Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik Responden .1 Umur

39

4.4 Sistem Pengelolaan Dukuh

4.4.1 Proses Terbentuknya Dukuh

Menurut Hafizianor 2002, Dukuh di Kecamatan Karang Intan mulai terbentuk seiring terjadinya perubahan pola bercocok tanam dari pola perladangan bergilir ke pola perladangan menetap sejak tahun 1830. Dukuh yang merupakan peninggalan warisan dari kakek –nenek tersebut sampai sekarang masih terpelihara keberadaannya. Generasi di bawahnya selalu berusaha mempertahankan keberadaan dukuh yang memiliki fungsi sosial-ekonomi dan lingkungan yang handal karena berdasarkan keyakinan mereka bahwa harta warisan berupa dukuh tersebut tidak boleh dijual kecuali dalam kondisi tertentu atau keadaan yang sangat terpaksa. Lahan yang menjadi lokasi dukuh awal mulanya hanya merupakan suatu hamparan luas yang terdiri dari semak belukar, padang alang-alang dan sedikit hutan alam dengan luasan yang relatif kecil. Di areal kosong yang penuh dengan padang alang-alang dan semak belukar tersebut secara berkelompok atau secara individual keluarga masyarakat suku Banjar dari Martapura yang berjarak sekitar 20 km dari lokasi berdatangan ke lokasi tersebut dengan tujuan untuk berladang atau berkebun. Tekanan ekonomi yang cukup berat akibat penjajahan Belanda mendorong masyarakat pada saat itu melanglang buana keluar masuk hutan untuk mencari daerah yang cocok sebagai ladang atau kebun. Sebagaimana masyarakat suku Bukit 2 maka masyarakat suku Banjar pada saat itu juga mengembangkan aktivitas dan cara-cara memenuhi kebutuhan primernya dengan cara berladang. Menurut Radam 2001 pekerjaan berladang telah dipandang tinggi sehingga menjadi adat nenek moyang yang harus diikuti oleh setiap warga, terlihat oleh pemberian dasar dan pembenarannya bahwa berladang tersebut adalah usaha yang telah diajarkan oleh seorang tokoh pahlawan yang mempunyai sifat-sifat keilahian. Kesadaran berladang memiliki derajat yang tinggi yang diyakini sebagai pekerjaan orang langit. Maka oleh masyarakat suku Banjar pada saat itu di lahan-lahan kosong non-produktif tersebut didirikan lampau 3 . Di sekitar 2 Nama suku pedalaman di Kalimantan Selatan 3 Pondok-pondok kecil sebagai tempat tinggal sementara 40 lampau tersebut masyarakat melakukan aktivitas perladangan dan sambil berladang mereka juga melakukan penanaman tanaman buah dan karet baik secara campuran ataupun secara terpisah. Dari waktu kewaktu dan secara turun temurun proses tersebut terus berlangsung yang pada akhirnya dengan motto parang kada lapas di awak 4 areal kosong yang tidak produktif tersebut berubah menjadi pemukimanperkampungan dengan tanaman buah-buahan dan karet yang terhampar luas menghijau.

4.4.2 PenanamanPermudaan

Sebagian besar pohon buah yang terdapat di dalam dukuh saat ini sudah berumur tua hingga ratusan tahun, tetapi secara umum produksinya pada setiap musim buah masih tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut kegiatan permudaan atau penanaman tanaman buah hanya dilakukan seperlunya. Proses permudaan hanya berlangsung secara alami dimana anakan yang terdapat di dalam dukuh berasal dari biji-biji buah yang tertinggal. Jika anakan tersebut tumbuh pada lokasi yang tepat, tidak ternaungi secara keseluruhan oleh tajuk pohon diatasnya maka anakan tersebut akan dipelihara oleh masyarakat, tapi jika tumbuh pada lokasi yang kurang tepat anakan tersebut akan dimatikan atau dipindahkan ke lokasi yang tepat. Masyarakat pemilik dukuh membuat dukuh-dukuh baru pada lahan kosong atau di bawah tegakan pohon karet yang sudah tua dan sebagian sudah ditebang. Kesadaran membuat dukuh baru di luar dukuh yang lama dilakukan masyarakat karena mereka menyadari akan arti penting dukuh sebagai sebuah investasi untuk anak cucu mereka. Proses pembuatan dukuh di areal tegakan pohon karet tua dilakukan dengan menanam bibit tanaman buah yang jenisnya sama dengan tanaman buah pada dukuh tua misalnya seperti durian, langsat, cempedak dan rambutan. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan agar tanaman tidak mati kekeringan. Jarak tanamnya tidak beraturan, tetapi hanya mengikuti keadaan areal dimana ada lokasi kosong maka dilokasi tersebut akan dilakukan penanaman. Pada areal yang masih kosong proses pembuatan dukuh diawali 4 Motto atau semboyan yang dipegang oleh petani agar selalu bekerja keras, yang dalam bahasa Indonesia berarti “Parang Selalu Melekat di Badan”.