Pengaturan HasilPemasaran Sistem Pengelolaan Dukuh

47 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Modal Sosial Dalam Pengelolaan Dukuh

Modal sosial dalam pengelolaan dukuh pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu modal sosial kognitif dan modal sosial struktural. Modal sosial kognitif yang dikaji meliputi kepercayaan trust, kerjasama cooperation, dan solidaritas solidarity. Modal sosial struktural yang dikaji meliputi aturan rules, peranan roles, dan jejaring networks.

5.1.1 Modal Sosial Kognitif

Modal sosial kognitif warga dalam pengelolaan dukuh datang dari proses mental yang menghasilkan gagasanpemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi warga komunitas dukuh. Kepercayaan trust, kerjasama cooperation, dan solidaritas solidarity warga komunitas dukuh didasari oleh norma, nilai, sikap, dan keyakinan yang diorientasikan dalam bentuk tindakan action sehingga memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif dari fungsi manfaat dan mendukung tindakan kolektif yang saling menguntungkan dalam pengelolaan dukuh.

5.1.1.1 Kepercayaan trust

Untuk mengetahui tingkat kepercayaan warga komunitas pengelola dukuh, ada tiga aspek yang ditinjau. Pertama, tingkat kepercayaan warga terhadap pengetahuan warga yang lain tentang adanya manfaat dukuh. Kedua, tingkat kepercayaan warga terhadap pengetahuan warga yang lain tentang fungsi aturan- aturan yang ada dalam mendukung pengelolaan dukuh secara lestari. Ketiga, tingkat kepercayaan warga terhadap kemampuan kerjasama dan hubungan sosial seluruh warga untuk mengelola dan melestarikan dukuh. 48 Secara ringkas distribusi responden menurut tingkat kepercayaan terhadap pengetahuan warga tentang manfaat dukuh, fungsi aturan, kepatuhan dan kemampuan orang lain, kemampuan kerjasama, fungsi hubungan sosial, serta kesediaan untuk menguatkan hubungan sosial disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Distribusi responden menurut tingkat kepercayaan No. Kepercayaan Responden Terhadap Tingkat Kepercayaan Komunitas Dukuh Mandiangin Barat Komunitas Dukuh Bi‟ih Tidak Percaya Ragu- Ragu Percaya Tidak Percaya Ragu- Ragu Percaya 1. Pengetahuan warga akan manfaat dukuh 100 100 2. Pengetahuan warga akan fungsi aturan formal 6,7 73,3 20,0 3,3 70 26,7 3. Pengetahuan warga akan fungsi aturan adat 13,3 86,7 3,3 96,7 4. Kemampuan warga melestarikan dukuh 13,3 86,7 6,7 93,3 5. Kemampuan kerjasama warga 13,3 86,7 3,3 96,7 6. Pengetahuan warga akan fungsi hubungan sosial 100 100 7. Kesediaan warga untuk menguatkan hubungan sosial 13,3 86,7 3,3 96,7 Warga komunitas dukuh, baik pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat maupun pada Komunitas Dukuh Bi‟ih memiliki pengetahuan tentang manfaat dukuh dan seluruh warga percaya bahwa warga yang lain juga mengetahui dukuh memberikan manfaat yang besar kepada warga masyarakat. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa seluruh warga percaya tentang pengetahuan warga yang lain akan manfaat dukuh bagi kehidupan mereka, apabila dukuh tidak ada maka keberlangsungan hidup mereka terganggu. Kepercayaan dan keyakinan tersebut didasarkan serta dikuatkan oleh pengalaman hidup mereka yang selama ini sudah merasakan manfaat dari keberadaan dukuh. Manfaat yang dirasakan oleh warga terhadap keberadaan dukuh tersebut mencakup aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Secara ekologi, keberadaan dukuh sangat berperan terhadap kelestarian hutan sebagai penyangga kehidupan, seperti pencegahan banjir, erosi, longsor, 49 dan kekeringan, serta mencegah dari berbagai bencana alam lainnya. Secara ekonomi, masyarakat telah merasakan manfaat yang cukup besar dari hasil panen dukuh yang mampu memberikan kontribusi 20-30 terhadap pendapatan total rumah tangga mereka. Adapun secara sosial budaya, keberadaan dukuh dirasakan oleh masyarakat dapat mempererat kerjasama, solidaritas, kekeluargaan dan hubungan persaudaraan sesama komunitas dukuh maupun dengan warga masyarakat yang bukan komunitas dukuh. Warga juga percaya bahwa aturan-aturan yang ada, terutama yang tidak tertulis dapat berfungsi untuk menjaga kelestarian dukuh, namun tingkat kepercayaannya berbeda-beda. Terhadap aturan tertulis dan formal peraturan perundang-undangan baik UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan tentang Hutan Rakyat atau tentang Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK, maupun Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Hutan Rakyat, hanya sebagian kecil warga yang percaya bahwa warga tahu dan memahami aturan- aturan tertulis yang ada efektif dapat menjaga kelestarian dukuh, sebagian besar warga ragu-ragu. Sedangkan terhadap aturan-aturan dan nilai-nilai yang tidak tertulis norma-norma sebagian besar warga pada kedua komunitas Dukuh percaya bahwa warga tahu dan memahami aturan tersebut dan dapat efektif berfungsi untuk mengelola dukuh secara lestari. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengetahuan warga tentang fungsi aturan tidak tertulis norma-norma untuk mengelola dukuh secara lestari lebih tinggi daripada kepercayaan terhadap pengetahuan warga tentang aturan tertulis dan formal peraturan perundang-undangan. Hal ini karena aturan tidak tertulis sudah berlaku secara turun temurun dan terinternalisasi dalam masyarakat. Sedangkan aturan tertulis dan formal disusun oleh pemerintah dan belum terinternalisasi sebagai norma-norma yang diakui, dipatuhi, dan dijadikan pedoman bertindak warganya, bahkan belum terbukti dapat berfungsi untuk mengelola dan melestarikan dukuh dengan baik. Aturan tidak tertulis norma- norma yang berlaku pada Komunitas Dukuh tersebut adalah berupa cara usage, kebiasaan folkways, dan tata kelakuan mores yang merupakan kearifan lokal yang sudah berlaku secara turun temurun dan terinternalisasi dalam masyarakat. 50 Norma-norma norms berupa aturan-aturan adat yang merupakan kearifan lokal dan berlaku dalam pengelolaan dukuh diantaranya adalah sebagai berikut: - Tanaman Linjuang Cordyline fruticosa L A. Cheval adalah tanda batas hak kepemilikan lahan dukuh; - Pewarisan lahan dukuh dilakukan dengan cara islah atau faraid; - Tidak boleh menjual dukuh warisan; - Di dalam dukuh dibuat lampau pondok kecil untuk tempat beristirahat saat pemeliharaan atau kegiatan pengawasan tanaman; - Tidak boleh menggunakan pupuk anorganik untuk pemeliharaan tanaman di dalam dukuh; - Membungkus buah cempedak yang masih muda dengan plastik; - Menabur garam di sekeliling pohon durian setelah musim panen selesai; - Melibatkan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan budidayapemeliharaan tanaman penyiangan, pendangiran pemupukan; - Memetik buah langsat dengan galah alat pemetik buah terbuat dari kayubambu; - Memetik buah langsat dan cempedak dengan sigai tangga dari bambu; - Memanen buah durian tidak boleh memetiknya langsung dari pohon tetapi harus menunggu buahnya jatuh; - Pengangkutan buah dari dukuh ke rumah dengan menggunakan ladung; - Melibatkan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pemanenan pemetikan dan pengangkutan buah; - Melibatkan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai pembeli perantara tengkulak dalam pemasaran hasil dukuh. Norma-norma norms yang berlaku tersebut merupakan aturan-aturan adat berupa cara usage, kebiasaan folkways, dan tata kelakuan mores dalam pengelolaan dukuh, sejak pengelolaan lahan, budidayapemeliharaan, pemanenan, hingga pemasaran hasil dukuh. Aturan-aturan adat norma-norma tersebut meskipun tidak tertulis tetapi telah berlaku secara turun temurun dan terinternalisasi dalam masyarakat sebagai norma-norma yang diakui, dipatuhi, dan dijadikan pedoman bertindak warganya hingga sekarang.