84 yang ada sekarang dengan usia, pengetahuan dan pengalaman tentang dukuh
masih relatif sama, sehingga mereka lebih memerankan tokoh agama dan kepala desa pembakal dalam pembuatan keputusan. Sedangkan pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih terjadi hal sebaliknya, seluruh warga menganggap peranan tokoh adat tutuha kategori tinggi, hal ini karena pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih masih terdapat beberapa orang tokoh adat tutuha dengan usia di atas 80 tahun yang
memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan tentang dukuh, sehingga peran- peran dalam dalam pengelolaan dukuh masih sangat didominasi oleh tokoh adat
tutuha tersebut, seperti pengaturan tata batas lahan, pengaturan pembagian dukuh
warisan, pengaturan jual beli dukuh, dan lain-lain. Tingkat peranan kepala desa pembakal dalam pengelolaan dan
pelestarian dukuh pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat menurut warga termasuk sedang. Hal ini karena keterlibatan kepala desa pembakal sebagai
tokoh formal dirasakan oleh responden cukup berperan sebagai saksi dalam proses pembagian warisan dan pengaturan tata batas lahan, tetapi perannya kurang
dirasakan dalam proses-proses yang lain seperti mobilisasi dalam pengelolaan sumberdaya, baik berupa koordinasi, penyuluhan, maupun kegiatan-kegiatan
pembinaan lainnya untuk mendukung pelestarian dukuh, sehingga seluruh warga menganggap tingkat peranan kepala desa pembakal tersebut hanya kategori
sedang saja. Adapun pada Komunitas Dukuh Bi‟ih, sebagian besar warga
menganggap peranan kepala desa pembakal ini kategori tinggi, karena sebagian besar warga merasakan peran yang sangat berarti dan signifikan yang dilakukan
oleh kepala desa pembakal Bi‟ih selama ini, selain sebagai tokoh formal beliau
juga termasuk tokoh adat tutuha pada Komunitas Dukuh Bi‟ih tersebut. Selain
aktif berperan sebagai saksi dalam proses pembagian warisan dan pengaturan tata batas lahan, kepala desa pembakal
Bi‟ih perannya juga dirasakan oleh warga dalam proses-proses yang lain seperti memberikan informasi dan himbauan untuk
meningkatkan semangat dan motivasi kepada masyarakat agar tetap mempertahankan dan mengelola dukuhnya dengan baik. Dalam beberapa
kesempatan baik saat pertemuan formal maupun informal, Pembakal Bi‟ih selalu
menghimbau dan mengharapkan agar hasil panen buah dari Komunitas Dukuh Bi‟ih tetap dipertahankan memiliki kualitas yang terbaik terutama untuk buah
85 durian yang sudah sejak lama terkenal sebagai durian terbaik se-Kalimantan
Selatan. Dengan peran-peran tersebut sebagian besar warga menganggap kepala desa pembakal
Bi‟ih ini mempunyai peranan yang tinggi dalam mendukung pengelolaan dan pelestarian dukuh.
Tingkat peranan camat dalam pengelolaan dan pelestarian dukuh menurut seluruh warga baik pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat maupun pada
Komunitas Dukuh Bi‟ih adalah rendah. Seluruh warga pada kedua komunitas
tidak merasakan adanya peranan dari Camat dalam mendukung kegiatan pengelolaan dan pelestarian dukuh mereka. Ironis memang, masyarakat merasa
tidak pernah mendapatkan perhatian dari camat baik berupa himbauan, penyuluhan, bantuan, maupun kegiatan pembinaan lainnya sebagai bentuk
dukungan kepada masyarakat, padahal hal tersebut sangat penting untuk dilakukan oleh seorang camat mengingat keberadaan dukuh tersebut merupakan
bentuk kehutanan masyarakat yang menjadi ciri khas dan kebanggaan masyarakat di wilayah Kecamatan Karang Intan khususnya dan Kabupaten Banjar serta
Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya. Satu-satunya peran camat terkait pengelolaan dukuh hanyalah dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah Segel
kepemilikian dukuh yang baru dimiliki oleh segelintir sebagian kecil warga komunitas dukuh.
Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui pula bahwa tingkat peranan para tokoh pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat lebih rendah daripada peranan
para tokoh pada komunitas dukuh Bi‟ih. Hal ini terjadi demikian karena pada
Komunitas Dukuh Mandiangin Barat tersebut sekarang ini telah berkurang satu peranan tokoh yaitu sudah tidak ada lagi yang berperan sebagai tokoh adat
tutuha karena tutuha yang pernah ada sudah lama tiada, selain itu peranan tokoh agama dan kepala desa pembakal yang ada juga tidak sepenuhnya dirasakan
oleh masyarakat, peran kedua tokoh tersebut hanya dirasakan pada saat pembagian warisan, pelaksanaan jual beli dan pengaturan tata batas lahan itupun
tidak diperankan secara maksimal, selain itu peran mereka masih kurang dirasakan dalam proses-proses yang lain seperti mobilisasi dalam pengelolaan
sumberdaya, baik berupa koordinasi, penyuluhan, maupun kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya untuk mendukung pelestarian dukuh.
86 Secara umum tingkat peranan para tokoh serta keterlibatan para pihak pada
kedua komunitas tersebut masih cukup rendah. Dalam pengelolaan dukuh selama ini sama sekali tidak terlihat adanya peranan dari Badan Penyuluhan, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta pihak-pihak penting lainnya baik pada tingkat kabupaten,
provinsi maupun pusat, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan peranan dan keterlibatan para pihak tersebut lembaga-lembaga formal dalam pengelolaan
dan pengembangan dukuh. Hal tersebut sangat penting karena peranan di dalam modal sosial struktural sebagian besar harus diciptakan, yaitu berbagai elemen
organisasi sosial yang menentukan pola tindakan individu agar bersama-sama menciptakan manfaat bersama. Tanpa peranan dan aturan untuk pengambilan
keputusan dan mobilisasi sumber daya, maka tindakan kolektif menjadi cenderung sulit untuk dilakukan. Peranan para tokoh formal maupun informal dalam
pengelolaan dukuh sangat penting untuk memfasilitasi komunikasi antar individu dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan dukuh, termasuk juga menyelesaikan konflik
yang mungkin timbul diantara anggota komunitas, bahkan sangat diperlukan untuk mendapatkan dan mempertahankan kebersamaan antar individu guna
mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi yang dilakukan oleh individu yang hanya mencari keuntunganmanfaat untuk kesejahteraan dirinya sendiri dan
merugikan kepentingan komunitas dalam menjaga dan melestarikan dukuh. Sistem dukuh merupakan sistem pemanfaatan sumberdaya hutan yang sudah
berjalan lama secara mandiri, produktif, komersial, lestari, berkeadilan dan efisiensi. maka peranan pemerintah lembaga-lembaga formal hendaknya berupa
dukungan dan kebijakan yang berorientasi pada upaya untuk menggali keseluruhan sistem kehutanan masyarakat yang ada, memperkuat keberadaannya,
dan mengurangi segala bentuk intervensi terutama dalam hal-hal teknis yang sebenarnya menjadi domain dari masyarakat itu sendiri.
87
5.1.2.3 Jaringan networks
Ada tiga tingkat jaringan Pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih yang ditinjau. Pertama, basis jaringan. Kedua, intensitas dan luas jaringan. Ketiga, pola jaringan. Adapun pengukuran dilakukan terhadap
keterbentukan organisasikelembagaan formal, intensitas kunjunganpertemuan dg keluarga, tetangga, anggota komunitas, dan dengan kelompok atau komunitas
lain, serta kepadatan organisasi yg diikuti. Secara ringkas distribusi responden menurut tingkat jaringan pada
Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih disajikan
sebagaimana Tabel 24. Tabel 24 Distribusi responden menurut tingkat jaringan
No. Unsur JaringanInteraksi Sosial Tingkat Jaringan
Komunitas Dukuh Mandiangin Barat
Komunitas Dukuh Bi‟ih
Rendah Sedang
Tinggi Rendah
Sedang Tinggi
1. Pembentukan lembaga formal
100 100
2. Intensitas kunjungan kepada
famili 10
6,7 83,3
20 6,7
73,3 3.
Intensitas kunjungan kepada tetangga
10 16,7
73,3 20
6,7 73,3
4. Intensitas pertemuan dalam
pengajian keagamaan 6,7
46,7 46,7
20 3,3
76,7 5.
Interaksi dengan kelompok komunitas
lain di
luar wilayahdesa
30 70
10 33,3
56,7 6.
Komunikasi dan
negosiasi dalam rangka pemasaran hasil
dukuh 76,7
23,3 70
30 7.
Kepadatan organisasi yang diikuti oleh anggota keluarga
16,7 60
23,3 70
20 10
Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih, seluruh warga mengakui bahwa hingga saat ini tidak ada organisasilembaga formal dalam pengelolaan dukuh mereka, bahkan
hingga saat ini juga tidak ada rencana atau keinginan mereka untuk membentuk
88 organisasilembaga formal tersebut. Anggota komunitas dukuh merasa belum
perlu membentuk organisasilembaga formal dalam pengelolaan dukuh, karena menurut mereka mengelola dukuh hanyalah pekerjaan sampingan yang tidak
dikelola secara intensif setiap hari sepanjang tahun tetapi hanya dilakukan pada musim buah saja. Selain itu, mereka juga beralasan bahwa sekalipun tanpa ada
ikatan organisasilembaga formal, mereka tidak pernah merasakan ada kendala atau masalah berat dalam mengelola dukuh, karena mereka telah memiliki ikatan
kekeluargaan yang tinggi dimana mereka selalu saling mendukung dan bekerjasama dengan baik dalam kegiatan pengelolaan dukuh selama ini sehingga
tidak perlu lagi membentuk organisasilembaga formal dalam pengelolaan dukuh tersebut.
Kenyataan di atas menunjukan bahwa sifat jaringan yang terbentuk adalah informal, sedangkan basis dari jaringan sosial yang terbangun antar individu pada
kedua komunitas baik pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat maupun pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih adalah kekeluargaan. Basis kekeluargaan ini terbangun karena sebagian besar warga yang ada dalam kedua komunitas dukuh tersebut
saling memiliki hubungan keluarga. Ikatan antar keluarga diperkuat oleh ikatan ketetanggaan yang dimungkinkan oleh pola pemukiman warga yang berkelompok
dengan jarak antar rumah sangat dekat dan tidak dibatasi oleh pagar pekarangan atau halaman rumah.
Sebagian besar warga pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih menyatakan bahwa setiap hari atau paling lama tiga hari sekali mereka melakukan kunjungan dan komunikasi kepada sanak famili yang
masih ada ikatan kekeluargaan dalam satu desa. Sebagian besar warga pada kedua komunitas menyatakan pula bahwa setiap hari atau paling lama tiga hari sekali,
mereka juga melakukan kunjungan dan komunikasi kepada tetangga atau warga sekitar mereka baik sesama komunitas maupun yang bukan komunitas dukuh. Hal
di atas menunjukkan kepada kita bahwa interaksi antar warga masyarakat baik sesama anggota komunitas maupun dengan warga bukan anggota komunitas
dukuh yang masih dalam satu desa sangat tinggi. Hampir setiap hari warga saling
bertemu dan mengunjungi baik kepada tetangga, kerabat ataupun keluarganya yang masih dalam satu desa, untuk sekedar berbincang hal-hal yang ringan, atau
89 untuk menengok dan mengetahui keadaan keluarganya, ataupun untuk keperluan-
keperluan lainnya. Selain itu anggota komunitas dukuh juga melakukan pertemuan rutin dengan sesama anggota komunitas yang lain, tokoh masyarakat serta warga
yang bukan termasuk komunitas dukuh pada acara pengajian yasinan yang dilaksanakan sekali seminggu yaitu setiap Kamis malam
malam Jum‟at yang tempatnya dilaksanakan secara bergiliran dari rumah ke rumah, sehingga dalam
pertemuan tersebut meskipun tidak secara formal kadang dibicarakan dan didiskusikan tentang kegiatan pengelolaan dukuh terutama jika pada musim panen
buah tiba. Seluruh warga pada masing-masing komunitas baik pada Komunitas
Dukuh Mandiangin Barat maupun pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih saling mengenal dengan baik satu sama lain bahkan mengetahui kondisi dan aktivitas rumah
tangga warga komunitasnya masing-masing. Ikatan kekerabatan pada Komunitas Dukuh
Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih mendorong warganya
menjalin hubungan sosial dengan warga masyarakat dari desa-desa lain di Kecamatan Karang Intan, seperti Desa Kiram, Desa Mandiangin Timur, Desa
Karang Intan, Desa Sungai Besar, Desa Balau, dll. Sebanyak 70 warga pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan
56,7 warga pada Komunitas Dukuh Bi‟ih menyatakan bahwa mereka sering
bahkan hampir setiap bulan melakukan interaksi, kerjasama dan bahkan saling mengunjungi dengan kelompok atau komunitas lain yang berada di luar
wilayahdesa mereka. Namun demikian tidak semua warga sering melakukan interaksi, kerjasama, atau mengunjungi kelompokkomunitas lain yang berada di
luar wilayah desa mereka tersebut. Sebanyak 30 warga pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan 33,3 warga pada Komunitas Dukuh
Bi‟ih menyatakan bahwa mereka jarang tidak setiap bulan melakukan kunjungan ke luar desa, hal
ini disebabkan oleh kesibukan rutinitas mereka serta usia yang sudah lanjut. Warga Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih menjalin hubungan sosial secara erat dengan warga masyarakat di desa-desa
sekitarnya baik anggota komunitas dukuh maupun bukan anggota komunitas dukuh
pada desa-desa sekitarnya di Kecamatan Karang Intan tersebut. Mereka saling mengundang dan mengunjungi jika ada hajatan atau acara-acara adat
90 lainnya di daerah masing-masing. Hubungan sosial antara warga Komunitas
Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih dengan warga masyarakat di desa-desa sekitarnya tersebut sudah berlangsung sangat lama. Warga
Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih juga
membangun hubungan sosial dengan orang dari luar Kecamatan Karang Intan, antara lain dengan orang dari Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar dan orang
dari Kecamatan Banjarbaru Kota Banjarbaru bahkan hingga ke Kota Banjarmasin, antara lain untuk urusan jual beli hasil pertanian dan perkebunan. Tidak semua
warga masyarakat menjalin hubungan sosial dengan orang-orang dari luar Kecamatan Karang Intan tersebut. Mereka yang membangun jaringan sosial
dengan orang dari luar Kecamatan Karang Intan terutama adalah warga komunitas yang tergolong aktif dalam kelompok tani, pejabat pemerintahan desa, guru atau
PNS yang sering berurusan ke ibu kota Kabupaten, dan warga komunitas yang menjadi pengumpul hasil pertanianperkebunan seperti karet yang akan dijual ke
Banjarmasin ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Warga Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh
Bi‟ih membangun pola jaringan sosial yang umum maupun spesifik, melibatkan
material maupun non-material dengan sesama anggota komunitas maupun dengan orang dari luar komunitas atau dari desa lainnya bahkan dari luar Kecamatan
Karang Intan. Saling mengunjungi antara sesama warga komunitas maupun dengan warga di luar komunitas merupakan wujud pertukaran exchange dan
kerjasama cooperation yang dilakukan secara teratur yang melibatkan non material dengan pola jaringan yang umum. Sedangkan hubungan antara warga
komunitas dengan pedagang atau tengkulak merupakan pola hubungan kerjasama yang spesifik yang melibatkan material yang mereka lakukan menurut kebutuhan
as needed basis. Jaringan sosial yang spesifik dalam rangka pemasaran hasil panen dari
dukuh pada Komunitas Dukuh Mandiangin Barat dan Komunitas Dukuh Bi‟ih
masih sangat terbatas. Hal ini berkaitan dengan masa pemanenan hasil dukuh yang terjadi hanya pada musim buah saja tidak sepanjang tahun sehingga upaya-
upaya untuk melakukan komunikasi dan membangun jaringan pemasarannya juga hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Sebagian besar warga pada Komunitas