Konsep Kehutanan Masyarakat Social Capital in the Management of Forest Gardens (Dukuh) on Karang Intan Subdistrict, Banjar Regency, South Kalimantan Province

16 atau forest gardens. Dukuh rumah keberadaannya menyatu dengan pemukiman dan dapat dicapai dalam waktu beberapa menit sedangkan dukuh gunung baru dapat dicapai setelah menempuh perjalanan sekitar setengah sampai tiga jam dengan cara berjalan kaki melalui jalan setapak yang berbukit-bukit. Diperkirakan bahwa dukuh mulai terbentuk seiring terjadinya perubahan pola bercocok tanam dari pola perladangan berpindahbergilir ke pola perladangan menetap, diperkirakan terbentuk sejak 180 tahun yang lalu ± tahun 1830. Dukuh yang merupakan peninggalan dari kakek –nenek mereka tersebut sampai sekarang masih terpelihara keberadaannya Hafizianor 2002. Terkait dengan kehutanan masyarakat, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam baik berupa hutan maupun lahan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut tentunya memiliki performansi atau kinerja. Performansi yang dimaksud adalah produktivitas, keberlanjutan, keadilan dan efisiensi Suharjito et al. 2000. Mengacu pada Conway 1987 dalam Suharjito et al. 2000 produktivitas didefinisikan sebagai out-put produk bernilai per-unit sumber daya. Keberlanjutan didefinisikan sebagai kemampuan suatu agroekosistem untuk menjaga produktivitas dari waktu ke waktu. Keadilan didefinisikan sebagai pemerataan distribusi produk dari agroekosistem diantara yang berhak menerima manfaat dan dengan terdefinisinya property rights dengan baik maka akan tercapai efisiensi. Performansi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam baik berupa hutan maupun lahan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut antara lain dipengaruhi oleh : 1. Sistem pengelolaan, yaitu sistem penguasaan dan pengambilan keputusan apakah secara individual atau komunal. Sistem penguasaan dan pengambilan keputusan pengelolaan mempengaruhi responsibilitas terhadap ekonomi pasar dan model ekonomi sosialnya. 2. Orientasi usaha, apakah subsisten atau komersial. Tingkat subsisten dan komersialisasi merupakan ukuran responsibilitas terhadap ekonomi pasar. 3. Jenis dan keragaman produk yang dikonsumsi atau dipasarkan merupakan respon terhadap kebutuhan pasar yang sekaligus mempengaruhi performansi pengelolaannya Suharjito et al. 2000. 17 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Dukuh , sebagai salah satu bentuk kehutanan masyarakat community forestry , dalam rangka pengelolaan dan pelestariannya sangat membutuhkan kapasitas masyarakat yang kuat dalam memelihara dan membangun integrasi sosial bahkan sebagai perekat sosial social engagement untuk mencegah terjadinya konflik horizontal dalam masyarakat agar kegiatannya dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat, berkelanjutan dan lestari. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kapasitas masyarakat tersebut adalah modal sosial. Penelitian ini menggunakan konsep modal sosial Uphoff 2000 yang mendefinisikan modal sosial sebagai akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Pertimbangan menggunakan konsep ini adalah bahwa konsep modal sosial Uphoff 2000 tersebut lebih operasional dan terperinci unsur-unsurnya yang dicirikan adanya pembagian kategori sehingga lebih jelas untuk bisa melihat kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan berupa dukuh. Mengacu pada Uphoff 2000 unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori struktural berkaitan dengan beragam bentuk organisasi dan hubungan sosial, sedangkan kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan gagasanpemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi. Adapun dalam penelitian ini, unsur-unsur modal sosial yang dikaji pada masing-masing kategori disesuaikan dengan situasi dan kondisi sosial budaya masyarakat pemilikpengelola dukuh di Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk kategori struktural, unsur yang akan dilihat dan dikaji adalah aturan rules, peranan roles, dan jejaring networks. Sedangkan untuk kategori kognitif, unsur yang akan dilihat dan dikaji adalah kepercayaan trust, kerjasama cooperation, dan solidaritas solidarity. 18 Unsur-unsur modal sosial yang dikaji pada kedua kategori tersebut baik kategori struktural aturan, peranan, dan jejaring, maupun kategori kognitif kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas keduanya tentu saling terkait di dalam praktik kehidupan sehari-hari. Walaupun unsur modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati di dalamnya, mereka semua tetap datang dari hasil proses kognitif. Sementara aspek kognitif tidak dapat diamati karena berada dalam pikiran, namun keduanya secara intrinsik saling terkait. Dua kategori dari modal sosial ini tentu memiliki ketergantungan yang sangat tinggi, bentuk yang satu mempengaruhi bentuk yang lain. Keduanya mempengaruhi perilaku hingga mekanisme terbentuknya harapanekspektasi. Kedua bentuk fenomena ini terkondisikan oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, zeitgeist [semangat pada masawaktu tertentu], dan pengaruh-pengaruh lainnya. Kedua bentuk modal sosial struktural dan kognitif pada akhirnya adalah persoalan mental. Peran dan aturan yang dituliskan barangkali bersifat objektif, namun peran, aturan, dan bahkan sanksi itu pun keberhasilannya juga akan tergantung pada efektivitas proses kognitif mereka. Dalam pengelolaan dukuh, aturan, peranan, dan jejaring, bersifat memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan, khususnya dalam menurunkan biaya transaksi, melahirkan pola-pola interaksi yang membuat hasil produktif dari kerjasama dapat diprediksi dan lebih bermanfaat. Sedangkan pemikiran dalam kategori kognitif kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas mempengaruhi orang-orang ke arah tindakan kolektif yang saling menguntungkan. Unsur-unsur yang membentuk modal sosial kognitif adalah salah satu yang dapat merasionalkan perilaku kerjasama dan membuatnya menjadi sesuatu yang lebih dihargai. Kelembagaan formal maupun informal dengan segala aturan, peranan, dan interaksi jaringan formal maupun informal serta kepercayaan, kerjasama dan solidaritas yang tersebar di dalam populasikomunitasmasyarakat pemilikpengelola dukuh dapat memberikan energi dan menunjukkan bagaimana seseorang dapat memperoleh hasil dan manfaat darinya sekaligus memperkuat modal sosial. Semakin kuat modal sosial pada masyarakat, maka tentu akan semakin baik pula upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan 19 pengelolaan untuk mempertahankan performansi dukuh karena meningkatnya ekspektasi harapan akan aliran manfaat yang dapat mereka produksi bersama- sama. Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang telah dibuat, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut. Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian.

3.2 Definisi Operasional

Beberapa variabel dalam penelitian ini secara garis besar dapat tergambar pada definisi operasional sebagai berikut: 1. Kepercayaan trust adalah rasa percaya dalam berhubungan dengan orang lain yang dimiliki warga masyarakat dalam mempersepsikan seseorang berdasarkan perasaan dan kondisi yang dialami. Kepercayaan diukur dari kepercayaan terhadap pengetahuan warga tentang manfaat dukuh dan fungsi aturan, serta kepercayaan terhadap kemampuan kerjasama warga untuk mengelola dan melestarikan dukuh, sebagaimana pada Tabel 2. 2. Kerjasama cooperation adalah cara tindakan bersama dengan orang lain untuk kebaikan bersama dalam proses saling membantu di antara sesama warga komunitas untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama diukur dari Performansi Dukuh Aturan Rules Solidaritas Solidarity Jaringan Networks Peranan Roles Modal Sosial Kerjasama Cooperation Kepercayaan Trust Kognitif Struktural 20 tingkat kerjasama dalam kegiatan lingkungansosial kemasyarakatan warga dan tingkat kerjasama warga komunitas dalam kegiatan pengelolaan dukuh, sebagaimana pada Tabel 2. 3. Solidaritas solidarity adalah aktivitaskegiatan yang dilakukan dengan membantu orang lain di luar kelompokkomunitas sehingga turut mendukung dalam pengelolaan dan pelestarian dukuh. Solidaritas diukur dari tingkat pelibatan tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pengelolaan dukuh, serta intensitas membagikan hasil panen secara cuma-cuma kepada tetanggawarga yang tidak memiliki dukuh, sebagaimana pada Tabel 2. 4. Aturan rules adalah ketentuan yang berlaku baik yang tersirat maupun yang tersurat yang berlaku dalam kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku. Aturan diukur dari tingkat pemahaman dan tingkat pelanggaran warga komunitas dukuh terhadap aturan yang berlaku baik aturan tertulis peraturan per UUan maupun aturan tidak tertulis norma-norma dalam pengelolaan dukuh, sebagaimana pada Tabel 2. 5. Peranan roles adalah perilaku penting dari kedudukan yang terkait dengan fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang tertentu dalam kegiatan pengelolaan dukuh. Peranan yang diteliti adalah peranan para tokoh baik formal maupun informal dalam mendukung pengelolaan dan pelestarian dukuh , yang diukur dari tingkat peranan tokoh agama, tokoh adat, kepala desa, dan camat, sebagaimana pada Tabel 2. 6. Jaringan sosial social networking adalah pola pertukaran dan interaksi sosial yang menggambarkan hubungan antar masyarakat. Jaringan sosial diukur dari tingkat keterbentukan kelompoklembaga formal, intensitas kunjunganpertemuan dg keluarga, tetangga, anggota komunitas, dan dengan kelompok atau komunitas lain serta tingkat kepadatan organisasi yg diikuti, sebagaimana pada Tabel 2. 7. Performansi dukuh adalah kondisikeadaanbentuktampilankenampakan performa dukuh yang dikelola oleh komunitas pemilik dukuh, yang diukur dari kerapatan tumbuhan, produktivitas, keberlanjutan sustainabilitas, keadilan equitabilitas, dan efisiensi, sebagaimana pada Tabel 2.