Tingkat Efisiensi Produksi Usaha Tambak
menunjukkan bahwa keberadaan mangrove mampu meningkatkan efisiensi teknis terutama pada mangrove di saluran air dan pantai yang berhubungan langsung
dengan aliran air laut dari pantai ke tambak atau sebaliknya. Sebanyak 75 – 84 persen usaha tambak baik monokultur maupun polikultur berada pada tingkat
efisiensi lebih besar dari 70 persen. Dengan memiliki dan memelihara mangrove pada areal tambaknya secara langsung menjaga kualitas air yang digunakan untuk
media budidaya ikan dan udang. Kualitas air yang membaik akan menjaga kesehatan ikan dan udang yang dibudidaya, ikan dan udang yang sehat akan
merespon pakan yang diberikan, pada gilirannya akan meningkatkan produksi ikan dan udang saat dipanen. Sementara lahan yang terbuka tanpa mangrove
memiliki kisaran efisiensi 40 – 60 persen pada usaha tambak monokultur sedangkan pada polikultur dapat mencapai efisiensi tinggi 70 – 90 persen.
Meskipun demikian usaha tambak yang bermangrove yang mencapai efisiensi tinggi ada 58 persen sementara yang terbuka hanya ada 25 persen. Dengan
Tabel 28.
Persentase Sebaran Usaha Tambak Yang Memiliki Mangrove Berdasarkan Sebaran Efisiensi Teknis Di Kabupaten Karawang
Persentase Sebaran TE
Monokultur Polikultur
Persentase TE rata-
rata Keberadaan
Mangrove Terbuka
Persentase TE rata-rata
Keberadaan Mangrove
Terbuka 30 - 39
- 38.0
2,33 -
40 - 49 48.6
1.82 - -
- 50 - 59
56.6 1.82
- - -
60 - 69 66.4
1.82 12.73
- - -
70 - 79 76.4
5.45 76.3
4.44 4.65
80 - 89 86.4
38.18 1.82
87.1 25.58
2.33 90 - 100
92.9 36.36
93.7 58.14
2.33 81.82
18.18 90.49
9.30 Rata-rata 84.1
88.9 Maksimum 97.3
97.4 Minimum 48.6
38.0 Rata-rata
86.2 Maksimum
97.4 Minimum
38.0
demikian keberadaan mangrove di areal pertambakan dapat meningkatkan efisiensi teknis melalui penyerapan polutan sehingga kualitas air budidaya
semakin baik. Kualitas air yang membaik akan meningkatkan daya dukung lingkungan terhadap aktivitas ekonomi tambak. Sesuai dengan pendapat Kusmana
2009 bahwa perakaran mangrove berperan mengurangi materi tersuspensi dalam badan air, sehingga konsentrasi oksigen terlarut meningkat. Selain itu
mangrove dapat menyerap dan mengurangi bahan pencemar polutan dari badan air. Adapun tujuan restorasi hutan mangrove menurut Setyawan dkk. 2003
adalah mempertahankan keberlanjutan produksi sumberdaya alam khususnya perikanan dan kayu, melindungi kawasan pantai serta fungsi sosial budaya.
Keuntungan lain adalah meningkatkan kualitas dan kejernihan air dengan cara menyaring dan menjebak sampah dan sedimen yang terbawa dari sungai-sungai.
Variabel indeks skill bertanda positif signifikan pada taraf nyata 0.15 menunjukkan bahwa peningkatan indeks skill akan meningkatkan inefisiensi
teknis atau menurunkan efisiensi. Dengan demikian indeks skill ‘sedang’ lebih efisien daripada indeks skill yang ‘tinggi’ sebagaimana tercantum pada Tabel 29.
Indeks skill menggambarkan tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dalam mengelola manajemen budidaya tambak seperti kemampuan mengelola tanah
Tabel 29. Sebaran Indeks Skill Berdasarkan Sebaran Efisiensi Teknik Usaha Tambak Monokultur di Kabupaten Karawang, 2011
Persentase sebaran
TE Persentase
TE rata‐
rata Indeks
skill Jumlah
UT 1
‐5 Rendah
6 ‐10
Sedang 11
‐15 Tinggi
Persentase 40
‐ 49 48.6
1.82 1.82
1 50
‐ 59 56.6
1.82 1.82
1 60
‐ 69 66.4
1.82 3.64
9.09 14.55
8 70
‐ 79 76.4
1.82 3.64
5.45 3
80 ‐ 89
86.4 23.64
16.36 40.00
22 90
‐ 100 92.9
5.45 25.45
5.45 36.36
20 Persentase
7.27 56.36
36.36 100
Jumlah UT
4 31
20 55
tambak sebagai wadah budidaya, mengelola kualitas air dan sistem pengairan yang sangat tergantung pada pasang surut air laut, mengelola ikan dan udang yang
dibudidaya, mengelola pakan, pupuk, obat-obatan, dan memahami sistem pemasaran input - output. Banyaknya faktor-faktor yang harus dikuasai oleh
seorang petambak membutuhkan ketrampilan manajerial yang tinggi sehingga mampu bekerja melakukan kegiatan yang bernilai ekonomis dengan efektif dan
efisien dan menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi permintaan masyarakat. Evaluasi kinerja petambak dilihat dari produktivitas kerja yang di
pengaruhi oleh motivasi petambak, tingkat pendidikan dan pelatihan yang diterima.
Battese dan Coelli 1993 menyatakan bahwa umur petani padi bertanda positif terhadap inefisiensi teknis berarti petani berumur lebih tidak efisien
sebagai petani padi daripada petani yang lebih muda, sementara sekolah bertanda negatif, yang berarti bahwa petani padi yang sekolah lebih tinggi cenderung lebih
efisien. Hasil penelitian Singh et al 2009, bahwa pendidikan akan meningkatkan kemampuan manajerial skill termasuk efisien dalam penggunaan input, namun
pengalaman 10 tahun menyebabkan efisiensi turun dan tidak berpengaruh nyata. Begitu pula hasil penelitian Ekunwe Dan Emokaro 2009 bahwa umur dan
pengalaman bertanda positif menunjukkan variabel ini meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi, sementara pendididkan bertanda negatif akan
meningkatkan efisiensi. Pengalaman lima tahun dalam produksi catfish menyebabkan efisiensi turun. Rata-rata TE 85.4 persen, implikasi dalam jangka
pendek untuk meningkatkan produksi sebesar 14.6 persen adalah dengan mengadopsi teknologi dan teknik kinerja terbaik best practice, melalui
perbaikan teknik pemberian pakan yang memiliki elastisitas negatif. Pendidikan petani dapat merupakan kombinasi antara sekolah formal dan
sekolah lapangan seperti yang sedang dikembangkan pemerintah yaitu sekolah lapangan iklim di Indramayu yang melatih petani untuk mampu beradaptasi
terhadap perubahan iklim dan mampu mengantisipasi kehadiran perubahan iklim. Petambak sangat berkepentingan terhadap sekolah lapang sejenis karena sekolah
semacam ini lebih banyak melatih ketrampilan yang dapat langsung diterapkan dalam aktivitas bertambak.
Hal yang sama pada usaha tambak polikultur bandeng udang windu, sebagaimana tercantum pada Tabel 30, bahwa petambak yang indeks skill
‘sedang’ lebih efisien daripada petambak yang memiliki indeks skill tinggi. Dengan demikian skill manajerial yang dibutuhkan dalam usaha tambak
polikultur termasuk dalam kategori tenaga kerja semi yakni tenaga kerja yang
tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik saja tetapi sudah membutuhkan keahlian khusus dalam mengelola tambak.
Tabel 30. Sebaran indeks skill Berdasarkan Sebaran Efisiensi Teknik Usaha Tambak Polikultur di Kabupaten Karawang, 2011
Persentase sebaran
TE Persentase
TE rata‐
rata Indeks
skill Jumlah
UT 6
‐10 sedang
11 ‐15
tinggi
16 ‐20
sangat tinggi
Persentase 30
‐ 39 38.03
2.33 2.33
1 70
‐ 79 76.30
2.33 4.65
2.33 9.30
4 80
‐ 89 87.07
13.95 11.63
2.33 27.91
12 90
‐ 100 93.67
39.53 18.60
2.33 60.47
26 Persentase
58.14 34.88
6.98 100.00
Jumlah UT
25 15
3 43
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bertambak dapat melalui kelompok petambak untuk meningkatkan efisiensi usaha tambak bandeng. Terkait
dengan kelompok petambak adalah materi penyuluhan yang disampaikan melalui kelompok petambak. Materi penyuluhan memberikan informasi terkait dengan
perubahan teknis budidaya, perbaikan mekanisasi tambak dalam lingkungan perairan tercemar, penggunaan input baru dan unggul, jumlah input yang optimal
untuk menunjang peningkatan teknologi ramah lingkungan. Alih teknologi ini dapat berjalan bila PPL sesuai bidangnya aktif melakukan penyuluhan dan
pendampingan terhadap petambak anggota kelompok. Namun di lapangan, penyuluhan tidak berjalan semestinya sehingga tidak berpangaruh terhadap
efisiensi usaha tambak. Ketrampilan bertambak lebih banyak terasah karena pengalaman bertambak sehingga dapat menggantikan peran penyuluh.
6.5 Analisis Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi
Efisiensi teknis ditentukan oleh berbagai variabel faktor internal dan eksternal usaha tambak yakni perubahan teknologi yang tidak merubah proporsi
faktor produksi dan tidak merubah daya substitusi teknis antar input. Secara umum dikatakan bahwa Efisiensi teknis merupakan kemampuan usaha tambak
untuk menghasilkan output maksimum dari penggunaan input pada tingkat teknologi tetap. Sementara Efisiensi alokasi, termasuk efisiensi ekonomis,
bersumber dari perubahan intensitas faktor danatau perubahan harga relatif sehingga perubahannya tergantung atau dipengaruhi tingkat substitusi teknis
marjinal marginal rate of technical substitution, atau dapat dikatakan efisiensi penggunaan input dapat dicapai pada saat nilai produk marjinal NPM input sama
dengan harga inputnya. Nilai efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi dapat diukur dengan
menggunakan dual cost frontier secara analitis yang diturunkan dari fungsi produksi stokastik frontier dengan 6 variabel input. Distribusi frekuensi efisiensi
alokatif dan ekonomi pada usaha tambak monokultur bandeng tercantum pada Tabel
31 . Rata-rata efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis masing-masing adalah
0.841, 0.592 dan 0.489. Terdapat hubungan antara ketiga efisiensi bahwa rata- rata TE AE EE. Terlihat bahwa usaha tambak monokultur bandeng sudah
mencapai tingkat efisiensi teknis 84.1 persen namun efisiensi secara ekonomis masih rendah sebesar 48.9 persen, yang disebabkan efisiensi alokatif yang masih
rendah yaitu 59.2 persen. Ini menunjukkan bahwa dalam upaya petambak untuk mencapai laba atau keuntungan maksimumnya, alokasi biaya yang dikeluarkan
untuk input belum mencapai tingkat biaya minimalnya. Hal ini terjadi karena petambak umumnya sebagai penerima harga baik pada harga input maupun harga
jual produknya, dan tidak mempunyai kekuatan menawar dari harga yang diterimanya. Rendahnya efisiensi alokatif memungkinkan petambak untuk
mengoptimalkan kombinasi input yang dipakainya pada tingkat teknologi yang ada dan pada tingkat harga yang tersedia.
Tabel 31. Distribusi Efisiensi Teknis. Alokatif Dan Ekonomi Usaha Tambak Bandeng Monokultur Kabupaten Karawang 2011
Sebaran Efisiensi
Efisiensi Teknis
Persen Efisiensi Alokatif
Persen Efisiensi Ekonomi
Persen
0.20 ‐ 0.29 ‐
‐ 9
16.36 11
20,00 0.30 ‐ 0.39
‐ ‐
5 9.09
13 23.64
0.40 ‐ 0.49 1
1.82 11
20.00 8 14.55
0.50 ‐ 0.59 1
1.82 6
10.91 7 12.73
0,60− 0,69 8
14.55 7
12.73 7
12.73 0.70‐ 0.79
3 5.45
5 9.09
4 7.27
0.80 ‐ 0.89 22
40.00 2
3.64 3
5.45 0.90 ‐ 0.99
20 36.36
5 9.09
1 1.82
1.00 ‐ 1.35 ‐
‐ 5
9.09 1
1.82
Jumlah 55 100 55
100 55
100 Rata-rata
0.841 0.592
0.489