telah mengalami pencemaran berat. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung lahan tambak telah jenuh dan pemanfaatan lahan untuk pertambakan di Pesisir
Utara Kabupaten Karawang telah terindikasi pemanfaatan yang berlebihan over exploited
. Penyebaran produksi usaha tambak perkecamatan setelah kebijakan pemekaran wilayah, tercantum pada Tabel 13.
Tabel 13. Produksi Komoditas Usaha tambak Kabupaten Karawang Tahun 2009 Ton
No Kecamatan Komoditas Tambak
Bandeng Mujaer Blanak Udang Windu
Udang Api-Api
Udang Putih
1 Batujaya 1
824.4 1 815.2
532.8 979.4 781.5 578.7 2
Cibuaya 1 349.3
1 170.4 365 676.5
535.4 396.5
3 Cilamaya Wetan
1 161.1 86 6
314.4 1096.4
461.2 341.5
4 Cilamaya Kulon
155.5 64 54 103
79.1 58.6
5 Cilebar
681.8 83.4 227.8 773.6 334.1 274.4 6
Pakisjaya 4 155.4 894.8 150.2 211.7 220.3 163.1
7 Pedes
1 020.5
72.8 148.6 399 218 161.4
8 Tempuran 861
171.8 319.1 702.6 468 346.6 9
Tirtajaya 4 771
10 205.5
6 36.3 301.4
2 23.2
Jumlah 15 980.1
4 528 2 317.4
5 578.4 3 399.1
2 517
Sumber : Data Statistik Dinas Perikanan. Kelautan Dan Peternakan. 2010
5.3 Karakteristik Usaha Tambak Responden
Informasi awal tentang responden diperoleh dari instansi Dinas Perikanan dengan bantuan UPTD Unit Pelaksana Tingkat Daerah dan Ketua Kelompok
Petambak yang memahami kondisi daerah penelitian. Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon dan Tempuran serta Tirtajaya memiliki UPTD yang
memberikan respon baik terhadap penelitian ini, sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul dengan baik dan benar. Tetapi untuk kecamatan lainnya respon
yang diberikan kurang memenuhi kebutuhan data. Sehingga menggunakan metode snowballing atau ‘getok tular’, dimana satu responden yang berhasil
diwawancarai diminta informasinya tentang usaha tambak lainnya. Awalnya jumlah responden ditetapkan sebanyak 5 persen dari jumlah rumahtangga
petambak RTP, yakni sekitar 200 usaha tambak. Namun dari jumlah tersebut
yang memiliki data lengkap dan layak hanya 131 usaha tambak. Dan terakhir yang dapat dilanjutkan pengolahan data sekitar 98 usaha tambak yang terdiri dari
dua pola budidaya tambak yaitu usaha tambak monokultur bandeng dan polikultur ikan bandeng – udang windu selanjutnya disebut bandeng-windu.
Latar belakang responden yang terpilih berdasarkan beberapa kriteria, pertama adalah petambak yang memiliki lahan tambak yang masih memelihara
mangrove di hamparan, di tanggul, di saluran air, di pantai, dan lahan tambak terbuka. Kriteria kedua adalah tingkat teknologi produksi yang diusahakan
petambak adalah monokultur bandeng dan polikultur bandeng - windu, serta lahan tambak yang mendapat bantuan input produksi dari Program SAFVER.
Berdasarkan kedua kriteria tersebut diperoleh karakteristik responden usaha tambak Kabupaten Karawang sebagai berikut.
1. Luas Tambak
Luas tambak respondeng bervariasi dari 1 hektar di Kecamatan Cilebar yang merupakan lahan tambak TIR sekarang BLUPBB yang dikelola
masyarakat, sampai dengan luas tambak 25 hektar di Kecamatan Cibuaya yang masih merupakan hutan mangrove. Petambak responden berdasarkan luas lahan
tersebar di sembilan kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Karawang tercantum pada Tabel 11
. Berdasarkan luas tambak yang dimiliki atau diusahakan petambak
didominasi pada luas tambak 1 – 5 hektar sebanyak 63 orang atau 64 persen, sementara luas tambak di atas 10 hektar kurang dari 10 persen.Luas tambak rata-
rata yang di kelola tergantung pada pola budidaya yang digunakan. Umumnya tambak tradisional digunakan untuk membudidayakan bandeng monokultur
dengan luas tambak yang dikelola rata-rata 6.75 hektar dan tradisional plus digunakan untuk membudidayakan bandeng-udang windu polikultur dengan
luas tambak rata-rata 3.85 hektar. Lahan tambak bermangrove yang masih merupakan milik Perum Perhutani
terdapat di 4 empat kecamatan yaitu Cibuaya, Tirtajaya, Batujaya dan Pakisjaya. Hutan mangrove yang dimanfaatkan lahannya untuk budidaya ikan
atau udang terikat kontrak antara pembudidaya tambak dan Perum Perhutani. Masyarakat petambak yang memanfaatkan lahan tersebut dikenakan pajak
kompensasi tergantung pada kondisi mangrove di lahan tambaknya.