Karakteristik Mangrove dan Variabel Dummy

ditingkatkan sebesar 1 persen maka produksi bandeng akan meningkat sebesar 1.29 persen. Skala usaha return to scale yang dihasilkan berada pada nilai sekitar satu. yang artinya berada dalam kategori mendekati constan return to scale RTS=1. Pada kondisi ini petambak beroperasi pada daerah rasional II dimana terdapat posisi keuntungan maksimum. Dari Tabel 23 memperlihatkan bahwa variabel nener memiliki elastisitas sebesar 0.649. artinya apabila nener benih bandeng ditambah 10 persen maka produksi bandeng akan meningkat sebesar 6.49 persen. Angka ini menunjukkan bahwa produksi bandeng sangat responsif terhadap ketersediaan nener. atau dapat dikatakan bahwa nener merupakan faktor dominan dari produksi usaha tambak bandeng di Kabupaten Karawang. Tidak banyak petambak bandeng yang berfungsi sebagai pengepul nener penjual lokal benih bandeng. sehingga sebagian besar kebutuhan nener berasal dari luar daerah seperti dari Gondol Bali. Lampung atau Pulau Seribu dimana terdapat panti benih hatchery bandeng sehingga ketersediaannya menjadi terbatas. Sementara lahan tambak bandeng mencapai 13 405 hektar yang membutuhkan nener dalam jumlah besar setiap musim tanam. untuk dua kali tanam dalam setahun. Kebutuhan nener yang dapat dipenuhi pada tahun 2006 dan 2010 di Kabupaten Karawang. terjadi peningkatan sebesar 58 persen. sebagaimana tercantum pada Tabel 24. Tabel 24. Kebutuhan Nener untuk Tambak BandengKabupaten Karawang Pada Tahun 2006 dan 2010 Jumlah Kebutuhan Nener ekor Laju Pertumbuhan Kecamatan 2006 2010 Batujaya 7 936 12158 53.20 Cibuaya 5 965 8992 50.74 Cilamaya Kulon 400 1037 159.46 Cilamaya Wetan 4 925 7737 57.11 Cilebar 2685 4544 69.22 Pakisjaya 18094 27691 53.04 Pedes 2805 6801 142.45 Tempuran 4163 5737 37.80 Tirtajaya 20053 31794 58.55 Jumlah 67025 106489 58.88 Sumber: Dinas Perikanan Dan peternakan Kabupaten Karawang 2006 dan 2010 Kebutuhan nener setiap tahun dapat diprediksi melalui produksi bandeng setahun sebesar 15 980 ton bandeng ukuran konsumsi Tabel 10. Umumnya daya hidup nener mulai ditebar sampai ukuran konsumsi sebesar 80 persen dengan masa pemeliharaan 6 bulan, sehingga dapat diketahui jumlah nener yang dibutuhkan adalah 10080 x 15 980 000 x 3ekor perkg = 59 925 375 ekor nener. Dengan demikian kebutuhan nener setiap bulan adalah sekitar 5 juta ekor nener. Bila padat penebaran nener yang digunakan sebesar 5000 ekor perha Tabel 1. maka setiap bulan hanya dapat mengisi sekitar 1000 hektar tambak dari potensi tambak 13405 hektar. Dengan demikian kebutuhan nener pada Tabel 22, menunjukkan baru sekitar 2 persen yang dapat dipenuhi. Harga jual nener bervariasi tergantung kepada umur dan ukuran nener. Nener yang baru datang dari panti benih ukurannya serambut menggunakan istilah pengepul untuk beberapa ukuran nener dengan harga Rp. 15 perekor. Dalam waktu pemeliharaan 15 hari ukuran nener menjadi sedotan sekitar 1-2 cm harga naik menjadi Rp 50 – 60 perekor. Sampai dengan ukuran ramon dua jari, masa pemeliharaan 1 – 1.5 bulan harga nener mencapai Rp 200 perekor. Umumnya nener memiliki tingkat daya hidup survival rateyang tingga sebesar 80 persen. Jadi dari 100 ekor nener yang ditebar diharapkan yang dapat terus hidup sampai panen sebanyak 80 ekor. Sehingga petambak dapat memperkirakan jumlah bandeng yang akan dipanen setelah pemeliharaan 6 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi. Padat tebar nener sangat ditentukan pola budidaya yang digunakan dan tingkat teknologi tambak. Jumlah Nener yang padat membutuhkan sejumlah pakan untuk pertumbuhan nener sampai ukuran konsumsi dan membutuhkan kandungan oksigen yang cukup untuk tumbuh. Sehingga ketiga komponen tersebut menjadi ciri pembeda antara teknologi tradisional dan teknologi intensif. Pola budidaya monokultur bandeng di Kabupaten Karawang umumnya menggunakan teknologi tradisional karena padat tebar nener 2000 - 5000 ekor perhektar termasuk kategori kepadatan rendah sampai sedang, tanpa kincir air dan jumlah pakan yang diberikan merupakan pakan tambahan setelah umur bandeng 50 – 60 hari pemeliharaan. Pola budidaya polikultur ikan bandeng-udang windu merupakan perbaikan teknologi tradisional dengan tambahan pemeliharaan udang windu digabungkan dengan bandeng sehingga jumlah pakan lebih tinggi daripada pola budidaya monokultur. Faktor dominan pada usaha tambak bandeng di Kabupaten Karawang adalah nener dengan elastisitas sebesar 0.649. Hasil penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh Zulkarnaen 2004 bahwa nener menduduki faktor dominan dalam usaha tambak bandeng dengan elastisitas nener sebesar 0.324 diikuti pakan dan lahan tambak. Peningkatan produksi akibat penambahan benih akan lebih baik lagi jika didukung oleh mutu benih yang terjamin. Suyasa 1989 menggunakan model produksi yang dinamai tingkat produksi ditentukan oleh benur, luas tambak, pupuk, obat-obatan, pakan tambahan, potas, tenaga kerja. Kesimpulan yang diperoleh menunjukkan bahwa peranan benur dalam budidaya tambak menempati posisi teratas diikuti tenaga kerja dan modal. Hasil penelitian Sumarno 2001 faktor-faktor produksi benur, pakan, pupuk, obat-obatan, bahan bakar minyak, tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi tambak. Secara parsial benih dan pakan berpengaruh nyata terhadap produksi. Penggunaan faktor faktor produksi tersebut pada pola swadana maupun pola kerjasama belum efisien. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Gunaratne dan Leung 1996 menganalisis efisiensi teknis menggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Diantara faktor produksi seperti tenaga kerja, pakan, dan benur maka faktor yang lebih berpengaruh terhadap efisiensi adalah pakan. Faktor input penting lainnya adalah tenaga kerja dengan besaran elastisitas 0.290 dan diikuti urea sebesar 0.137. Tenaga kerja untuk seluruh kegiatan bertambak dari mulai penyiapan tambak, peneneran, pembesaran, kegiatan lorongan atau saluran dan pemanenan. Kegiatan tambak yang menggunakan tenaga kerja upah atau tenaga kerja luar keluarga, adalah pada kegiatan persiapan tambak terutama pengupasan dan pengangkatan lumpur dasar tambak dan pemanenan. Kegiatan persiapan tambak, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 5 – 8 orang perhektar tambak selama 2 – 3 hari, dengan upah Rp 50 000 perorang perhari. Kegiatan lain yang mebutuhkan tenaga kerja besar adalah saat panen dibutuhkan 5 – 12 orang perhektar. Aktivitas rutin harian usaha tambak dilakukan sendiri oleh penggarap seperti pemupukan, pemberian obat-obatan saponin, penebaran benih, pemberian pakan, dan penggantian air tambak. Pupuk dibutuhkan tidak saja oleh sektor pertanian tetapi juga sektor luar pertanian seperti perikanan, kehutanan dan perindustrian. Proyeksi kebutuhan pupuk di sektor perikanan terendah yakni 1,1 persen urea dan 14.8 persen pupuk organik Alimoeso, 2010. Sebagaimana di sawah, fungsi pupuk urea menyediakan unsur hara nitrogen yang dibutuhkan dalam menumbuhkan pakan alami seperti klekap. Pemberian urea dilakukan pada saat persiapan lahan setelah dilakukan pemberantasan hama. Pemupukan awal umumnya diberikan pupuk urea dan TSP dengan perbandingan 2:1, masing-masing sebanyak 100 kg perhektar urea dan 50 kg perhektar TSP. Klekap tumbuh di dasar tambak, sehingga pemberian urea ditujukan menyuburkan dasar tambak, dan dengan ketinggian air 15 cm sehingga sinar matahari sampai ke dasar tambak. Pupuk susulan dapat dilakukan beberapa kali untuk menjaga klekap dan pakan alami tetap tersedia. Input lahan tambak memiliki elastisitas sebesar 0.105 diikuti BBM dan terkecil adalah pakan. Lahan tambak responden secara umum didominasi luas tambak sebesar 1 – 5 ha dan 6 – 10 hektar masing-masing sebanyak 64.3 persen dan 26.5 persen. Menurut Damanhuri 1985 pembagian skala usaha berdasarkan luas lahan sebagai berikut: luas tambak kurang 2 hektar adalah luas usaha kecil, tambak 2 - 5 hektar adalah luas usaha sedang dan tambak lebih dari 5 hektar merupakan luas usaha besar. Pembagian skala usaha ini berlaku untuk budidaya udang windu dengan teknologi semi intensif dan intensif. Sementara untuk budidaya bandeng yang umumnya dikelola secara tradisional, pembagian skala usaha lebih longgar sehingga luas tambak yang dikelola dengan luas 1-5 hektar masih merupakan usaha kecil. Penguasaan tambak per rumahtangga petambak di Kabupaten Karawang rata-rata 3.43 ha dengan produktivitas bandeng 1200 kg perhektar pertahun. Perolehan ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Brebes yaitu perumahtangga petambak rata-rata menguasai 2.47 hektar dengan produktivitas bandeng 695 kg perhektar pertahun Nurjanah.2007. Bahan bakar minyak dan pakan masing-masing bertanda positif dengan besaran elastisitas 0.076 dan 0.035. Bahan bakar minyak yang digunakan umumnya bensin untuk menggerakkan sepeda motor sebagai sarana transportasi yang paling mudah di pematang tambak, yang menghubungkan tambak dengan akses lainnya. Lokasi tambak yang jauh dari pantai, sering kurang mendapatkan