tinggi”. Upaya peningkatan produktivitas dukuh dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan pada tanaman-tanaman yang mulai berbunga agar hasil buahnya dapat maksimal. Produktivitas dukuh juga diproteksi oleh masyarakat melalui cara pemanenan buah, khususnya durian dan cempedak. Cara panen dengan tidak memanjat ternyata mampu mempertahankan kualitas dan produktivitas pohonnya.

5.2.3 Keberlanjutan Sustainabilitas

Keberadaan dukuh yang telah lama berfungsi dalam menopang kehidupan masyarakat yang mengelolanya baik secara sosial-ekonomi maupun secara ekologis perlu dipertahankan keberlanjutannya. Wujud dari keinginan masyarakat untuk menjaga keberlanjutan dukuh dapat terlihat dari penjelasan warga komunitas yang tidak akan menjual dukuhnya kepada orang di luar dari desanya jika pada suatu saat terpaksa harus menjual dukuhnya. Tapi rata-rata mereka mengatakan tidak akan menjual dukuhnya karena ada rasa kebanggaan tersendiri jika memiliki dukuh dan merasa ada yang kurang jika tidak memiliki dukuh. Sistem penjualan dukuh dalam lingkungan masyarakat desa akan dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan dukuh. Upaya yang dilakukan oleh warga komunitas dukuh untuk mempertahankan dan meningkatkan keberlanjutan dukuhnya adalah dengan cara melakukan upaya budi daya dukuh berupa kegiatan permudaan dan pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan dukuh dapat berlangsung pada dukuh tua dan dukuh muda yang baru dibuat. Pada dukuh tua intensitas pemeliharaan dukuh akan mulai dilakukan pada awal musim berbuah yaitu ketika tanaman buah mulai berbunga sampai kegiatan panen selesai. Kegiatan pemeliharaan berupa penyiangan tanaman bawah, pada pohon durian dilakukan sebelum kegiatan panen dengan tujuan untuk memudahkan pemungutan durian-durian yang jatuh, pada pohon cempedak dilakukan justru setelah panen selesai dimana sisa-sisa penyiangan tersebut dibiarkan membusuk di bawah tegakan cempedak, pada tanaman langsat 101 penyiangan tanaman bawah tidak terlalu perlu dilakukan dengan alasan untuk menjaga kelembaban tanah. Bentuk pemeliharaan yang lain berupa pemberian garam ke dalam parit di sekitar pohon durian setelah panen selesai dan pengamanan bunga dan buah tanaman dukuh dari serangan binatang pengganggu. Dalam satu tahun kegiatan pemeliharaan dukuh tua pada dukuh gunung berlangsung satu sampai dua kali tapi pada dukuh rumah sebagian masyarakat akan melakukan pemeliharaan rutin jika ada waktu senggang di luar pekerjaan pokok. Kegiatan permudaan berlangsung pada dukuh tua melalui proses seleksi anakan disertai dengan kegiatan pembuatan dukuh-dukuh baru di areal kebun karet non-produktif dan di areal-areal kosong dengan permudaan buatan dari jenis-jenis tanaman buah asli indigenous. Pada pohon-pohon buah yang sudah tua sebagian besar dibiarkan mati secara alami dan jarang dimanfaatkan kayunya oleh masyarakat. Kemudian setelah mengalami pelapukan yang cukup lama masyarakat akan melakukan pengayaan di tempat tersebut dan masyarakat yakin bahwa tanaman buah yang ditanam akan dapat tumbuh subur. Pemeliharaan pada dukuh muda yang baru dibuat dilakukan dengan cara penyiangan, pendangiran dan pemupukan seperlunya. Tujuan dari pendangiran dan penyiangan adalah untuk menggemburkan tanah, merangsang pertumbuhan tanaman dan memudahkan pemeliharaan. Sedangkan pemupukan bertujuan untuk memelihara kesuburan tanah dan memberikan unsur hara ke dalam tanah baik secara langsung ataupun tidak langsung. Masyarakat biasanya lebih senang menggunakan pupuk kandang atau kompos. Distribusi responden dalam upaya mempertahankan keberlanjutan dukuh dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Distribusi responden menurut tingkat keberlanjutan dukuh No. Tingkat Intensitas Pemeliharaan Dukuh Distribusi Responden Komunitas Dukuh Mandiangin Barat Komunitas Dukuh Bi‟ih 1. Rendah Tidak pernah dilakukan 0,0 0,0 2. Sedang Jarang dilakukan 53,3 0,0 3. Tinggi Sering dilakukan 46,7 100,0 102

5.2.4 Keadilan Ekuitabilitas

Dukuh yang terdapat di desa Mandiangin Barat dimiliki oleh ±75 masyarakatnya, sedangkan d i desa Bi‟ih ±79 penduduknya merupakan komunitas pemilik dukuh. Warga masyarakat yang tidak memiliki dukuh jika musim buah tiba, juga akan turut menikmati manfaat dari keberadaan sumberdaya alam berupa dukuh tersebut. Warga masyarakat yang memiliki dukuh akan membagikan secara cuma-cuma sebagian buah-buahan hasil panen dukuh mereka kepada tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai wujud solidaritas dan rasa kekeluargaan serta tanggung jawab moril yang tinggi dari komunitas pemilik dukuh tersebut, hal demikian rutin dilakukan pada setiap kali musim panen. Selain itu warga masyarakat yang tidak memiliki dukuh jika bersedia juga akan dilibatkan sebagai tenaga kerja, baik untuk kegiatan pemeliharaan penyiangan, pendangiran, dan pemupukan, maupun dalam kegiatan pemanenan memetik dan mengangkut buah, dan bahkan jika masyarakat yang tidak memiliki dukuh tersebut memiliki modal yang cukup maka mereka akan dijadikan mitra sebagai pedagang perantara tengkulak, dan tentunya mereka akan memperoleh keuntungan yang cukup besar sampai 40 dari keuntungan pemilik dukuh. Sistem kelembagaan atau aturan main seperti ini sangat kondusif dimana masyarakat yang tidak memiliki dukuh masih mendapat manfaat yang proporsional dan berkeadilan. Jadi telah terjadi distribusi keuntungan dari 75 dan 79 pemilik dukuh terhadap 25 dan 21 masyarakat yang tidak memiliki dukuh. Dengan tingginya perwujudan solidaritas dan rasa kekeluargaan serta tanggung jawab moril dari komunitas pemilik dukuh kepada warga yang tidak memiliki dukuh sebagaimana penjelasan di atas, paling tidak ada dua keuntungan yang akan berdampak positif dengan realita seperti itu. Pertama, telah terjadi pemerataan distribusi manfaat serta keuntungan profit hasil dukuh antara pemilik dukuh dengan masyarakat yang tidak memiliki dukuh. Kedua, karena adanya distribusi manfaat serta keuntungan tersebut menyebabkan buah-buahan di dukuh jauh dari gangguan pencurian atau pengrusakan karena antara pemilik dukuh dan masyarakat yang tidak memiliki dukuh sama-sama merasa memiliki dukuh.