kisaran konsentrasi 3 – 4.9 ppm menunjukkan tercemar ringan, dan bila mencapai nilai di atas 15 ppm menunjukkan perairan tersebut tercemar berat.
4. Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk senyawa amonia, nitrit, nitrat dan
senyawa lain yang berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan industri. Kehadiran senyawa amonia menunjukkan pencemaran yang masih baru,
sementara bila yang ada senyawa nitrat menunjukkan pencemaran sudah lebih lama. Kadar amonia lebih besar dari 1.1 mgl pada suhu 25
C dan pH 7.5 dapat diduga adanya pemcemaran.
5. Fosfat merupakan unsur penting dalam pertumbuhan ganggang dalam perairan.
Sumber fosfor adalah pencemaran industri, hanyutan pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral fosfat. Konsentrasi fosfat lebih dari 0.2
mgl menunjukkan tingkat kesuburan perairan sangat baik. 6.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Indeks Mutu Lingkungan perairan pada lingkungan perairan PP TIR Karawang pada tahun 1994, diperoleh kisaran
53.49 – 66.44, yang berarti bahwa lingkungan perairan dalam kriteria tercemar sedang. Ini diduga selain akibat dari pemanfaatan Sungai Ciwadas pada bagian
hulu sebagai penerima limbah industri, rumah tangga dan pertanian, juga karena adanya buangan limbah kegiatan budidaya perikanan sendiri.
Kerugian yang ditanggung masyarakat sekitar tambak dari dampak buangan limbah tambak antara lain masyarakat kehilangan potensi keuntungan
total mencapai Rp 36.3 milyar pertahun atau ada potensi penurunan produktivitas total yang mencapai sekitar 14.44 persen dan beban pengangguran yang mencapai
56.22 persen dari seluruh tenaga kerja yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Sidoarjo.
Mukhtasor 2007 menjelaskan peranan teknologi berkaitan dengan insentif untuk menciptakan atau mengembangkan teknologi pengelola limbah
yang ramah lingkungan yaitu teknologi yang mampu menghasilkan jumlah minimal kuantitas dan toksisitas limbahnya. Perkembangan teknologi
memungkinkan pengolahan limbah di akhir produksi bergeser ke efisiensi pada seluruh rantai produksi sehingga dapat dicapai produk bersih, ini dikenal sebagai
eko-efisiensi. Penerapan eko-efisiensi secara serempak akan menurunkan biaya
produksi perunit sekaligus menurunkan dampak lingkungan yang dapat menimbulkan biaya sosial.
Dana lingkungan dan kompensasi yang dapat dituntut pada kasus-kasus pencemaran lingkungan termasuk biaya pemulihan lingkungan merupakan beban
ekonomi yang cukup besar. Biaya pemulihan lingkungan harus menjadi beban pelaku pencemar. Bagaimanapun pencegahan memerlukan biaya dan dampak
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penanggulangan. Isu lingkungan telah menjadi isu ekonomi, sehingga perbaikan kinerja dan eko-efisiensi akan
mempertinggi daya saing produksi dan selanjutnya secara keseluruhan akan dapat meningkatkan income yang diperoleh. Dana lingkungan juga membantu
mengalokasikan sekaligus mendistribusikan beban pencemaran lingkungan tidak saja pada pengusaha yang secara langsung menimbulkan pencemaran, tetapi juga
pada masyarakat yang mendapat manfaat secara tidak langsung melalui sistem perpajakan, asuransi dan bentuk keuangan lainnya, sehingga pencemaran
lingkungan menjadi tanggung jawab bersama diantara pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Siahaan 2004 menambahkan, upaya pengendalian pencemaran
melibatkan biaya penerapan kebijakan anti pencemaran. Terdapat 7 kebijakan yang diterapkan oleh OECD The Organization For Economic Cooperation And
Development yaitu : pengendalian langsung, perpajakan, pembayaran, subsidi, macam-macam kebijakan yang bersifat insentif, pelelangan hak-hak pencemaran
dan pungutan-pungutan. Namun menurut Djamin 2007 realitanya Undang-undang lingkungan
hidup di Indonesia sukar dilaksanakan karena tidak mempunyai kekuatan untuk menegakkan undang-undang, sementara Menteri Negara Lingkungan Hidup
hanya bersifat sebagai penghubung atau koordinasi terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah
dicapai tidak sejalan dengan tingkat pengawasan terhadap lingkungan hidup. Begitu pula karena tidak adanya mekanisme pasar yang berorientasi lingkungan
hidup menyebabkan pemanfaatan sumber alam milik bersama menjadi berlebih- lebihan. Dampak yang ditimbulkannya adalah kerusakan lingkungan seperti
banjir, longsor, dan kekeringan yang selanjutnya menurunkan produktivitas hasil pertanian akibat gizi tanah yang rendah.
2.2.4 Harga Bayangan Polutan Tambak
Eksternal terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat dan biaya bagi kegiatan atau pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dalam biaya
inilah yang disebut sebagai biaya sosial. Perbincangan mengenai biaya sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan yang sebagai
akibatnya adalah kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai biaya pembangunan ekonomi Soeparmoko, 1989. Biaya eksternalitas juga timbul
dengan adanya pencemaran kualitas air melalui sisa pakan yang tidak termakan ikan atau udang yang dibudidayakan. Petambak selalu bertujuan
memaksimumkan keuntungan dengan meningkatkan produksi tanpa memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, sehingga
membahayakan lingkungan. Setiap kegiatan itu memiliki biaya yang harus dibayar sendiri internal cost, dan juga menciptakan biaya yang harus dipikul
orang laian external cost. Karenanya biaya lingkungan ini nyata dan harus menjadi pertimbangan dalam aktivitas ekonomi. Saemarwoto 1989 memperjelas
bahwa didunia ini tidak ada yang gratis. Apabila seseorang ingin memperoleh sesuatu tanpa membayar, pasti ada orang lain yang harus membayar biaya yang
diperlukan untuk memperoleh sesuatu yang dianggap menguntungkan. Jadi bila ada yang membuang limbah ke sungai, pada hakekatnya ia menggunakan sungai
untuk mengangkut limbah secara gratis. Namun orang lain yang harus memikul biaya pengangkutan limbah yaitu dalam bentuk penurunan hasil ikan atau biaya
penjernihan air minun yang lebih tinggi yang harus dikeluarkan oleh PDAM. Turner, Pearce and Bateman 1994 Mensyaratkan batasan ekonomi
pencemaran ada dua hal yaitu terjadinya pengaruh fisik terhadap lingkungan dan reaksi manusia terhadap pengaruh fisik yang bersangkutan. Dalam bahasa
ekonomi telah terjadi kerugian berkurangnya kesejahteraan yang tidak dikompensasi, karena adanya biaya eksternal yang berkaitan dengan disposal
limbah ke media lingkungan, yang menciptakan biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat. Biaya pencemaran yang tidak dapat diukur dengan mudah
disebut intangible cost atau non precuniary cost seperti limbah cair yang dibuang ke sungai dan mematikan banyak ikan. Salah satu cara untuk menentukan biaya
pencemaran adalah dengan melihat tingkat harga, tetapi bila tidak dapat secara langsung mengetahui harga pasar untuk kerugian karena polusi, maka harus
ditemukan cara lain yaitu menggunakan harga barang lain seperti nilai air yang bersih dengan cara melihat kesediaan membayar bagi pengurangan pencemaran
itu. Apabila telah diketahui berapa nilai hilangnya pencemaran untuk setiap orang, maka dapat dijumlahkan untuk memperoleh perkiraan biaya marjinal dari
pencemaran itu Basyuni, 2001. Ball et al 2001 menyatakan bahwa menghasilkan output yang diinginkan
sering disertai produksi-bersama secara simultan dengan output yang tidak diinginkan. Contohnya termasuk industri kertas dan pulp, pembangkit listrik, dan
pertanian, diantara banyak lainnya. Jika ingin mengukur produktivitas ketika kedua output yang diinginkan dan tidak diinginkan dihasilkan, jelas harus
menghitung secara eksplisit untuk produksi -bersama nya. Gagasan bahwa output yang diinginkan dan tidak diinginkan secara bersama-sama diproduksi
dimodelkan oleh Shephard dan Fare pada tahun 1974 dengan menyebutnya “null- jointness”. Dengan kata lain, jika tidak ada output buruk dihasilkan, maka tidak
ada produksi output baik. Atau, jika seseorang ingin menghasilkan beberapa output baik maka akan ada produk sampingan yang tidak diinginkan dari
produksi. Shaik et al 2002 mengembangkan dugaan harga bayangan nitrogen
secara langsung dan tidak langsung. Dengan menggunakan kombinasi pendekatan DEA dan indeks input atau indeks output dari persamaan Thornqvist
Theil, diperoleh harga bayangan pengurangan polusi nitrogen diperlakukan sebagai output yang tidak diinginkan merupakan pendapatan yang berkurang.
Sebaliknya, harga bayangan pengurangan polusi nitrogen diperlakukan sebagai input mencerminkan peningkatan biaya mengurangi polusi nitrogen.
Van Ha, et.al. 2008 mengkaji efisiensi produksi dan harga bayangan tiga output lingkungan BOD, COD, dan TSS dari 63 unit daur ulang kertas tingkat
rumah tangga, dari sebuah desa kerajinan daur ulang di Vietnam. Estimasi parameter dengan menggunakan dua tahap prosedur yaitu pemrograman linier dan
estimasi stokastik untuk memperkirakan fungsi jarak output. Kapital sosial sebagai faktor produksi dan output lingkungan dimasukkan dalam fungsi jarak
output. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi produksi dapat ditingkatkan dengan 28 persen. Ada variasi substansial dalam harga bayangan output
lingkungan antara unit produksi dari berbagai jenis produk kertas. Selanjutnya, harga bayangan rata-rata tiga output lingkungan semua bernilai positif. Ini
menunjukkan potensi untuk perbaikan kualitas lingkungan dengan memasukan metode pencegahan polusi untuk proses produksi daur ulang kertas di Vietnam
misalnya, resirkulasi air limbah, dan menunjukkan bahwa mungkin tidak tepat untuk membatasi harga bayangan dari output lingkungan untuk menjadi non-
positif untuk analisis beberapa proses produksi. Marklund 2004 menyatakan dalam essaynya bahwa perbaikan efisiensi,
dengan menghasilkan semua output secara proporsional mencapai frontir teknologi, benar-benar akan membawa keuntungan bagi produsen, tetapi ini
terjadi bersamaan dengan terciptanya tambahan kerusakan lingkungan karena memproduksi output buruk yang lebih besar. Sesuai dengan Hipotesis Porter yaitu
peraturan lingkungan mendorong produsen ke arah lebih efisien, karena akan mendorong terciptanya teknologi baru yang lebih hemat dalam penggunaan faktor
produksi dan lebih ramah lingkungan.
2.2.5 Fungsi Hutan Mangrove Sebagai Penyerap Limbah.
Kegiatan perikanan budidaya didominasi oleh budidaya tambak dengan komoditas utamanya udang windu Penaeus monodon menyusul kemudian ikan
bandeng Channos channos Forskal. Sebagian besar tambak merupakan tambak berpola tradisional yang telah beroperasi sejak puluhan dan bahkan ratusan tahun
yang lalu. Kendala yang umumnya dihadapi dalam budidaya tambak adalah buruknya kualitas air yang disebabkan sungai-sungai yang mengalir ke kawasan
pantai telah mengalami pencemaran yang berasal dari limbah perkotaanperkampungan, limbah pertanian, limbah industri dan limbah tambak-
tambak itu sendiri. Kawasan hutan mangrove yang di andalkan sebagai penyangga kualitas air juga telah mengalami kerusakan yang berat. Bahkan di banyak
kawasan hutan mangrovenya telah habis sama sekali. Sangat sedikit sekali kawasan pesisir pantai utara pantura yang luasan jalur hijaunya Green Belt
masih baik dan memenuhi kententuan lingkungan hidup SIPLA, 2005.