tambaknya. Penggarap mendapat penghasilan dari usaha tambaknya tanpa gaji atau upah dari pemilik tambak. Secara rinci status usaha tambak tercantum pada
Tabel 18.
7. Infrastruktur dan Penyuluhan
Program SAFVER Sustainability Aquaculture Development For Food Security And Poverty Reduction
merupakan proyek kerjasama KKP dan ADB untuk beberapa kabupaten pesisir di seluruh Indonesia. Kabupaten Karawang
mendapat program SAFVER untuk periode 2009-2014, yang baru mulai dilaksanakan tahun 2010. Tujuan spesifik program ini adalah : 1 meningkatkan
produksi ikan dan organisme akuatik lainnya, 2 meningkatkan pendapatan dan status gizi pembudidaya miskin dan 3 melindungi lingkungan perairan di daerah
perairan tawar dan pesisir. Tujuan ini dijabarkan dalam 5 lima kegiatan utama yaitu mengembangkan potensi, meningkatkan produksi, penanganan panen dan
pasca panen serta pemasaran hasil usaha. Bantuan SAFVER diterima masyarakat melalui kelompok pemanfaat
Pokmaman yang telah mendapatkan pelatihan mengenai budidaya yang baik CBIB. Bantuan SAFVER yang diterima masyarakat umumnya berupa BIP
bantuan input produksi seperti benih bandeng,udang, pupuk organik, pakan dan fasilitas atau sarana produksi seperti pompa air, jalan produksi, pengerukan
saluran air normalisasi saluran, rehabilitasi mangrove melalui penanaman bibit mangrove di sepanjang pantai, saluran air tambak, tanggul, dan hamparan tambak.
Beberapa saluran air tambak mendapat bantuan ‘breakwater’ untuk menanggulangi sedimentasi yang cepat.
Tiga Kecamatan yang mendapatkan bantuan tahun 2010 yaitu Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon dan Tempuran. Sehingga responden dalam
penelitian ini dari ketiga kecamatan tersebut seluruhnya merupakan anggota SAFVER dan telah mendapat bantuan. Jumlah anggota SAFVER yang menjadi
responden ini ada 35 orang pembudidaya tambak dari tiga kecamatan tersebut dan ditambah dengan 7 orang pembudidaya dari Kecamatan Tirtajaya Tabel 10.
Sumber pengetahuan pengembangan usaha tambak dapat diperoleh melalui penyuluhan dan pelatihan. Selama dua tahun belakangan kegiatan
penyuluhan terkonsentrasi pada daerah penerima bantuan SAFVER seperti Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya kulon dan Tempuran. Penyuluhan yang
diberikan berupa pelatihan yang diselenggarakan pihak SAFVER sebagai sarana meningkatkan pemahaman petambak tentang teknologi tambak. Sementara daerah
lain, hampir tidak mendapatkan kunjungan penyuluhan. Sedangkan nama kelompok hanya sebatas sebagai wadah dalam menerima bantuan yang datang.
Adanya perubahan struktur lembaga pemerintah daerah, yang melepas lembaga penyuluhan dari dinas pertanian dan dinas teknis lainnya membentuk
lembaga yang mandiri berbentuk badan. Badan penyuluhan ini melebur semua tenaga penyuluh dari seluruh dinas teknis kedalam satu badan dengan tujuan
meningkatkan kinerja penyuluhan yang semakin dirasakan kebutuhannya. Namun setelah pemisahan ini ada kesenjangan antara dinas teknis dengan petambak,
karena tidak ada yang berfungsi sebagai penyambung antara petambak dan dinas perikanan. Disini terjadi perubahan garis struktural sehingga garis komando dalam
struktur organisasi berubah menjadi garis koordinasi. Kesulitan sangat dirasakan karena tingkat koordinasi belum berjalan antara dinas teknis seperti dinas
perikanan dengan badan penyuluhan, sebagaimana tujuan semula. Penyuluhan di bidang tanaman pangan terutama padi sangat intensif dilakukan Badan Penyuluh
sementara bidang lain seperti peternakan dan perikanan termarjinalkan.
8. Jarak Saluran Air Tambak Ke Laut
Jarak saluran air tambak ke laut pesisir pantai dapat menjadi kendala karena panjang jarak saluran air tambak ke pantai bervariasi dari 10 m yang
berarti tambak berada pada pesisir pantai kelas satu sampai dengan jarak 15 km dari tepi pantai klas 3, dengan rata-rata jarak saluran air 2 km dari tambak ke
laut tercantum pada Tabel 19. Umumnya fasilitas infrastruktur berupa saluran air dan jalan produksi, mulai dari jalan setapak di atas tanggul dalam areal
pertambakan sampai dengan jalan beraspal. Adanya bantuan SAFVER berupa perbaikan jalan produksi tambak, normalisasi saluran, pencegah pengendapan
lumpur dengan ‘breakwater’ di muara saluran air,menjadikan infrastruktur tambak semakin baik terutama di Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon dan
Tempuran.
Tabel 19. Sebaran Responden Berdasarkan Jarak Tambak Ke Saluran Air Laut Di Kabupaten Karawang.
Jarak saluran air tambak ke laut m
Jumlah Responden orang
Persentase 10-100 35
35.71 101-1000 13
13.27 1001-5000 42
42.86 5001-15000 8
8.16 Jumlah 98
100 Rata-Rata m
2009.49
Sumber : Data primer,diolah
Kendala yang sering dihadapi saluran air laut adalah pengendapan lumpur yang cepat sehingga pendangkalan yang terjadi menyebabkan air pasang laut tidak
dapat mengalir sampai ke ujung saluran air. Upaya masyarakat menghadapi kendala ini adalah melaporkan ke Dinas Pengairan setingkat kabupaten atau ke
Badan Pengawasan Pengairan setingkat propinsi, untuk dijadwalkan pengerukan rutin tahunan. Berbeda dengan saluran irigasi Citarum Utara yang ditujukan untuk
pengairan sawah, aktivitas pengerukan rutin yang dilakukan Dinas pengairan atau Badan Pengawasan Pengairan sudah berjalan dengan baik.Tetapi untuk saluran air
laut di areal pertambakan, dianggap bukan berada dibawah wewenangnya sehingga pengerukan lumpur saluran normalisasi saluran dilakukan bila ada
pengajuan dari masyarakat melalui Dinas perikanan. Sedangkan luas areal pertambakan mencapai 13 405 hektar, yang memerlukan aktivitas pengerukan
rutin untuk merawat dan menjaga saluran air laut tetap berfungsi.
5.4 Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Tambak
Beragam faktor produksi input berperan pada budidaya tambak baik pada tingkat tradisional yang masih bersifat ekstensif maupun tingkat tradisional
plus yang merupakan teknologi pengembangan usaha tambak, termasuk aktivitas budidaya, penerapan teknologi, spesies yang dibudidayakan, tingkat ketrampilan
petambak, lokasi geografik ke pasar pusat dan faktor lingkungan. Penggunaan faktor-faktor produksi tercantum pada Tabel 20.
Tabel 20. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Hasil Panen Usaha Tambak Bandeng Responden Perhektar di Kabupaten Karawang, 2011
Faktor-faktor produksi tambak Jumlah rata-rata
Bandeng kg perha 989.75
Pakankg perha 702.12
Nener ekor perha 5950
Urea kg perha 221.36
Tsp kg perha 99.43
Saponin kg perha 9.95
Tenaga kerja HOK perha 13.03
Bbm lt perha 17.39
Sumber : data primer, diolah
Dalam data ini tidak dibedakan antara kelas dari masing-masing variabel. Seperti ukuran udang windu yang dipanen, umumnya penjualan udang waktu
panen menggunakan sistem timbang sehingga diketahui ukuran grade udang dan bandeng yang di panen. Umumnya ukuran udang hasil usaha tambak polikultur
tertinggi pada grade B yaitu berat udang 1 kg berisi 30 - 40 ekor dengan harga jual Rp. 60-70 ribu perkg, sedangkan udang grade D berisi 50-60 ekor perkg dengan
harga 40-50 ribu perkg. Begitu pula dengan ikan bandeng, mulai dari penjualan nener sampai dengan ukuran konsumsi memiliki kelas dan harga yang berbeda.
Umumnya ukuran bandeng yang dipanen dari usaha tambak monokultur adalah berat 1 kg berisi 3-4 ekor dengan harga Rp11 000 kg. Sehingga data dari
pembudidaya tambak berupa jumlah panen ikan bandeng dan udang windu dalam kg dan harga rata-rata penjualan saat panen.
Ukuran benur dan nener yang ditebar dalam usaha tambak baik monokultur maupun polikultur bervariasi, karena ada beberapa tingkatan ukuran
benih yang tersedia. Makin besar ukuran benih makin mahal harganya karena daya hidup semakin tinggi dan masa pemeliharaan semakin singkat untuk
mencapai ukuran konsumsi. Sehingga pembudidaya lebih sering menggunakan benih yang sudah dipelihara dalam tambak disitilahkan dengan oslah udang,
dan gelondonganbandeng daripada langsung membeli dari hatchery udang dan bandeng panti benur dan nener.Walaupun harga dari hatchery lebih murah tetapi
dengan tingkat daya hidup relatif lebih rendah. Dalam penelitian ini tidak dibedakan penggunaan ukuran benih sehingga data yang diperoleh dari
pembudidaya adalah jumlah benih yang ditebar dengan harga rata-ratanya.
Pakan ikan dan udang komersil yang beredar cukup banyak nama merk dagangnya, dengan kualitas kandungan protein yang bervariasi dan harga yang
berbeda-beda. Bahkan beberapa pembudidaya mencampur pakan komersil dengan bahan sisa seperti remah roti yang lebih murah, karena harga pakan yang relatif
mahal. Para pembudidaya umumnya mendapat informasi terkait jenis pakan komersil bersumber dari sesama pembudidaya atau dari agenkios pertanian.
Tidak ada panduan yang jelas yang diikuti pembudidaya, semua dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dan pengalaman. Dalam penelitian ini data
pakan tidak dibedakan berdasarkan merk dagang, sehingga data yang diperoleh adalah jumlah pakan komersil yang diberikan dalam satu musim tanam dengan
harga rata-ratanya. Penggunaan pupuk pada budidaya tambak hampir sama fungsinya dengan
pertanian sawah, yakni menyuburkan dan menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman air atau plankton organisme air yang berfungsi sebagai
pakan alami terutama untuk budidaya bandeng dan benur pada awal tebar. Jenis pupuk yang banyak digunakan adalah urea dan TSP, yang langsung menyediakan
unsur hara N dan P ke dalam perairan. Pupuk organik tidak disukai karena menyebabkan air menjadi keruh dan dianggap kurang berhasil dibandingkan
dengan pupuk anorganik urea dan TSP. Data yang diperoleh dari petambak adalah jumlah urea dan TSP beserta harga rata-ratanya.
Obat-obatan yang digunakan sangat banyak ragamnya, setiap petambak menggunakan jenis obat yang berbeda. Obat-obatan digunakan terkait dengan
pencegahan dan pemberantasan hama penyakit. Di Kabupaten Karawang yang umum digunakan pembudidaya tambak adalah saponin, sehingga bahan ini
digunakan sebagai proxy penggunaan obat-obatan. Data yang diperoleh adalah jumlah penggunaan saponin dalam kg dengan harga rata-ratanya.
Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan tambak umumnya dibutuhkan pada saat persiapan tambak setelah panen, untuk mengangkat lumpur hitam dari
dasar tambak ke tanggul, dan pada saat panen. Diluar kegiatan tersebut umumnya dilakukan sendiri oleh pemilik tambak penyewapenggadai pengelola tambak.
Sehingga dapat dihitung sebagai hari orang kerja HOK dalam satu siklus musim tanam. Penggunaan bahan bakar minyak dibutuhkan untuk menggerakkan pompa
air pada saat pengisian air tambak bagi tambak yang lokasinya cukup jauh dari pantai, karena air pada saat pasang tidak dapat masuk ke tambak bila hanya
mengandalkan gravitasi. Kebutuhan usaha tambak polikultur bandeng windu terhadap bahan bakar minyak lebih besar untuk menggerakkan pompa air tawar
karena udang yang dipelihara membutuhkan salinitas lebih rendah sehingga perlu dilakukan pengenceran air laut dengan air tawar untuk mendapatkan salinitas yang
sesuai dengan udang. Kebutuhan air ini dipenuhi dengan menggunakan pompa berbahan bakar minyak.
5.5 Karakteristik Polutan Tambak
Polutan nitrogen, fosfor dan bahan organik yang merupakan hasil sampingan dari aktivitas budidaya tambak, dihitung berdasarkan keseimbangan
massa Paez Osunna 1997. Hasil perhitungan diperoleh dari data yang ada seperti jumlah benur yang ditebar, jumlah pakan dan pupuk yang digunakan berdasarkan
kandungan nitrogen dari pakan dan pupuk tersebut. Perairan sendiri juga mengandung kadar nitrogen, sebagai akumulasi polutan dari luar aktivitas tambak,
diketahui berdasarkan debit air yang masuk atau volume perairan yang digunakan. Jumlah pakan yang diberikan dan persentase kandungan proteinnya menentukan
kadar nitrogen yang bersumber dari pakan. Jenis pupuk menentukan jenis polutan dan kadar polutan. Pupuk urea mengandung kadar nitrogen yang tinggi, dan
pupuk TSP merupakan sumber kadar fosfor yang tinggi. Disebut keseimbangan karena diasumsikan jumlah nitrogen yang masuk
sama dengan jumlah nitrogen yang keluar atau yang digunakan. Kadar nitrogen yang masuk berasal dari air, pakan, pupuk dan nener. Kadar nitrogen yang keluar
digunakan melalui jumlah berat panen udang atau ikan, jumlah tumbuh tumbuhan air, sisa nitrogen yang tidak termanfaatkan disebut sebagai N discharge yang
merupakan polutan baik yang larut dalam air maupun yang mengendap di dasar tambak sebagai lumpur. Hasil perhitungan polutan nitrogen dan fosfor melalui
keseimbangan masa dan bahan organik BOD laboratorium dengan rata-rata perhektar tercantum pada Tabel 21.
Tabel 21. Polutan N, P dan BOD perunit tambak dan ppm Pada Usaha Tambak Monokultur dan Polikultur
Polutan perunit Polikultur
Monokultur Ambang Batas
Polutan Nitrogen Kg perMT
802.94 setara 0.31 ppm
280.63 setara 0.06 ppm
≤ 1.0 ppm Polutan Phosphor
Kg perMT 354.97 setara
0.14 ppm 142.24 setara
0.03 ppm 0.05-0.5 ppm
Polutan BOD kg perMT
27 513.17 setara 6,98 ppm
36 713.11 setara 6.18 ppm
20 ppm
Sumber : data primer, diolah. Keterangan MT=musim tanam
Berdasarkan ambang batas polutan dari standar budidaya air payau yang diterbitkan oleh Balai Perikanan Budidaya Air Payau dan Laut BPBAPL
Karawang Lampiran 6 dalam satuan part permillion ppm, menunjukkan bahwa polutan yang dihasilkan sebagai produk yang tidak diinginkan oleh usaha tambak
baik monokultur maupun polikultur masih berada dibawah ambang batas untuk polutan nitrogen, fosfor dan BOD.
5.6 Karakteristik Mangrove dan Variabel Dummy
Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai
yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem
mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme tumbuhan dan hewan yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di
dalam suatu habitat mangrove. Perakaran mangrove berperan mengurangi materi tersuspensi dalam badan kolom air, bahkan mendeposisikannya, sehingga
konsentrasi oksigen terlarut meningkat. Selain itu, mangrove dapat menyerap dan mengurangi bahan pencemar polutan dari badan air baik melalui penyerapan
polutan tersebut oleh jaringan anatomi tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan yang bersangkutan dalam sedimen lumpur Kusmana, 2009.
Pertumbuhan ekonomi memerlukan tersedianya prasarana dan sarana transportasi terutama jalan raya. Pembangunan industri, pelabuhan, terminal dan prasarana
lainnya, urbanisasi, konversi hutan mangrove untuk budidaya perikanan, terutama untuk tambak udang windu Penaeus monodon, P. merguensis dan P. indicus
maupun tambak ikan telah menyebabkan terdegradasinya hutan mangrove yang subur dalam skala yang cukup luas, dan sebagainya merupakan indikator
terjadinya peningkatan aktivitas perekonomian. Peningkatan aktivitas perekonomian seperti ini ikut mempercepat terjadinya kerusakan areal hutan
mangrove. Antara kebutuhan terhadap mangrove dan kebutuhan terhadap lahan
tambak, selalu terjadi tarik menarik kepentingan. Kebutuhan terhadap lahan tambak selalu dikaitkan dengan produksi perikanan dan pemenuhan kuota ekspor.
Disisi lain hutan mangrove selalu dikaitkan dengan kelestarian lingkungan. Di masyarakat pembudidaya tambak Kabupaten Karawang, telah terbentuk
kesepakatan berdasarkan kontrak antara pengguna lahan hutan mangrove yang dimiliki kewenangannya oleh Perum Perhutani, bahwa pemanfaatan hutan dapat
diijinkan selama tidak mengganggu keberadaan hutan mangrove. Sehingga berkembang tempat-tempat yang dapat ditumbuhi mangrove, sementara kegiatan
produksi tambak tetap berjalan. Tempat-tempat tersebut adalah hamparan tambak, tanggul, saluran air dan pantai. Untuk mengetahui peranan mangrove terhadap
hasil tambak, menggunakan variabel Dummy. Variabel Dummy lainnya adalah pola budidaya, untuk menangkap teknologi monokultur dan polikultur tambak.
Secara rinci sebaran variabel Dummy tercantum pada Tabel 22. Tabel 22. Karakteristik Variabel Dummy dan Indeks
Label D=1
unit D=0 unit
Dmangrove Mangrove 84 Terbuka 14
Dbudidaya Polikultur 43 Monokultur
55
Rendah Sedang Tinggi
Indeks skill 5
56 37
Unit Indeks fasilitas
19 50
29 Unit
Variabel indeks skill petambak yang dibentuk dari umur petambak, pengalaman bertambak, lama sekolah, dan keaktifan mengikuti penyuluhan dan
pelatihan. Variabel lain adalah indeks fasilitas tambak yang dibangun dari infrastruktur saluran air tambak, jarak saluran tambak ke pantai, jalan produksi,
cara penjualan hasil panen, kepemilikan tambak, dan sarana listrik di areal pertambakan.
VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHA TAMBAK DI KABUPATEN KARAWANG
6.1 Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tambak Bandeng
Model fungsi produksi stochastik frontir Cobb Douglas yang digunakan dalam penelitian ini, telah di transformasi dalam bentuk logaritma menjadi bentuk
yang linier, sehingga memudahkan fungsi produksi cobb douglas dapat diestimasi. Hasil estimasi dari model stokastik ini mampu memberikan penjelasan dalam
analisis fungsi produksi, analisis efisiensi teknis dan analisis inefisiensi teknis. Variabel output dalam model fungsi produksi adalah produksi bandeng yang
berasal dari usaha tambak monokultur ikan bandeng dan usaha tambak polikultur ikan bandeng – udang windu. Untuk memenuhi persyaratan output tunggal dalam
persamaan Cobb Douglas, maka udang windu disetarakan dengan bandeng, sehingga seluruh output tambak diasumsikan sebagai produksi bandeng. Pola
budidaya keduanya yang berbeda dapat diwadahi dengan menggunakan variabel dummy
yang diduga mempengaruhi inefisiensi. Input yang dimasukkan dalam model sebagai variabel adalah pakan, nener benih bandeng, pupuk urea, tenaga
kerja, bahan bakar minyak dan luas tambak. Penelitian ini menggunakan model stochastik frontier dengan metode
pendugaan Maximum Likelihood Estimator MLE yang dilakukan melalui proses pendugaan dua tahap. Tahap pertama menggunakan Ordinary Least Square OLS
dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga parameter secara keseluruhan
i
. intersep
o
, dan varians dari komponen kesalahan v
i
dan u
i
σ
v 2
dan σ
u 2
. Estimasi MLE untuk parameter fungsi produksi Cobb Douglas dan model efek inefisiensi teknis dilakukan secara simultan dengan menggunakan
paket komputer Program Frontier 4.1 dari Coelli 1996. Analisis fungsi produksi menggambarkan hubungan output yang
dihasilkan dalam proses produksi dengan penggunaan inputnya. Metode OLS Ordinary Least Square digunakan untuk membantu dalam menguji terhadap
pelanggaran asumsi seperti multikolinearita, autokerelasi dan heteroskedastis. Berdasarkan hasil uji dari OLS, fungsi produksi tambak bendeng telah memenuhi
asumsi yakni tidak terjadi korelasi antar variabel independen vif 10 dan semua