Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tambak Bandeng

Pupuk dibutuhkan tidak saja oleh sektor pertanian tetapi juga sektor luar pertanian seperti perikanan, kehutanan dan perindustrian. Proyeksi kebutuhan pupuk di sektor perikanan terendah yakni 1,1 persen urea dan 14.8 persen pupuk organik Alimoeso, 2010. Sebagaimana di sawah, fungsi pupuk urea menyediakan unsur hara nitrogen yang dibutuhkan dalam menumbuhkan pakan alami seperti klekap. Pemberian urea dilakukan pada saat persiapan lahan setelah dilakukan pemberantasan hama. Pemupukan awal umumnya diberikan pupuk urea dan TSP dengan perbandingan 2:1, masing-masing sebanyak 100 kg perhektar urea dan 50 kg perhektar TSP. Klekap tumbuh di dasar tambak, sehingga pemberian urea ditujukan menyuburkan dasar tambak, dan dengan ketinggian air 15 cm sehingga sinar matahari sampai ke dasar tambak. Pupuk susulan dapat dilakukan beberapa kali untuk menjaga klekap dan pakan alami tetap tersedia. Input lahan tambak memiliki elastisitas sebesar 0.105 diikuti BBM dan terkecil adalah pakan. Lahan tambak responden secara umum didominasi luas tambak sebesar 1 – 5 ha dan 6 – 10 hektar masing-masing sebanyak 64.3 persen dan 26.5 persen. Menurut Damanhuri 1985 pembagian skala usaha berdasarkan luas lahan sebagai berikut: luas tambak kurang 2 hektar adalah luas usaha kecil, tambak 2 - 5 hektar adalah luas usaha sedang dan tambak lebih dari 5 hektar merupakan luas usaha besar. Pembagian skala usaha ini berlaku untuk budidaya udang windu dengan teknologi semi intensif dan intensif. Sementara untuk budidaya bandeng yang umumnya dikelola secara tradisional, pembagian skala usaha lebih longgar sehingga luas tambak yang dikelola dengan luas 1-5 hektar masih merupakan usaha kecil. Penguasaan tambak per rumahtangga petambak di Kabupaten Karawang rata-rata 3.43 ha dengan produktivitas bandeng 1200 kg perhektar pertahun. Perolehan ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Brebes yaitu perumahtangga petambak rata-rata menguasai 2.47 hektar dengan produktivitas bandeng 695 kg perhektar pertahun Nurjanah.2007. Bahan bakar minyak dan pakan masing-masing bertanda positif dengan besaran elastisitas 0.076 dan 0.035. Bahan bakar minyak yang digunakan umumnya bensin untuk menggerakkan sepeda motor sebagai sarana transportasi yang paling mudah di pematang tambak, yang menghubungkan tambak dengan akses lainnya. Lokasi tambak yang jauh dari pantai, sering kurang mendapatkan pasokan air laut, karena air laut pasang tidak sampai pada ujung saluran air tambak. Atau letak dasar tambak yang lebih tinggi dari saluran air, sehingga diperlukan pompa untuk memasukkan air dari saluran ke tambak dan sebaliknya. Pakan buatan pabrik pelet merupakan input dengan elastisitas terendah dibandingkan dengan input lainnya, bertanda positif dan signifikan. Ukuran pakan dan produksi digunakan rasio sebagai FCR food conversion rate. Umumnya tambak intensif menggunakan standar pakan dengan FCR 1.5 – 1.7 yang berarti untuk memproduksi bandeng 1 kg dibutuhkan pakan buatan 1.5 – 1.7 kg. Harga pakan yang mahal menyebabkan penggunaan pakan dilakukan sehemat mungkin sehingga rasio pakan selalu diusahakan mendekati satu. Berbeda dengan tambak tradisional, kepadatan nener yang rendah dapat dipenuhi dengan ketersediaan pakan alami melalui pemupukan, sehingga pakan buatan merupakan makanan tambahan. Pemberian pakan buatan umumnya diberikan setelah pemeliharaan bandeng 2 bulan sehingga rasio pakan FCR dibawah satu. Berdasarkan skala usaha tambak bandeng sebesar 1.29 yang berarti penambahan penggunaan input secara bersama-sama sebanyak 1 persen akan meningkatkan output bandeng sebesar 1.29 persen. Sehingga produktivitas bandeng dapat diharapkan meningkat dari 989.75 kg perhektar Tabel 18 menjadi 1002.52 kg perhektar. Bila melihat produksi rata-rata tambak Kabupaten Karawang yang mencapai 2.62 ton perhektar, maka produktivitas tambak bandeng ini baru mencapai 38.2 persennya. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Ratnawati 2010 rata-rata produksi tambak bandeng di Bulukumba Sulawesi Selatan sebesar 292.2 kg perhektar persiklus atau 584 kg perhektar pertahun. Hasil penelitian lelono 2010 di Sulawesi Tengah, produktivtas tambak perhektar pertahun mencapai 1.23 ton, sementara produktivitas tambak nasional telah mencapai 2.5 tonhatahun.

6.2 Tingkat Efisiensi Produksi Usaha Tambak

Sebagaimana telah dibahas dimuka bahwa fungsi produksi usaha tambak bandeng diduga secara langsung dipengaruhi oleh luas lahan tambak yang dikelola, jumlah nener yang ditebar, jumlah pakan yang dibutuhkan, jumlah pupuk urea yang dibutuhkan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah bahan bakar minyak. Semua variabel input berpengaruh positif terhadap produksi bandeng dan berpengaruh signifikan, sehingga penambahan input akan meningkatkan output yang dihasilkan. Kinerja terbaik dari proses produksi usaha tambak bandeng dalam mengubah 6 variabel input menjadi output bandeng maksimum yang dapat dihasilkan dengan menggunakan teknologi tetap monokultur atau polikultur, dapat dievaluasi melalui tingkat efisiensi tekniknya. Berdasarkan persamaan TE = exp -u i , dapat diperoleh efisiensi teknis masing-masing usaha tambak bandeng seperti tercantum pada Tabel 25 dan sebaran efisiensi teknis perrumah tangga petambak dapat dilihat pada Lampiran 2. Efisiensi teknis bernilai 0 ≤ TE ≤ 1. Usaha tambak yang memiliki nilai TE = 1 dikatakan telah efisien karena beroperasi pada produksi frontiernya, sementara usaha tambak dengan nilai TE 1 secara teknis tidak efisien karena penggunaan input yang sama menghasilkan output yang lebih rendah dari frontiernya. Usaha tambak yang tidak efisien dapat diperbaiki efisiensinya sehingga mendekati produksi frontiernya melalui perbaikan aspek non input yang biasanya disebut sebagai aspek manajerial input atau aspek lain yang mempengaruhi ketidakefisienan usaha tambak tersebut. Hasil evaluasi kinerja terbaik usaha tambak bandeng di Kabupaten Karawang memperlihatkan nilai sebaran efisiensi teknis minimum 0.380 dan maksimum 0.974, dengan rata-rata efisiensi teknis sebesar 0.862. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat efisiensi teknis yang dicapai usaha tambak bandeng sebesar 86.2 persen. Dalam jangka pendek tingkat efisiensi teknis usaha tambak bandeng dapat ditingkatkan sebesar 13.8 persen melalui penggunaan teknologi terbaik. Besaran 13.8 persen merupakan produksi yang hilang karena inefisiensi. Bila standar pencapaian efisiensi teknis 70 persen sudah diasumsikan sebagai kinerja usaha tambak monokultur bandeng yang efisien, maka jumlah usaha tambak yang memiliki kinerja efisien sebanyak 81.82 persen, dan sisanya masih terkendala inefisiensi teknis sebesar 18.18 persen. Jika usaha tambak monokultur bandeng yang telah mencapai kinerja efisiensi rata-rata dan berusaha untuk meningkatkan efisiensi maksimum, masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksinya sebesar 1 – 84.197.3 = 13.65 persen. Begitu juga dengan petambak bandeng yang memiliki kinerja dibawah rata-rata lebih kecil dari 84.1 persen, ingin mencapai efisiensi maksimum, dapat memanfaatkan peluang peningkatan produksi sebesar 1 – 48.697.3 diperoleh peluang sebesar 50 persen. Tabel 25. Distribusi Frekuensi Tingkat Efisiensi Usaha Tambak Kabupaten Karawang.2011 Persentase Sebaran TE MONOKULTUR POLIKULTUR TE rata- rata Jumlah Usaha Tambak Persen TE rata- rata Jumlah Usaha Tambak Persen 30 ‐ 39 - - - 38.0 1 2.32 40 ‐ 49 48.6 1 1.82 - - - 50 ‐ 59 56.6 1 1.82 - - - 60 ‐ 69 66.4 8 14.55 - - - 70 ‐ 79 76.4 3 5.45 76.3 4 9.30 80 ‐ 89 86.4 22 40.00 87.1 12 27.90 90 ‐ 100 92.9 20 36.36 93.7 26 60.46 55 100.00 43 100.00 Rata-rata 84.1 88.9 Maksimum 97.3 97.4 Minimum 48.6 38.0 Rata-rata 86.2 Maksimum 97.4 Minimum 38.0 Begitu pula dengan usaha tambak polikultur ikan bandeng - udang windu yang telah mencapai efisiensi teknis 70 persen sebanyak 97.67 persen, dan sisanya masih terkendala inefisiensi teknis sebesar 2.33 persen. Jika usaha tambak polikultur bandeng - windu yang telah mencapai kinerja efisiensi rata-rata dan berusaha untuk meningkatkan efisiensi maksimum, masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksinya sebesar 1 – 88.997.4 = 8.73 persen. Begitu juga dengan petambak polikultur bandeng- windu yang memiliki kinerja dibawah rata- rata lebih kecil dari 88.9 persen, ingin mencapai efisiensi maksimum, dapat peluang peningkatan produksi sebesar 1 – 3897.4 diperoleh peluang sebesar 60.9 persen. Menurut Suyanto dan Mujiman 2003 bahwa dalam usaha peningkatan produksi budidaya tambak dahulu mengenal panca upaya atau Panca Usaha Tambak, yaitu lima macam kegiatan pokok yang harus dilaksanakan agar usaha budidaya yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. Kelima macam kegiatan pokok tersebut adalah : 1. Perbaikan saluran pengairan 2. Pengolahan tanah 3. Perbaikan pupuk 4. Pemberantasan hama dan 5. Penyediaan benih yang cukup Sekarang untuk meningkatkan produksi tambak tidak hanya lima macam kegiatan pokok, melainkan sampai tujuh macam. Ketujuh macam kegiatan tersebut merupakan penyempurnaan dari lima macam kegiatan terdahulu. Ketujuh macam kegiatan pokok tersebut dinamakan Sapta Usaha Budidaya Tambak yang terdiri dari : 1. Konstruksi tambak 2. Pengaturan air 3. Pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberian pakan tambahan 4. Pemberantasan hama 5. Penebaran benih 6. Pemasaran hasil 7. Tatalaksana usaha Untuk dapat melaksanakan sapta usaha tambak yang telah disempurnakan yakni Cara Budidaya Ikan Yang Baik CBIB maka petambak harus mempunyai ketrampilan teknis yang tinggi karena berkaitan dengan pengelolaan yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat penggunaan input dan ketrampilan lainnya yang terbentuk dari pengalaman. Produksi bandeng dan udang windu masih dapat ditingkatkan untuk mencapai tingkat produksi maksimum, selain mengikuti CBIB juga melalui penggunaan benih yang bersertifikat bebas penyakit, perbaikan kualitas air, dan perbaikan mutu pakan. Kedua pola usaha tambak baik monokultur dan polikultur, secara umum telah mencapai efisiensi teknis tinggi yakni rata-rata efisiensi teknis mencapai 84 – 89 persen. Efisiensi teknis bernilai satu bila usaha tambak berada pada produksi frontiernya dimana produktivitas bandeng mencapai maksimum. Sebagaimana terlihat pada Tabel 26, semakin tinggi efisiensi teknis usaha tambak semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya. Produktivitas maksimum usaha tambak monokultur dicapai pada tingkat 10092.91286 kg perhektar = 1385 kg perhektar. Sedangkan pada usaha tambak polikultur, produktivitas maksimum dicapai pada tingkat 10093.71073 kg perhektar = 1145 kg perhektar. Tabel 26. Distribusi Produktivitas Bandeng Berdasarkan Tingkat Efisiensi Usaha Tambak Kabupaten Karawang.2011 Persentase Sebaran TE MONOKULTUR POLIKULTUR Persentase TE rata-rata Produktivitas Bandeng Persentase TE rata-rata Produktivitas Bandeng 30 - 39 - - 38.0 310 40 - 49 48.6 133.3 - - 50 - 59 56.6 400 - - 60 - 69 66.4 449.82 - - 70 - 79 76.4 366.67 76.3 566.56 80 - 89 86.4 805.76 87.1 986.70 90 - 100 92.9 1285.98 93.7 1072.55 Rata-rata 84.1 885.06 88.9 983.79 Maksimum 97.3 5036.00 97.4 2748.00 Minimum 48.6 133.33 38.0 136.43

6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inefisiensi Usaha Tambak Bandeng

Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglas melalui pendugaan dengan metode MLE Maximum Likelihood Estimation, diperoleh estimasi parameter faktor-faktor inefisiensi. Variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknik usaha tambak bandeng adalah aspek manajerial seperti indeks skill, dummy pola budidaya tambak, faktor lingkungan seperti polutan nitrogen, fosfor dan BOD serta dummy mangrove yang diduga mempengaruhi inefisiensi usaha tambak bandeng. Hasil fungsi inefisiensi ini merupakan hasil simultan yang diolah bersamaan dengan fungsi produksi usaha tambak, karena inefisiensi teknis ini merupakan error term dari fungsi produksi yang dimodelkan. Hasil analisis inefisiensi teknis tercantum pada Tabel 27. Koefisien yang bertanda negatif menunjukkan bahwa variabel tersebut menurunkan inefisiensi teknik atau meningkatkan efisien, dan sebaliknya tanda positif menunjukkan bahwa variabel tersebut akan mengurangi efisiensi teknik. Tabel 27. Hasil Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Usaha Tambak Kabupaten Karawang. 2011 Koefisien t-hitung Konstanta 0.121 0.283 Polutan Nitrogen kg perunit 0.001 2.648 Polutan Fosfor kg perunit ‐0.004 ‐2.552 Polutan BOD kg perunit ‐0.001 ‐0.559 Dummy Budidaya ‐0.171 ‐0.762 Dummy Mangrove ‐0.475 ‐1.943 Indeks Skill 0.036 1.042 Sumber : data primer diolah . Keterangan : = nyata pada taraf α =0.01; = nyata pada taraf α = 0.1 = nyata pada taraf α =0.05; = nyata pada taraf α = 0.15 Sebagaimana telah dijelaskan di atas pada Tabel 21 bahwa nilai sebesar 35 persen yang signifikan pada taraf nyata 0.15, menunjukkan bahwa 35 persen dari variasi hasil diantara petambak bandeng disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 65 persen disebabkan oleh pengaruh eksternal seperti iklim, serangan hama dan penyakit, pencemaran, kualitas air yang memburuk dan kesalahan dalam pemodelan. Ini menunjukkan bahwa pengaruh eksternal merupakan faktor yang signifikan di dalam variabilitas output. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi efisiensi usaha tambak bandeng di Kabupaten Karawang. Terdapat 6 variabel yang diduga dapat menjadi sumber inefisiensi teknis yaitu 1 faktor lingkungan yang terdiri dari polutan nitrogen, fosfor dan bahan organik BOD, 2 keberadaan mangrove sebagai variabel dummy di lingkungan pertambakan, 3 karakteristik petambak diagregatkan dalam indeks skill yang dibangun secara aditif dari skala umur, pengalaman, tahun sekolah,dan frekuensi penyuluhanpelatihan, 4 faktor budidaya melalui variabel dummy pola budidaya monokultur dan polikultur bandeng. Variabel inefisiensi yang memiliki tanda koefisien tidak sesuai dengan harapan yaitu polutan fosfor dan BOD bertanda negatif, yang diharapkan adalah positif sehingga menurunkan inefisiensi teknis. Indeks skill diharapkan bertanda negatif sehingga peningkatan variabel ini diduga akan mengurangi inefisiensi teknis, atau dapat meningkatkan efisiensi teknisnya, tetapi yang terjadi adalah bertanda positif. Sementara variabel lainnya sudah sesuai harapan yaitu polutan nitrogen bertanda positif, sementara dummy budidaya dan dummy mangrove bertanda negatif. Berdasarkan t-hitung ada 4 variabel yang mempengaruhi inefisiensi teknis secara nyata, yaitu polutan nitrogen dan fosfor berpengaruh nyata pada taraf α =1, dummy mangrove berpengaruh nyata pada taraf α =5 dan indeks skill berpengaruh nyata pada taraf α =15. Dengan demikian variabel polutan nitrogen, fosfor, dummy mangrove dan indeks skill merupakan penentu ketidakefisienan dalam usaha tambak bandeng. Dummy budidaya bertanda negatif sesuai harapan yang menunjukan bahwa pola budidaya dapat menurunkan inefisiensi dan meningkatkan efisiensi teknis usaha tambak. Pola polikultur ikan bandeng – udang windu bila dilihat dari tingkat teknologi budidaya tambak merupakan pengembangan teknologi tradisional bandeng, dengan membudidayakan dua spesies dalam satu lahan dan pemberian pakan tambahan. Variabel Dummy budidaya dengan D=1 adalah pola polikultur dan D=0 adalah pola monokultur, bertanda negatif berarti bila usaha tambak meningkatkan pola usaha tambaknya dari monokultur ke polikultur akan meningkatkan efisiensi teknisnya. Hal ini sesuai dengan Tabel 23 di atas, pola polikultur terdiri 43 unit RTP memiliki efisiensi teknis rata-rata 88.9 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pola monokultur 55 unit dengan efisiensi teknis rata-rata 84.1 persen. Pengaruh pencemaran terhadap efisiensi terlihat dari Tabel 27, dimana polutan nitrogen yang sangat berpengaruh terhadap inefisiensi dengan tanda koefisien positif, berarti bahwa bertambahnya jumlah polutan nitrogen akan meningkatkan inefisiensi atau akan menurunkan efisiensi usaha tambak bandeng. Namun berlawanan dengan polutan fosfor yang bertanda negatif dan signifikan, bersama dengan polutan bahan organik BOD, kedua polutan ini justru menurunkan inefisiensi atau meningkatkan efisiensi teknisnya. Penjelasan rinci terkait dengan polutan akan dibahas pada Bab terpisah. Secara alami polutan nitrogen, fosfor dan bahan organik dapat diserap melalui akar-akar mangrove yang tumbuh di pertambakan dan sekitarnya. Sebagaimana terlihat pada Tabel 28, sebaran mangrove di areal pertambakan menunjukkan bahwa keberadaan mangrove mampu meningkatkan efisiensi teknis terutama pada mangrove di saluran air dan pantai yang berhubungan langsung dengan aliran air laut dari pantai ke tambak atau sebaliknya. Sebanyak 75 – 84 persen usaha tambak baik monokultur maupun polikultur berada pada tingkat efisiensi lebih besar dari 70 persen. Dengan memiliki dan memelihara mangrove pada areal tambaknya secara langsung menjaga kualitas air yang digunakan untuk media budidaya ikan dan udang. Kualitas air yang membaik akan menjaga kesehatan ikan dan udang yang dibudidaya, ikan dan udang yang sehat akan merespon pakan yang diberikan, pada gilirannya akan meningkatkan produksi ikan dan udang saat dipanen. Sementara lahan yang terbuka tanpa mangrove memiliki kisaran efisiensi 40 – 60 persen pada usaha tambak monokultur sedangkan pada polikultur dapat mencapai efisiensi tinggi 70 – 90 persen. Meskipun demikian usaha tambak yang bermangrove yang mencapai efisiensi tinggi ada 58 persen sementara yang terbuka hanya ada 25 persen. Dengan Tabel 28. Persentase Sebaran Usaha Tambak Yang Memiliki Mangrove Berdasarkan Sebaran Efisiensi Teknis Di Kabupaten Karawang Persentase Sebaran TE Monokultur Polikultur Persentase TE rata- rata Keberadaan Mangrove Terbuka Persentase TE rata-rata Keberadaan Mangrove Terbuka 30 - 39 - 38.0 2,33 - 40 - 49 48.6 1.82 - - - 50 - 59 56.6 1.82 - - - 60 - 69 66.4 1.82 12.73 - - - 70 - 79 76.4 5.45 76.3 4.44 4.65 80 - 89 86.4 38.18 1.82 87.1 25.58 2.33 90 - 100 92.9 36.36 93.7 58.14 2.33 81.82 18.18 90.49 9.30 Rata-rata 84.1 88.9 Maksimum 97.3 97.4 Minimum 48.6 38.0 Rata-rata 86.2 Maksimum 97.4 Minimum 38.0 demikian keberadaan mangrove di areal pertambakan dapat meningkatkan efisiensi teknis melalui penyerapan polutan sehingga kualitas air budidaya semakin baik. Kualitas air yang membaik akan meningkatkan daya dukung lingkungan terhadap aktivitas ekonomi tambak. Sesuai dengan pendapat Kusmana