Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

besar limbah N dan P yang terbuang ke perairan. Hubungan produksi dan limbah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Estimasi Limbah N dan P dari Hasil Kegiatan Tambak Udang pada Berbagai Kapasitas Produksi Produksi kgperha Limbah Nitrogen kgperha Phosphor kgperha 500 6.3 – 10.5 0.9 -1.8 1000 12.6 – 21.0 1.8-3.6 2000 25.2-42.0 3.6-7.2 3000 37.8-63.0 5.4-10.8 4000 50.4-84.0 7.2-14.4 Sumber : Boyd 1999 Residu limbah budidaya tambak kini semakin diperhatikan karena dianggap menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha budidaya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan makin intensifnya pemberian pakan, akan menyebabkan besaran limbah budidaya tambak akan meningkat. Peningkatan terus menerus besaran limbah ditengarai menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan budidaya dan perairan sekitarnya. Pelepasan N dan P dari berbagai jenis pakan komersil yang beredar untuk budidaya udang belum jelas informasinya. Semakin rendah kualitas pakan dicirikan dengan ketahanannya dalam air maka akan semakin besar hara N dan P yang terlepas ke dalam lingkungan. Dalam pengendalian limbah ini dapat dilakukan dengan perbaikan mutu pakan yang digunakan atau melalui pengaturan peredaran pakan dalam rangka pengelolaan lingkungan budidaya, lahan, dan perairan. Pengelolaan seperti ini sesuai dengan cara budidaya ikan yang baik CBIB yang telah diterbitkan pemerintah Sukadi, 2010. Disini terlihat bahwa terdapat kondisi dimana proses produksi budidaya udang dan ikan menghasilkan dua output yang selalu dihasilkan bersamaan yaitu udang sebagai produk target produk yang diinginkan sebagai good output dan limbah sisa pakan yang tidak dikonsumsi sehingga unsur hara N dan P terlepas ke lingkungan. Dengan demikian polutan nitrogen dan phosphor merupakan output yang tidak diinginkan sebagai bad output. Dan semua output ini dihasilkan secara bersamaan dan adanya saling ketergantungan, sehingga bila ingin menghilangkan limbah hanya dapat dilakukan dengan tidak melakukan produksi. Pengendalian penyakit sebagai salah satu penyebab menurunnya produktivitas, sudah dilakukan oleh pemerintah melalui teknologi perbenihan panti benih hatchery yang menghasilkan benih bebas penyakit, memperbaiki lingkungan perairan tambak dengan sistem tertutup dan penggunaan teknologi bioremediasi yakni memasukkan bakteri bermanfaat probiotik atau bioflok ke dalam perairan budidaya yang mampu memanfaatkan limbah organik serta teknologi plastikisasi yaitu pelapisan dasar tambak dengan plastik HDE High Density Polyethylen sehingga memutuskan interaksi kimiawi sisa pakan dengan dasar tambak. Upaya pengendalian penyakit ini bagi pembudidaya tambak merupakan biaya yang harus dibayarkan sebagai penambah biaya produksi atau dapat sebagai pengurang pendapatan untuk mempertahankan tingkat produksi tetap. Dengan demikian perlu dikaji lebih lanjut, seberapa besar pengaruh limbah sisa pakan yang tidak dikonsumsi terhadap keberhasilan produksi yang diindikasikan dengan tingkat efisiensi. Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan akibat adanya limbah organik, sehingga biaya terkait dengan limbah merupakan pengurang pendapatan apabila limbah dianggap sebagai output yang tidak diinginkan atau sebagai penambah biaya produksi apabila limbah dianggap sebagai input yang tidak diinginkan Shaik et al, 2002. Keberadaan hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyaring alami biofilter limbah buangan tambak, sehingga limbah organik dari hasil kegiatan pertambakan tidak semuanya menjadi beban limbah air laut, tetapi dapat dieliminir oleh hutan mangrove tersebut. Menurut Robertson dan Phillips 1995 dalam Rustam 2005, bahwa setiap hektar tambak udang intensif dan semi intensif dibutuhkan masing-masing 7.2 ha dan 2.4 ha hutan mangrove untuk menyerap nitrogen N dan untuk menyerap phosphor P dari hasil buangan limbah tambak dibutuhkan hutan mangrove 21.7 ha dan 2.8 ha. Selanjutnya menurut Kautsky, et al. 1997 dalam Rustam 2005 untuk mendukung usaha budidaya secara intensif agar tetap lestari, maka dalam 1 m 2 luas tambak diperlukan luas mangrove minimal 9.6 m 2 untuk menyerap limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan budidaya. Namun faktanya, banyak hutan mangrove dialih-fungsikan menjadi tambak, dan tidak menyisakan hutan mangrove untuk difungsikan sebagai biofilter. Dengan demikian, apakah keberadaan hutan mangrove dapat meningkatkan efisiensi produksi budidaya tambak? Sehingga program rehabilitasi mangrove melalui penanaman kembali bibit mangrove di lahan terbuka areal pertambakan dapat diharapkan memulihkan produksi budidaya tambak terutama udang. Tabel 3. Perbandingan Tindakan Usaha di Negara Maju dan Negara Berkembang Terkait dengan Kontribusi Proses Produksi Terhadap Limbah KOMPONEN NEGARA MAJU NEGARA BERKEMBANG 1. Skala operasi produksi Unit industri Unit rumah tangga 2. Faktor-faktor produksi Teknologi Modal manusia Kapital Modal sosial modal manusia dan kapital 3. Intensitas Padat modal Padat karya 4. Harga bayangan output yang tidak diinginkan Peraturan lingkungan ketat dipantau, disposibilitas lemah Tidak ada peraturan lingkungan, disposibilitas kuat Sumber : Van Ha et al 2008 Limbah budidaya tambak sudah merupakan masalah lingkungan, karena sudah mempengaruhi proses produksi dan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas tambak. Untuk mengurangi limbah diperlukan upaya mengubah perilaku berpolusi dari para pembudidaya tambak. Agar perilaku berpolusi dapat dikendalikan, diperlukan peraturan yang mengikat dan dipatuhi sehingga tujuan mengurangi limbah dapat tercapai. Ada perbedaan tindakan antara negara maju dan negara berkembang terkait dengan masalah lingkungan, seperti tercantum pada Tabel 3. Peraturan lingkungan di Kabupaten Karawang sudah ada dengan hadirnya lembaga pemerintah seperti Badan Pengelola Lingkungan Hidup BPLH, namun masih berupa himbauan dan belum mengikat sehingga tingkat kepatuhan terhadap peraturan tersebut masih rendah. Kondisi ini masih memberikan peluang bagi pembudidaya tambak untuk membuang limbahnya dengan bebas ke perairan umum pada saat penggantian air atau pemanenan. BPLH Kabupaten Karawang hanya memiliki kewenangan menghimbau para pemilik industri pabrik yang dalam proses produksinya diduga mengeluarkan limbah beracun ke sungai-sungai pembuangan. Sementara masyarakat petani dan pembudidaya belum terkena himbauan terkait dengan pembuangan limbah ke lingkungan. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Berapa tingkat efisiensi produksi usaha tambak dalam lingkungan perairan yang telah tercemar limbah organik ? dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi produksi usaha tambak ? 2. Berapa kerugian akibat limbah organik terhadap efisiensi produksi tambak? dan Apakah keberadaan mangrove mempengaruhi efisiensi produksi tambak? 3. Berapa tingkat produktivitas usaha tambak dalam lingkungan yang telah tercemar limbah organik dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produktivitas faktor total?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh polutan limbah tambak udang windu dan ikan bandeng terhadap efisiensi produksi dan produktivitas faktor total usaha tambak di Pesisir Utara Kabupaten Karawang. Secara spesifik tujuan operasional penelitian ini adalah, 1. Mengestimasi efisiensi produksi tambak di Kabupaten Karawang secara teknis, alokatif maupun secara ekonomis, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi produksi tambak. 2. Mengestimasi pengaruh polutan nitrogen, phosphor, bahan organik dan keberadaan mangrove terhadap efisiensi produksi tambak dan mengukur besaran biaya kerugian yang ditimbulkan polutan. 3. Mengestimasi produktivitas faktor total usaha tambak di Kabupaten Karawang dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas tambak. 1.4 Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan : 1. Dapat mengetahui efisiensi produksi budidaya tambak terkait dengan kehadiran polutan nitrogen, phosphor dan bahan organik, sehingga dapat menjadi pijakan dalam pengambilan keputusan pemerintah daerah, dalam upaya peningkatan teknologi usaha tambak sehingga peningkatan produktivitas tambak dapat tercapai. 2. Berguna bagi pengambilan keputusan terutama pemerintah daerah dalam merumuskan strategi kebijakan pengembangan usaha tambak dengan sasaran meningkatkan efisiensi produksi dan produktivitas tambak. 3. Dapat memberikan informasi dan sebagai bahan referensi kepada semua pihak terutama kepada penelitian yang menelaah kasus serupa.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan kasus budidaya tambak di Kabupaten Karawang, dengan responden usahatani tambak di sembilan kecamatan pesisir, yang terkait dengan pola teknologi tambak, kondisi mangrove, kondisi pencemaran perairan, dan keikutsertaannya dalam program SAFVER. Fokus penelitian pada aspek produksi dan efisiensi produksi budidaya udang dan ikan bandeng terkait dengan polutan yang dihasilkannya selama proses produksi, sehingga ruang lingkup penelitian meliputi analisis efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi stochastic frontier. Variabel polutan dan mangrove dapat mempengaruhi efisiensi produksi usaha tambak ikan bandeng dan udang windu, dan diduga dapat sebagai sumber inefisiensi. Melalui dual price fungsi produksi Cobb Douglas dapat diketahui efisiensi ekonomi dan efisiensi alokatif usaha tambak. Adanya inefisiensi teknis menyebabkan terjadi faktor kehilangan produksi dan kerugian biaya yang terbuang, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung biaya kerugian akibat polutan dan harga bayangan polutan. Keterbatasan penelitian ini adalah cakupan penelitian hanya pada pembudidaya ikan bandeng dan udang windu, dengan pola budidaya monokultur dan polikultur. Udang windu disetarakan dengan ikan bandeng melalui perbedaan harganya, sehingga diasumsikan usaha tambak menghasilkan output tunggal ikan bandeng. Sumber limbah yang dihitung berasal dari kegiatan budidaya ikan bandeng usaha tambak responden melalui keseimbangan nutrisi, dan mengabaikan sumber limbah lain seperti buangan polutan dari sampah domestik, pertanian, kawasan industri, rumah sakit dan lain-lain. Keberadaan mangrove ditangkap dengan menggunakan variabel dummy.Terdapat empat tempat keberadaan mangrove yaitu mangrove di hamparan tambak, di tanggul, di saluran air tambak dan di pantai. Kemampuan manajerial pembudidaya tambak ditangkap melalui indeks skill yang dibangun dari 4 unsur yaitu umur, pengalaman, sekolah formal dan frekuensi penyuluhanpelatihan. Faktor penunjang ditangkap melalui indeks fasilitas yang terdiri dari 5 unsur yaitu dummy irigasi, jarak tambak ke pantai, jalan produksi, fasilitas listrik dan sistem penjualan. Sumber data menggunakan data primer dan cross section sehingga pola tanam yang teramati hanya satu siklus budidaya tambak.

1.6 Kebaharuan Penelitian

Penelitian tentang efisiensi produksi berbagai komoditas telah banyak dilakukan, namun kajian tentang efisiensi dalam bidang perikanan masih terbatas, dan kajian efisiensi terkait dengan pencemaran lingkungan masih dalam kategori langka. Penelitian ini melengkapi keterbatasan kajian tentang efisiensi usaha tambak terkait dengan lingkungan yang tercemar limbah. Kajian tentang efisiensi teknik tambak telah dilakukan oleh Damanhuri 1985 menganalisis efisiensi relatif, Suyasa 1989 dengan menggunakan model tingkat produksi, Gunaratne dan Leung 1996 menganalisis efisiensi dengan fungsi meta-produksi frontir, Tajerin 2007 menganalisis efisiensi teknis dengan fungsi produksi stochastic frontier, Vu Tung 2010 menggunakan pendekatan DEA menganalisis efisiensi teknis budidaya udang ekstensif. Hasil skor efisiensi teknis diregresikan dengan variabel yang berpengaruh terhadap efisiensi. Penelitian yang menganalisis faktor lingkungan seperti limbah antara lain Johnsen 1993, Martinez Cordero 2003, Reddy 2004, Marklund 2004, Rustam 2005, Widiyanto 2006, Abubakar 2008 mengkaji produktivitas