Jaringan networks Modal Sosial Struktural
90 lainnya di daerah masing-masing. Hubungan sosial antara warga Komunitas
Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih dengan warga masyarakat di desa-desa sekitarnya tersebut sudah berlangsung sangat lama. Warga
Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih juga
membangun hubungan sosial dengan orang dari luar Kecamatan Karang Intan, antara lain dengan orang dari Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar dan orang
dari Kecamatan Banjarbaru Kota Banjarbaru bahkan hingga ke Kota Banjarmasin, antara lain untuk urusan jual beli hasil pertanian dan perkebunan. Tidak semua
warga masyarakat menjalin hubungan sosial dengan orang-orang dari luar Kecamatan Karang Intan tersebut. Mereka yang membangun jaringan sosial
dengan orang dari luar Kecamatan Karang Intan terutama adalah warga komunitas yang tergolong aktif dalam kelompok tani, pejabat pemerintahan desa, guru atau
PNS yang sering berurusan ke ibu kota Kabupaten, dan warga komunitas yang menjadi pengumpul hasil pertanianperkebunan seperti karet yang akan dijual ke
Banjarmasin ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Warga Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih membangun pola jaringan sosial yang umum maupun spesifik, melibatkan
material maupun non-material dengan sesama anggota komunitas maupun dengan orang dari luar komunitas atau dari desa lainnya bahkan dari luar Kecamatan
Karang Intan. Saling mengunjungi antara sesama warga komunitas maupun dengan warga di luar komunitas merupakan wujud pertukaran exchange dan
kerjasama cooperation yang dilakukan secara teratur yang melibatkan non material dengan pola jaringan yang umum. Sedangkan hubungan antara warga
komunitas dengan pedagang atau tengkulak merupakan pola hubungan kerjasama yang spesifik yang melibatkan material yang mereka lakukan menurut kebutuhan
as needed basis. Jaringan sosial yang spesifik dalam rangka pemasaran hasil panen dari
dukuh pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih
masih sangat terbatas. Hal ini berkaitan dengan masa pemanenan hasil dukuh yang terjadi hanya pada musim buah saja tidak sepanjang tahun sehingga upaya-
upaya untuk melakukan komunikasi dan membangun jaringan pemasarannya juga hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Sebagian besar warga pada Komunitas
91 Dukuh
Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih mengakui bahwa hanya
pada musim panen buah saja mereka melakukan komunikasinegosiasi dan membangun jaringan pemasaran dengan pihak-pihak lain, hal ini karena mereka
merasa hanya pada musim panen buah saja mereka punya kepentingan untuk memasarkan hasil panen dukuh tersebut.
Kepadatan organisasi berdasarkan jumlah organisasi yang diikuti anggota keluarga pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih berkisar antara 0
– 7 buah organisasi dalam satu keluarga. Adapun jumlah organisasikelompok yang ada di Desa Mandiangin Barat sebanyak 9 organisasi
yaitu Badan Permusyawaratan Desa BPD, Kelompok Tani KT, Kelompok Pengajian Yasinan, Kelompok Pemuda Karang Taruna, Kelompok Wanita
arisan, Koperasi Unit Desa KUD, Lembaga Kesehatan Posyandu, Kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga PKK, dan Kelompok Pencinta Alam
KPA. Sedangkan jumlah organisasikelompok yang ada di Desa Bi‟ih sebanyak
8 organisasi yaitu sebagaimana yang terdapat di Desa Mandiangin Barat namun tanpa Kelompok Pencinta Alam KPA. Di Desa Mandiangin Barat tersebut
terdapat Kelompok Pencinta Alam KPA karena wilayahnya sangat berdekatan berbatasan dengan kawasan Taman Hutan Raya Tahura Sultan Adam yang
juga merupakan hutan pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam. Tingkat kepadatan organisasi yang diikuti warga pada Komunitas Dukuh
Mandiangin Barat tergolong kategori sedang dan pada Komunitas Dukuh Bi‟ih
tergolong kategori rendah. Sebagian besar warga beserta anggota keluarganya pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat mengikuti 4-6 kelompokorganisasi
yang ada di desa mereka, sedangkan pada Komunitas Dukuh Bi‟ih sebagian besar
warga beserta anggota keluarganya hanya mengikuti 1-3 kelompokorganisasi yang ada di desa mereka tersebut. Kelompokorganisasi yang paling banyak
diikuti oleh warga adalah Kelompok Pengajian Yasinan, Kelompok PKK, Kelompok Pemuda Karang Taruna, dan Kelompok Arisan Wanita.
Kelompok Pengajian Yasinan merupakan asosiasi yang paling banyak diikuti oleh masyarakat baik pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat maupun
pada Komunitas Dukuh Bi‟ih. Kondisi sosial budaya masyarakat yang tinggal di
daerah pedesaan dengan penerapan syariat islam, maka kebutuhan akan nilai-nilai
92 islam menjadi kewajiban setiap pemeluknya. Di samping pendidikan agama untuk
memperdalam pengetahuan tentang agama islam kepada setiap pemeluknya, kegiatan pengajian juga memberikan kesadaran kepada masyarakat akan
pentingnya menjalin hubungan interaction dengan sesama warga. Nilai-nilai spritual yang didapat masyarakat telah menanamkan nilai-nilai, sikap dan
keyakinan yang kuat sehingga menjadi motivasi bagi warga desa untuk berpikir, bersikap dan berperilaku baik dalam kehidupan.
Agama juga memiliki kedudukan sentral dalam memperlemah atau memperkuat dimensi modal sosial Hasbullah 2006. Agama juga mengajarkan
masyarakat untuk menjunjung tinggi keadaban dan mengutamakan silaturrahmi interaction antar individu, kelompok dan lingkungannya, serta mengajarkan
untuk selalu berbuat baik dan tidak berprasangka buruk kepada orang lain. Dengan demikian jelas keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengajian akan
memberikan dampak terhadap peningkatan modal sosial kognitif kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas, serta modal sosial struktural berupa jaringan. Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fadli 2007 yang menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam asosiasi keagamaan akan memberikan dampak
terhadap peningkatan modal sosial melalui jaringan network dan kepercayaan trust sehingga menjadi motivasi bagi masyarakat desa di Aceh untuk bangkit
dan membenahi diri mereka untuk membangun kembali pasca bencana tsunami. Jaringan baik formal maupun informal sebagai pola pertukaran dan
interaksi sosial yang terus berkembang merupakan perwujudan penting dari modal sosial. Uphoff 2000 menjelaskan bahwa, sebagai sebuah bentuk organisasi
sosial, jaringan mewakili kategori modal sosial struktural. Jaringan ini dapat berkelanjutan lebih karena harapan akan timbal balik resiprositas. Hal ini
menunjukkan bahwa ada dominasi kognitif yang penting dalam jaringan yang didorong oleh proses mental dan bukan hanya dari apa yang dipertukarkan.
Kelompokorganisasi sebagai lembaga formal dalam pengelolaan dukuh belum pernah dibentuk oleh warga baik pada pada Komunitas Dukuh Mandiangin
Barat maupun pada Komunitas Dukuh Bi‟ih, padahal tanpa adanya kelembagaan
formal yang kuat dikhawatirkan sistem pengelolaan dukuh akan tereduksi oleh intervensi ekonomi dari luar. Pada saat sekarang ini keberadaan dukuh memang
93 masih survive karena masyarakat sangat menyadari arti penting dukuh sebagai
investasi masa depan, tetapi ketika terjadi penambahan penduduk yang semakin besar dimasa-masa yang akan datang maka tidak ada jaminan bahwa keberadaan
dukuh akan masih mampu bertahan seperti sekarang, tidak mustahil lambat laun
akan terjadi konversi lahan untuk pemukiman atau peruntukan lainnya. Dengan adanya sebuah organisasi atau lembaga formal diharapkan akan mampu
memproteksi ancaman alih fungsi dukuh tersebut. Adapun rekapitulasi hasil pengukuran tingkat modal sosial, baik modal
sosial kognitif maupun modal sosial struktural pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih adalah sebagaimana Tabel 25. Tabel 25 Tingkatan modal sosial pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan
Komunitas Dukuh Bi‟ih
No. Unsur
Modal Sosial Komunitas Dukuh
Mandiangin Barat Komunitas Dukuh
Bi‟ih Total Nilai
Tingkat Total Nilai
Tingkat Modal Sosial Kognitif:
1. Kepercayaan
588 Tinggi
602 Tinggi
2. Kerjasama
167 Tinggi
180 Tinggi
3. Solidaritas
256 Tinggi
270 Tinggi
1011 Tinggi
1052 Tinggi
Modal Sosial Struktural: 4.
Aturan 261
Sedang 286
Tinggi 5.
Peranan 184
Rendah 263
Sedang 6.
Jaringan 473
Sedang 444
Sedang 918
Sedang 993
Sedang Modal Sosial
1929 Tinggi
2045 Tinggi
Pada Tabel 25 dapat dilihat bahwa total nilai modal sosial kognitif kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas yang dimiliki oleh warga pada
Komunitas Dukuh Bi‟ih seluruhnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan total
nilai pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat, namun demikian modal sosial kognitif keduanya termasuk kategori “Tinggi”. Modal sosial kognitif yang tinggi
pada warga komunitas pengelola dukuh tersebut tentunya berasal dari proses mental yang diperkuat oleh budaya dan ideologi, norma-norma norms, nilai-
nilai values, sikap attitudes, dan keyakinan beliefs di antara mereka seperti ketulusan, kejujuran, sikap empati, belas kasihan, kepedulian, tolong-menolong,
94 tanpa pamrih, kesetiakawanan, dan lain-lain sehingga semua itu mendukung
tindakan bersama yang saling menguntungkan dalam pengelolaan dukuh. Berkurang modal sosial kognitif pada warga komunitas dukuh akan
mengakibatkan kurang produktif pula pengelolaan dukuh karena kurang kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas yang ditunjukkan oleh anggota komunitas
pengelola dukuh tersebut. Oleh karena itu bentuk-bentuk modal sosial kognitif itu perlu dipahami dan dipertahankan sebagai gagasanpikiran yang mendorong dan
mendukung anggota komunitas baik pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat maupun pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih untuk melakukan tindakan kolektif yang saling menguntungkan. Modal sosial kognitif kepercayaan, kerjasama, dan
solidaritas yang begitu kuat yang dimiliki oleh warga Komunitas Dukuh tersebut menambah keyakinan kita bahwa mereka akan mampu menjaga dan memelihara
dukuh dengan baik.
Berdasarkan Tabel 25, secara jelas dapat dilihat bahwa unsur-unsur modal sosial struktural pada kedua komunitas hampir semuanya menunjukkan nilai yang
sedang saja, namun demikian secara agregat modal sosial pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih tersebut sama-sama menunjukkan nilai yang tinggi. Hal tersebut memperkuat penjelasan Uphoff 2000 bahwa,
kedua bentuk modal sosial struktural dan kognitif memiliki ketergantungan yang sangat tinggi, bentuk yang satu mempengaruhi bentuk yang lain. Keduanya
mempengaruhi perilaku hingga mekanisme terbentuknya harapanekspektasi namun pada akhirnya semuanya adalah kembali kepada persoalan mental,
sehingga modal sosial kognitif lebih menentukan. Nilai-nilai bersama, norma- norma, dan harapan adalah bagian dari pecahan parcel yang membentuk susunan
dari struktur sosial. Aturan, peranan, dan jaringan yang ada barangkali bersifat objektif, namun aturan, peranan, dan jaringan itu pun keberhasilannya juga akan
tergantung pada efektivitas proses kognitif mereka. Menyadari tingkat modal sosial struktural pada komunitas dukuh yang
h anya pada tingkat kategori “sedang”, maka sangat penting kiranya dilakukan
upaya-upaya untuk terus meningkatkan modal sosial struktural dalam pengelolaan dukuh
agar segala aturan, peranan, serta jaringan yang telah ada menjadi semakin solid, mapan dan berkembang untuk selanjutnya mampu berperan lebih besar lagi
95 dalam memfasilitasi terciptanya tindakan kolektif yang saling menguntungkan
dengan jalan mengkoordinasikan berbagai usaha, menciptakan harapan, membuat kemungkinan berhasil lebih besar, dan menyediakan jaminan tentang bagaimana
orang lain akan bertindak dan sebagainya dalam rangka pengelolaan dukuh yang lebih efektif, efisien dan berkelanjutan. Uphoff 2000 menjelaskan bahwa
organisasi formal maupun informal dengan segala aturan, peranan, serta dengan interaksi jaringan formal dan informal serta nilai, norma, dan keyakinan yang
tersebar di dalam komunitas yang ada dapat memberikan energi dan memperkuat modal sosial, sekaligus dapat menunjukkan bagaimana seseorang dapat
memperoleh hasil dan manfaat darinya. Pada Tabel 25, dapat dilihat pula bahwa seluruh unsur modal sosial
kognitif dan unsur modal sosial struktural pada Komunitas Dukuh Bi‟ih lebih
tinggi dibandingkan dengan Komunitas Dukuh Mandiangin Barat, kecuali untuk unsur “jaringan” pada modal sosial struktural. Terjadi hal demikian karena pada
Komunitas Dukuh Bi‟ih nilai-nilai kearifan lokal lebih terjaga yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti tingkat homogenitas warga yang lebih tinggi, serta jauh dari pengaruh-pengaruh luar eksternal karena keberadaan wilayahnya yang
jauh terpencil, sedangkan pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat karakteristik warganya lebih beragam serta wilayahnya yang lebih terbuka sehingga lebih
mudah dipengaruhi oleh berbagai faktor luar, meskipun demikian secara keseluruhan tingkat modal sosial pada kedua komunitas tersebut sama-sama
ter masuk kategori “Tinggi”.