Uji organoleptik Soekarto dan Hubeis 1982

menggunakan pelarut etanol 95, kemudian dipilih metode perlakuan terbaik dari salah satu metode tersebut untuk diaplikasikan dalam penelitian selanjutnya. Metode terbaik dipilih berdasarkan standar FAO 1976 KPI tipe A dengan kriteria kadar lemak maksimal 0,75, kadar protein minimal 67,5, skor organoleptik bau ikan lemah dan derajat putih tinggi serta rendemen tinggi.

4.2.1 Kadar lemak KPI lele dumbo afkir

Kadar lemak merupakan salah satu parameter penentu mutu KPI. FAO 1976 membagi kriteria mutu KPI berdasarkan kadar lemak, yaitu KPI tipe A, tipe B, dan tipe C. Konsentrat protein ikan tipe A memiliki kadar lemak dibawah 0,75, KPI tipe B mengandung kadar lemak dibawah 3 sedangkan KPI tipe C memiliki kadar lemak dibawah 10. Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir terbaik adalah KPI yang mengandung kadar lemak yang rendah, dalam hal ini adalah KPI tipe A. Pemilihan metode pembuatan KPI lele dumbo afkir terbaik adalah metode yang dapat menghasilkan KPI lele dumbo afkir berkadar lemak paling rendah. Hasil analisis ragam kadar lemak KPI lele dumbo afkir dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan histogram rerata kadar lemak KPI lele dumbo afkir dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Histogram pengaruh lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi terhadap kadar lemak KPI lele dumbo afkir. Lama ekstraksi: 20 menit, 30 menit, 40 menit. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda a,b menunjukkan berbeda nyata p0,05. 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 1x 2x 3x 4x K ada r lem ak bk Pengulangan tahapan ekstraksi a b b b Berdasarkan analisis ragam lama ekstraksi dan interaksi antara faktor pengulangan tahapan ekstraksi dan lama ekstraksi tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata p0,05. Kadar lemak dipengaruhi secara nyata p0,05 oleh faktor pengulangan tahapan ekstraksi. Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin banyak pengulangan tahapan ekstraksi menyebabkan kadar lemak KPI lele dumbo afkir semakin menurun. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rerata kadar lemak KPI lele dumbo afkir tertinggi dihasilkan oleh perlakuan satu kali pengulangan tahapan ekstraksi, yaitu 3,07 sedangkan rerata kadar lemak KPI lele dumo afkir terendah dihasilkan oleh perlakuan tiga kali pengulangan tahapan ekstraksi dengan nilai kadar lemak 0,91. Pengulangan tahapan ekstraksi berpengaruh terhadap kadar lemak KPI lele dumbo afkir, hal ini dikarenakan semakin banyak tahapan pengulangan ekstraksi maka daging lumat lele dumbo afkir akan semakin sering kontak dengan etanol yang berfungsi sebagai pelarut lemak, sehingga lemak yang terekstrak juga akan semakin banyak. Adnan 1997 diacu dalam Winarni 2007 menyatakan pada saat ekstraksi terdapat interaksi hidrofobik antara molekul-molekul nonpolar etanol, yaitu gugus metil dengan lemak ikan yang bersifat nonpolar sehingga dengan adanya interaksi tersebut pada saat ekstraksi lemak ikut larut dalam etanol. kelarutan lemak dan turunannya dalam pelarut organik juga dipengaruhi oleh jumlah ikatan rangkap dan panjang rantai karbon, semakin banyak jumlah ikatan rangkap maka kelarutan lemak semakin tinggi Kirk dan Othmen 1978. Ikan merupakan bahan pangan yang mempunyai lemak berantai karbon panjang 18 dan mempunyai banyak ikatan rangkap sehingga dengan semakin banyak pengulangan ekstraksi maka semakin banyak lemak yang terlarut. Hasil keseluruhan analisis kadar lemak KPI lele dumbo afkir menunjukkan dengan semakin banyak pengulangan tahapan ekstraksi nilai kadar lemak yang dihasilkan semakin rendah. Hasil analisis kadar lemak KPI lele dumbo afkir berdasarkan FAO 1976, KPI yang dihasilkan tergolong ke dalam KPI tipe B, yaitu kadar lemak kurang dari 3. konsentrat protein ikan tipe B juga dihasilkan pada penelitian Santoso et al. 2008 ikan nila hitam dengan kadar lemak 1,13 dan penelitian KPI yang dilakukan oleh Rieuwpassa 2005 berbahan baku ikan teri tawar yang menghasilkan KPI tipe A dengan kadar lemak 0,3.