Fungsi Hutan Mangrove Sebagai Penyerap Limbah.

Dengan asumsi constant return to scale CRS, maka persamaan 3.1 dapat ditulis: , .......................................... 3.2 Asumsi CRS dibuat dengan catatan bahwa fungsi produksi itu sudah sangat efisien beroperasi pada skala optimal dimana PR PM dan PM=0 pada daerah dua dari fungsi produksi neoklasik. Fungsi produksi tersebut adalah homogen dearajat 1 jika penggunaan input ditingkatkan sebesar satu satuan, maka output juga akan meningkat dengan proporsi yang sama. Suatu fungsi produksi homogen derajat n akan menghasilkan suatu return to scale parameter dari suatu nilai n yang konstan. Asumsi CRS ini mengijinkan teknologi untuk dipresentasikan dengan menggunakan isoquant kombinasi dari berbagai input yang dapat digunakan untuk menghasilkan output yang sama, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2 berikut ini. Asumsi CRS ini dinyatakan secara eksplisit untuk menunjukkan bahwa pengukuran yang berorientasi input dan output adalah equivalen. Sumber : Coelli 1998 Gambar 3. Isoquan, Isocost, Efisiensi Teknis, Alokatif Dan Ekonomi Konsep efisiensi secara ringkas dapat dijelaskan dalam Gambar 3. Suatu usahatani menggunakan dua jenis input x 1 dan x 2 untuk memproduksi output tunggal y. Dengan asumsi constan return to scaleCRS, maka fungsi frontir dapat dicirikan oleh suatu unit isoquant yang efisien penuh sebagai kurva SS’. Jika usahatani menggunakan sejumlah input x 1 dan x 2 dititik P untuk memproduksi satu unit output y, Farrell mendefinisikan efisiensi teknis usahatani dengan rasio TE=OQOP. Q’ Q R O A’ P X1 y X2 y S S’ A Rasio ini mengukur proporsi aktual input x 1 dan x 2 yang dibutuhkan untuk memproduksi y. Jarak QP menggambarkan inefisiensi teknis, yang dinyatakan dengan rasio QPOP, yang menggambarkan persentase semua input yang dapat dikurangi. Jadi inefisiensi teknis sama dengan 1- OQOP = QPOP dimana rasio ini merupakan ukuran dari 1 pengurangan semua jumlah input x 1 dan x 2 secara proporsional tanpa menurunkan jumlah output y, dengan asumsi rasio input x 1 , x 2 tetap ; 2 kemungkinan pengurangan biaya dalam memproduksi y, dengan anggapan rasio input x 1 , x 2 tetap; dan 3 proporsi output yang dapat ditingkatkan dengan anggapan rasio input x 1 , x 2 tetap, karena adanya asumsi constan return to scale. Jika rasio harga input digambarkan sebagai garis isocost AA’, maka efisiensi alokasi dapat dihitung. Titik Q’ adalah titik biaya minimal untuk memproduksi output y, karena pada titik Q’ terjadi efisiensi secara alokatif dan teknis. Sedangkan titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien. Perlu diperhatikan bahwa biaya pada titik Q’ sama dengan biaya pada titik R, maka jarak RQ digambarkan mengurangi biaya produksi yang akan terjadi jika produksi di titik Q’. Pergerakan dari Q ke Q’ dapat menggambarkan rasio harga input sebesar RQOQ, rasio ini dapat mewakili persentasi pengurangan biaya. Maka efisiensi alokasi di titik P dapat didefinisikan sebagai rasio AE = OROQ. Sedangkan inefisiensi alokatifnya adalah 1 – OROQ = RQOQ Yang mengukur kemungkinan pengurangan biaya sebagai akibat dari penggunaan input dalam proporsi yang tepat. Dengan demikian total efisiensi ekonomi EE didefinisikan sebagai rasio EE=OROP. Dan total inefisiensi ekonomi adalah 1- OROP = RPOP. Yang mengukur kemungkinan penurunan biaya akibat pergerakan dari titik P titik yang diamati ke titik Q’ titik biaya minimum. Dengan kata lain produk yang efisien secara teknis dan alokatif berarti produk tersebut efisien ekonomik, dirumuskan sebagai TE x AE = OQOP X OROP = OROP = EE. Dan semua ukuran efisiensi ini dibatasi antara nol dan satu. Berdasarkan pengertian efisiensi-efisiensi di atas, maka untuk mencapai efisiensi ekonomi dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, apabila biaya yang tersedia sudah ditentukan besarnya, maka menggunakan input secara optimal hanya dapat dicapai dengan cara memaksimumkan output. Kedua, jika output yang akan dicapai sudah tertentu besarnya, optimasi dari proses produksi hanya dapat dicapai dengan meminimumkan biaya. Pengukuran efisiensi tersebut mengasumsikan bahwa praktek usahatani yang sangat efisien sudah diketahui. Namun dalam praktek, hal ini sulit dijumpai. Oleh karena itu Farrell menyarankan bahwa fungsi produksi dapat diestimasi dari data sampel dengan menggunakan baik non parametrik maupun parametrik. Estimasi fungsi non parametrik sering menggunakan pendekatan DEA, sedangkan fungsi parametrik seperti fungsi Cobb-Douglas sering menggunakan model stokastik frontier Coelli et al 1998.

3.3 konsep Produksi Frontier Parametrik

Dua metode alternatif untuk mengestimasi fungsi produksi frontier dan pengukuran efisiensi produksi adalah pendekatan parametrik dan non parametrik Coelli et al. 1998; Batesse, 1991; Zamorano, 2004 . Pendekatan parametrik untuk estimasi fungsi produksi, fungsi biaya atau profit terdiri dari spesifikasi bentuk fungsi parametrik dan penggunaan beberapa metode estimasi Ordinary Least Square-OLS atau Maximum Likelihood-ML dengan data empiris untuk mengestimasi parameter dari fungsi tersebut. Kekuatan utama dari pendekatan parametrik adalah berkaitan dengan gangguan stokastik. Pendekatan ini memisahkan deviasi dari frontier atas inefisiensi sistematik atau aktual dari usahatani dan komponen acak noise yang adalah stokastik dan bukan karena operator inefisiensi. Selain itu, metode parametrik mengijinkan uji statistik seperti uji hipotesis atas struktur produksi dan tingkat efisiensi Coelli et al. 1998. Kelemahan utama pendekatan fungsi produksi parametrik ini adalah menghendaki secara eksplisit bentuk fungsi yang menggambarkan teknologi yang ada, asumsi tentang distribusi inefisiensi dan ketidakmampuannya untuk bekerja dengan multi output. Dengan demikian, penelitian yang menggunakan pendekatan parametrik tersebut harus diinterpretasikan secara hati-hati. Estimasi fungsi produksi frontier parametrik pertama kali diperkenalkan oleh Aigner dan Chu 1968, dikembangkan oleh Afriat 1972 dan Richmond 1974, yang mengasumsikan bahwa fungsi produksi menunjukkan kemampuan maksimum menghasilkan output dengan penggunaan input tertentu yang dinyatakan dalam bentuk, Y i = fx i ; , i = 1,2, . . .N ........................................................3.3 Dimana y i adalah output, x i adalah vektor input dan adalah vektor parameter yang akan diestimasi. Pengamatan N perusahaan dilakukan secara cross section dalam industri tertentu. Model ini memiliki kelemahan terutama terkait dengan adanya output yang bersifat pencilan outlier yaitu adanya observasi yang berada di atas frontiernya. Padahal, dengan mengasumsikan bahwa produksi yang dihasilkan merupakan output maksimum yang dapat diperoleh maka seharusnya tidak ada lagi observasi yang bersifat pencilan. Atas dasar inilah maka Schmidt 1976 menambahkan satu sisi gangguan one-sided disturbance sehingga modelnya menjadi, Y i = fx i ; + ε i i = 1,2, . . .N ..........................................3.4 Dimana ε i ≤ 0. Dengan memberikan asumsi distribusi untuk satu sisi gangguan, model dapat diestimasi dengan teknik maksimum likelihood. Dalam penerapannya jika peubah ε i memiliki distribusi eksponensial maka pendugaan dapat dilakukan dengan linier programming dan sebaliknya bila ε i memiliki distribusi half-normal maka metode pendugaan dengan quadratik programming dapat dilakukan. Afriat 1972 telah memulai dengan metode frontier statistic deterministic yang selanjutnya dikembangkan oleh Richmond 1974 dan Greene 1980. Metode ini menggunakan teknik statistika untuk mengestimasi frontier statistik deterministik. Afriat 1972 dalam Coelli et al. 1998 menspesifikasi model yang serupa dengan persamaan lny i = x i - u i dengan pengecualian bahwa variabel acak u i diasumsikan memiliki suatu distribusi gamma dan parameter dari model yang diestimasi menggunakan metode maximum likelihood ML. Dikemukakan juga oleh Richmond 1974 bahwa parameter model Afriat dapat juga diestimasi menggunakan suatu metode corrected ordinary least-square COLS, metode ini menggunakan OLS parameter yang tidak bias untuk slope parameter, tetapi penduga OLS dari intercept yang bias secara negatif, bias disesuaikan dengan menggunakan momen sampel dari distribusi kesalahan pengganggu yang diperoleh residual OLS. Schmidt 1975 menunjukkan