4 Sebaliknya semakin baik performansi dukuh maka akan semakin menguatkan
modal sosial masyarakat karena meningkatnya ekspektasi harapan akan aliran manfaat yang dapat mereka produksi bersama-sama. Dengan demikian maka
dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana tingkat modal sosial dalam mendukung pengelolaan dukuh?
b. Bagaimana hubungan antara modal sosial dengan performansi dukuh?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk: a. Mengidentifikasi tingkat modal sosial dalam pengelolaan dukuh.
b. Menjelaskan hubungan antara modal sosial dengan performansi dukuh.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil dan informasi yang berguna secara akademis dalam mengembangkan kajian sosial kehutanan yang
terkait dengan modal sosial masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan sebagai salah satu strategi pembangunan kehutanan masyarakat berkelanjutan.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan korelasi yang signifikan antara modal sosial
masyarakat dalam pengelolaan dukuh terhadap performansi dukuh di Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Modal Sosial
Secara umum, konsep modal sosial dikembangkan oleh dua aliran utama, yaitu kelompok ahli sosiologi-antropologi serta kelompok ahli politik dan
ekonomi kelembagaan. Para ahli tersebut memiliki beragam definisi tentang apa yang mereka maksudkan dengan modal sosial, walaupun secara hakikat tidak
terdapat perbedaan yang mendasar. Pandangan sosiologis melihat aktor dan tindakan sosial dikendalikan oleh norma sosial, aturan, dan jaminan. Modal sosial
menjelaskan tindakan di dalam konteks sosial dan menjelaskan cara tindakan dibentuk, dihambat, dan dialihkan oleh konteks sosial itu. Pandangan ekonomis
melihat aktor sebagai pemilik tujuan yang dapat mencapai tujuannya secara bebas, keseluruhan
yang mendahulukan
kepentingan sendiri
dalam prinsip
memaksimalkan keuntungan Siregar 2004. Bourdieu 1970, mendefinisikan modal sosial sebagai sumberdaya aktual
dan potensial yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan
perkenalan timbal balik atau dengan kata lain: keanggotaan dalam kelompok sosial yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif.
Dalam pengertian ini modal sosial menekankan pentingnya transformasi dari hubungan sosial yang sesaat dan rapuh, seperti pertetanggaan, pertemanan, atau
kekeluargaan, menjadi hubungan yang bersifat jangka panjang yang diwarnai oleh perasaan kewajiban terhadap orang lain. Bourdieu 1970 juga menegaskan
tentang modal sosial sebagai sesuatu yang berhubungan satu dengan yang lain, baik ekonomi, budaya, maupun bentuk-bentuk social capital modal sosial
berupa institusi lokal maupun kekayaan sumberdaya alam lainnya. Pendapatnya menegaskan tentang modal sosial yang mengacu pada keuntungan dan
kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu seperti paguyuban, kelompok arisan,
atau asosiasi tertentu Damsar 2009. Adapun James Coleman 1988, mendefinisikan modal sosial berdasarkan
fungsinya, yaitu bahwa modal sosial sebagai varian entitas yang terdiri dari
6 beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari para pelakunya, apakah
dalam bentuk individu atau kelompokorganisasi dalam suatu struktur sosial. Ia juga menjelaskan bahwa modal sosial adalah aspek-aspek dari struktur hubungan
antara individu-individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa modal sosial sebagai sesuatu yang
memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut. Dalam pengertian ini, bentuk-
bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan
secara tepat dan melahirkan kontrak sosial. Beberapa tambahan pengertian misalnya bersumber dari hasil konferensi yang dilakukan oleh Michigan State
University, Amerika Serikat, tentang modal sosial dapat didefinisikan pengertian modal sosial sebagai “simpati atau rasa kewajiban yang dimiliki seseorang atau
kelompok terhadap orang lain atau kelompok lain yang mungkin bisa menghasilkan potensi keuntungan dan tindakan preferensial, dimana potensi dan
preferensial itu tidak bisa muncul dalam hubungan sosial yang bersifat egois”. Berbeda dengan Bourdieu 1970 dan James Coleman 1988 di atas,
menurut Ostrom 1992, modal sosial adalah kemampuan suatu komunitas merajut institusi atau pranata. Lebih lanjut Ostrom menjelaskan bahwa melalui
serangkaian pengalamannya yang cukup luas dalam mengkaji proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang menyatakan bahwa modal sosial
merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu proyek pembangunan. Ostrom menitikberatkan pada rajutan institusi atau pranata. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan institusi atau pranata adalah seperangkat aturan yang digunakan secara aktual oleh sekelompok individu atau komunitas untuk mengorganisasikan
tindakan yang berulang-ulang yang menghasilkan suatu luaran yang mempengaruhi kelompok individu tersebut dan juga sangat potensial untuk
mempengaruhi orang lain. Kesimpulannya, institusi adalah seperangkat aturan yang berlaku atau digunakan dan dijadikan sebagai acuan berperilaku.
Berbeda dengan Ostrom 1992, rumusan konsep modal sosial menurut Putnam, Leonardi dan Nonetti 1993, adalah bahwa modal sosial mengacu pada
aspek-aspek utama dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma-norma, dan