117
Gambar 42 Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan
Gambar 43 Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan
118
Gambar 44 View pada sub-menu registrasi kapal ikan
119
5 Antar muka sub-menu kapal
Gambar 45 Sub-menu Kapal
Gambar 46 Sub-menu Kapal lanjutan
120
Gambar 47 View pada sub-menu kapal
121
Gambar 48 Sub-menu pemilik
Gambar 49 View sub-menu pemilik
122
7.5 Kesimpulan
Penelitian pembuatan Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan ini dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1 Berdasarkan hasil pengujian dengan metode kotak hitam black box,
aplikasi berbasis web yang dibangun yaitu SIRKI telah sesuai dengan yang diharapkan dan dapat berfungsi dengan baik.
2 Aplikasi SIRKI ini berfungsi sebagai pendukung dalam kegiatan pelayanan
registrasi kapal ikan, serta dengan menggunakan database untuk menghubungkan aplikasi SIRKI pada Subsistem yang lain.
3 Dengan konsep framework Apache yang berbasiskan komponen dan event
driven , Apache memberikan banyak keuntungan dalam pengembangan
aplikasi berbasis web. 4
Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa aplikasi SIRKI ini telah cukup sesuai dengan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh pengelola data pada
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.
123
8 RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN 8.1
Pendahuluan
Pengendalian perikanan tangkap dilakukan dengan aturan yang bersifat teknis, bersifat manajemen upaya penangkapan input control dan manajemen
hasil tangkapan output control, dan pengendalian ekosistem. Pengaturan bersifat teknis mencakup pengaturan alat tangkap dan
pembatasan daerah maupun musim perikanan tangkap. Pembatasan alat tangkap lebih pada spesifikasi untuk menangkap ikan spesies tertentu atau meloloskan
ikan bukan tujuan tangkap selektivitas alat tangkap serta efek terhadap ekosistem. Guna melindungi komponen stok ikan diberlakukan pembatasan
daerah dan musim perikanan tangkap sekaligus dibentuk fisheries refugia maupun daerah perlindungan laut MPA bagi jenis ikan yang kehidupannya relatif
menetap. Manajemen
upaya penangkapan
umumnya dilakukan
dengan pembatasan jumlah dan ukuran kapal fishing capacity, jumlah waktu
penangkapan vessel usage atau upaya penangkapan fishing effort. Pengendalian ini lebih mudah dan lebih murah dari sisi pemantauan dan
penegakan aturan dibandingkan pengendalian hasil tangkapan. Namun penentuan jumlah upaya masing-masing unit penangkapan merupakan hambatan dalam
memakai aturan pengendalian ini. Manajemen hasil tangkapan untuk membatasi jumlah hasil tangkapan yang
diperbolehkan bagi suatu area dalam waktu tertentu total allowable catches dan selanjutnya menjadi pembatasan jumlah hasil tangkapan setiap unit penangkapan.
Hasil tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan jenis spesies tertentu menjadi kendala dalam perikanan multispesies seperti di Indonesia. Pengendalian upaya
penangkapan dan hasil tangkapan disebut sebagai direct conservation measures dan dapat dilaksanakan melalui persyaratan perijinan registrasi kapal ikan,
pengurangan kapasitas penangkapan dan manajemen hasil tangkapan. Pengendalian ekosistem dilaksanakan dengan modifikasi habitat atau
pengendalian populasi.
124
Era baru sektor perikanan dalam konteks pembangunan yang
berkelanjutan adalah diadopsinya code of conduct for responsible fisheries
CCRF. Perikanan yang berkelanjutan bukan ditujukan semata hanya pada kelestarian perikanan dan ekonomi namun pada keberlanjutan komunitas
perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi. Disini diperlukan pendekatan manajemen yang inovatif dan alternatif untuk mencapai tujuan
tersebut. Terkait dengan perikanan tangkap, setidaknya terdapat 5 hal penting
sebagai implementasi CCRF yakni manajemen perikanan, operasi penangkapan, kegiatan perikanan tangkap yang melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak
diatur IUU, pendekatan ekosistem EAF dan indikator keberlanjutan. Manajemen perikanan sendiri mempunyai 4 sasaran yang akan dicapai yakni
sasaran biologi kontinuitas produktivitas, ekologi minimasi dampak terhadap lingkungan, ekonomi peningkatan pendapatan dan sosial peningkatan
kesempatan kerja. Khusus mengenai manajemen perikanan tangkap tergantung pada
kemampuan sistem manajemen dalam mengontrol upaya penangkapan secara biologi maupun ekonomi tanpa mengabaikan tanggungjawab terhadap sumber
daya, lingkungan, keamanan pangan, awak kapal, kualitas produk serta pengembangan daerah.
Dengan demikian, beberapa hal perlu ditingkatan sesuai dengan kaidah perikanan berkelanjutan sebagai berikut:
1 Paradigma limited access harus ditingkatkan; 2 Implementasi log-book penangkapan harus dibarengi dengan peraturan yang
berkaitan dengan kerahasiaan; 3 Perbaikan sistem statistik perikanan;
4 Meningkatkan kemampuan diplomasi internasional; 5 Penyusunan rencana manajemen perikanan diterapkan di setiap upaya
manajemen perikanan; 6 Partisipasi pemangku kepentingan diperlukan dalam penyusunan rencana
manajemen perikanan; 7 Meningkatkan efektifitas peradilan perikanan; dan
125
8 Meningkatkan peran sebagai negara pelabuhan port state dan negara
bendera flag state. Sistem perikanan tangkap dalam hal ini didefinisikan berdasarkan sistem
perikanan menurut Charles 2001, yang mencakup tiga subsistem, yaitu: 1 subsistem SDI dan dan lingkungannya, 2 subsistem SDM dan kegiatannya, dan
3 subsistem manajemen. Subsistem SDI dan lingkungannya meliputi komponen ikan, ekosistem, dan lingkungan biofisiknya. Subsistem SDM dan kegiatannya
meliputi jenis-jenis kegiatan penangkapan ikan. Subsistem manajemen meliputi komponen perencanaan dan kebijakan perikanan, kelembagaan perikanan
tangkap, pengelolaan perikanan, serta pengembangan dan penelitian
.
Kebijakan atau policy, merupakan course of actions atau arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan Purwaka 2008. Kebijakan
merupakan intervensi pemerintah dan publik untuk mencari cara pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih
baik. Kebijakan adalah upaya, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan
upaya pemerintah memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan masalah lama. Kebijakan juga merupakan upaya mengatasi kegagalan dalam
proses pembangunan Nurani 2010. Kelembagaan merupakan proses melembaganya nilai-nilai kemanusiaan
humanity, kebenaran righteousness, kesopanan civility, kearifan wisdom, kepencayaan trust dan perdamaian peace. Kelembagaan diadakan untuk
menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan, dan mengubah kehidupan yang senantiasa lebih baik dari hari ke hari. Kelembagaan menghasilkan learning
civilization : bangsa yang senantiasa belajar, membuka diri, mau mengubah diri,
berkomunikasi, berdialog, dan mengakui keberadaan pihak lain Purwaka 2008. Kelembagaan merupakan suatu perangkat perundang-undangan yang mengatur
tata kelembagaan institutional arrangement dan mekanisme tata kerja kelembagaan institutional framework. Kelembagaan memiliki kapasitas yaitu
kapasitas potensial potential capacity, kapasitas daya dukung carrying capacity
, dan kapasitas daya tampung atau daya lentur absorptive capacity.
126
Kinerja dari suatu kelembagaan merupakan fungsi dari tata kelembagaan, mekanisme, dan kapasitas kelembagaan yang dimilikinya Purwaka 2003.
Kelembagaan menurut Nurani 2010 dapat diartikan sebagai kelembagaan sebagai institusi, yang merupakan organisasi berbadan hukum untuk mengelola
suatu kegiatan, dan kelembagaan sebagai pelembagaan nilai institutionalized. Kelembagaan sebagai organisasi merupakan kumpulan orang yang tergabung
dalam suatu wadah yang disatukan untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan. Kelembagaan sebagai organisasi mencakup beberapa komponen, yaitu: 1
orang, sebagai pelaksana tugas; 2 teknologi, yang digunakan untuk melaksanakan tugas; 3 informasi, sebagai pengetahuan untuk melaksanakan
tugas; 4 struktur, merupakan peraturan dan pembagian tugas; dan 5 tujuan, merupakan alasan dan tujuan dari pelaksanaan tugas organisasi.
Kelembagaan dalam konsep pengelolaan SDI merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan Nurani 2010. Kelembagaan
sebagai aturan main rule of the game mencakup himpunan aturan mengenai tata hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan. Kelembagaan
memberikan ketentuan terhadap anggotanya mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Kelembagaan memberikan suatu kondisi, setiap anggota
menerima apa yang telah menjadi ketentuan, merasa aman, dan hidup sewajarnya.
8.2 Tujuan
Kajian ini bertujuan membangun rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan dengan melibatkan instansi-instansi terkait
dibawah pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah Gubernur. Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan yang
dihasilkan berbentuk konsep pengelolaan
8.3 Manfaat
Manfaat dari kajian ini adalah terancangnya pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan yang dapat dapat dimplementrasikan di
lapangan.
127
8.4 Metodologi
Metodologi dalam kajian rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan, diawali dengan analisis isicontent analysis
berdasarkan kebijakan dan aturan yang berlaku. Analisis kebijakan dilakukan terhadap peraturan perundangan mengacu pada Purwaka 2002 untuk
mendapatkan konsep peraturan dan perundangan untuk pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip
konservasi. Analisis kebijakan dilakukan dengan menilai peraturan perundangan yang ada berdasarkan latar belakang, mandat, implementasi, dan kendala atau
kelemahan yang dihadapi dalam penerapan peraturan perundangan. Analisis isi content analysis dilakukan dengan menilai peraturan menurut deskripsi isi,
penyebab atau latar belakang, dan pengaruh yang ditimbulkan dari peraturan perundangan yang ada.
128
8.5 Hasil dan Pembahasan
1 Analisis kebijakan perikanan tangkap
No. Latar belakang
Mandat Implementasi
Kendala
1
UU No. 322004 tentang Otonomi Daerah
Daerah memiliki wilayah laut dan
memiliki kewenangan
untuk mengelola SDI yang ada di
wilayah lautnya untuk
peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Daerah berwenang
untuk eksplorasi, eksploitasi,
konservasi, pengelolaan kekayaan laut,
pengaturan administrasi,
pengaturan tata ruang, penegakan hukum
terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah
atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh
pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan
keamanan, dan pertahanan kedaulatan
negara. Program
pembangunan belum terintegrasi,
terencana, berkesinambungan
dan terukur pemberdayaannya.
Pemerintah daerah masih belum mampu
berkoordinasi dengan para pemegang
kewenangan di daerah,
sehingga seringkali pengelolaan
menjadibersifat sektoral.
2 UU No. 112006 tentang Pemerintah Aceh
Pengelolaan sumber daya alam di wilayah
laut memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan
pelestarian lingkungan hidup
Kewenangan untuk mengelola sumber daya
alam yang hidup di laut meliputi: a. konservasi
dan pengelolaan sumber daya alam di laut; b.
pengaturan administrasi dan perizinan
penangkapan danatau pembudidayaan ikan;
Pemerintah Aceh dan pemerintah
kabupatenkota berwenang
menerbitkan izin penangkapan ikan
dan pengusahaan sumber daya alam
laut lainnya di laut sekitar Aceh sesuai
dengan kewenangannya.
Belum ada aturan daerah yang baku
untuk mengatur pengelolaan
perikanan tangkap terlebih berbasis
registrasi , sehingga saat mengimplentasi
masih menggunakan peraturan bersifat
sementara Pergub
3
UU No. 452009 tentang Perikanan
Pemanfaatan SDI belum Memberikan
peningkatan taraf hidup yang
berkelanjutan dan berkeadilan
pengelolaan, pengawasan, dan sistem
penegakan hukum belum optimal.
Pengelolaan perikanan dilakukan
berdasarkan asas: manfaat, keadilan,
kebersamaan, kemitraan,
kemandirian, pemerataan,
keterpaduan, keterbukaan,
efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang
berkelanjutan. UU ini telah
memiliki mandat hukum yang jelas,
namun untuk pengelolaan
perikanan di WPP yang berada di
bawah otorita daerah, menjadi
tidak optimal, karena minimnya
koordinasi. Kurangnya
koordinasi antar lembaga untuk
membentuk pengelolaan yang
baik.
129
1 Analisis kebijakan perikanan tangkap lanjutan
No.
Latar belakang Mandat
Implementasi Kendala
4
UU No. 172008 tentang Pelayaran
bahwa pelayaran yang terdiri atas angkutan di
perairan, epelabuhanan, keselamatan dan
keamanan pelayaran, dan perlindungan
lingkungan maritim, merupakan bagian dari
sistem transportasi nasional yang harus
dikembangkan potensi dan peranannya untuk
mewujudkan sistem transportasi yang efektif
dan efisien, serta membantu terciptanya
pola distribusi nasional yang mantap dan
dinamis Syahbandar adalah
pejabat pemerintah di pelabuhan yang
diangkat oleh Menteri dan memiliki
kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan
melakukan pengawasan 5 terhadap dipenuhinya
ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk menjamin keselamatan dan
keamanan pelayaran Status hukum kapal
dapat ditentukan setelah melalui
proses: a. pengukuran
kapal; b. pendaftaran
kapal; dan c. penetapan
kebangsaan kapal.
Surat Ukur sebagaimana
dimaksud diterbitkan oleh
Menteri dan dapat dilimpahkan kepada
pejabat yang ditunjuk
Karena perhitungan GT bagi kementerian
perhubungan bukan merupakan satuan
volume, sehingga sulit bagi pengelolaan
perikanan tangkap bila GT Hubla
dijadikan sebagai acuan pengelolaan,
sehingga sisi perikanan harus
mempunyai perhitungan yang
mewakili volume
5
Permen KP No.22011 tentang Jalur Penangkapan
Pengoperasian alat tangkap tidak boleh
merusak ekosistem pantai.
Pembagian lokasi penangkapan yang
diukur dari garis surut terendah, yaitu jalur I.a,
I.b, II, dan III. Pembagian ini
berdasarkan jenis alat tangkap aktif atau
pasif, ukuran dan GT kapal.
Pembagian lokasi penangkapan telah
diatur dengan, namun dalam
pelaksanaannya di lapangan seringkali
dilanggar. Hal ini karena tidak mudah
untuk memberikan batas di lautan, dan
kesadaran yang rendah dari nelayan
untuk ikut serta menjaga pesisir.
Pengaturan di perairan
laut membutuhkan pengawasan yang
ketat, sehingga peraturan
akan dijalankan dengan
baik. Sanksi yang kurang
tegas juga menjadi sebab tidak efektifnya
penerapan aturan jalurjalur
penangkapan ini
6
Permen KP No.92009 tentang Pendaftaran Kapal Perikanan
Kapal perikanan milik orang atau badan
hukum Indonesia yang dioperasikan untuk
kegiatan usaha perikanan tangkap di
wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia danatau laut lepas
wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan
Indonesia a. Pusat melakukan
pendaftaran kapal perikanan
ukuran di atas 30 tiga puluh GT.
b. Provinsi melakukan pendaftaran kapal
10 sd 30 GT
c
.
Kabupaten melakukan pendaftaran
kapal perikanan
ukuran ≤ 10 GT
Pelaksanaan registrasi kapal ikan
masih pengacu pada dokumen yang
diterbitkan oleh Syahbandar
Dokumen yang ada tidak sesuai dengan
fisiknya, sehingga sulit bagi perikanan
untuk besaran perhitungan yang ada
pada dokumen untuk pengelolaan
perikanan tangkap
130
1 Analisis kelembagaan perikanan tangkap lanjutan
No.
Latar belakang Mandat
Implementasi Kendala
7
Kepmen HUB No.62005 tentang Pengukuran Kapal
Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar
harus diukur panjang, lebar, dalam dan tonase
kapal sesuai dengan metode pengukuran yang
berlaku Diukur oleh ahli ukur
pejabat pemerintaha0 yang ditunjuk oleh
DitJen dan diberi wewenang
melaksanakan pengukuran
Kapal di bawah 24 meter diukur
menggunakan metode pengukuran
dalam negeri, untuk kapal di atas 24
meter menggunakan metode pengkuran
internasional Personal ahli ukur di
daerah snagt kuran jumlahnya,
implementasi pengukuran dan
perhitungan tidak sesyaui dengan
metode yang dibakukan
2 Analisis isicontanet analysis pengelolaan perikanan tangkap
No Jenis
Peraturan Deskripsi isi
Penyebab Pengaruh
1
UU No. 322004
Daerah berwenang untuk eksplorasi, eksploitasi,
konservasi, pengelolaan kekayaan laut, pengaturan
administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh
daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh pemerintah, ikut serta
dalam pemeliharaan keamanan, dan pertahanan
kedaulatan negara. Daerah yang
memiliki wilayah laut
berwenangan untuk mengelola SDI yang
ada di wilayah lautnya
untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat Pemerintah daerah
tingkat I Provinsi berhak mengelola
wilayah laut sejauh 12 mil, sedangkan
pemerintah daerah tingkat II
Kabupaten berhak mengelola wilayah
lautnya sampai sejauh 4 mil dari
garis pantai.
2
UU No. 112006
Pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut memperhatikan
prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup
Pemerintah Aceh dan pemerintah
kabupatenkota berwenang
menerbitkan izin penangkapan ikan
dan pengusahaan sumber daya alam
laut lainnya di laut sekitar Aceh sesuai
dengan kewenangannya
Pemerintanh Aceh dapat menerbitkan
surat ijin penangkapan ikan
hingga tak terbatas besar Gtnya
3
UU No. 452009
Pemanfaatan SDI belum Memberikan peningkatan
taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan pengelolaan,
pengawasan, dan sistem penegakan hukum belum
optimal. UU ini telah
menberi mandat kepada daerah
untuk pengelolaan perikanan di WPP
Pemerintanh Aceh dapat menerbitkan
surat ijin penangkapan ikan
untuk kapal di bawah 30 GT
131
3 Analisis isicontent analysis kelembagaan perikanan tangkap
No Lembaga
Peran Arah
1
DKP Provinsi
Bertanggung jawab
mendata kegiatan perikanan dan prospek
pengembangannya ke depan. Pembangunan sektor perikanan yang
berorientasi pada pengembangan pemanfaatan konservasi SDI di Provinsi
Aceh sebagai daerah perlindungan laut marine sanctuary, dan pengembangan
usaha perikanan yang berwawasan lingkungan.
2
DKP Kabupaten
Bertanggung jawab
mendata kegiatan
perikanan dan
memberikan informasi mengenai kebijakan perikanan daerah
Pembangunan sektor perikanan tangkap yang berorientasi pada pengembangan
pemanfaatan konservasi SDI di kabupaten pesisir seluruh Aceh sebagai daerah
perlindungan laut marine sanctuary dan pengembangan usaha perikanan yang
berwawasan lingkungan. Terwujudnya pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan
3
Pemda Aceh Provinsi
Kabupaten Pemegang wewenang
pengelolaan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan dengan program pemerataan
pembangunan. Terwujudnya pengelolaan SDI yang
berkelanjutan sebagai sumber utama pendapatan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarkat yang mandiri dan sejahtera. Memanfaatkan potensi
sumberdaya yang ada dengan melestarikan fungsi ekosistem menuju
terwujudnya hubungan yang seimbang, serasi, selaras antara manusia dan
lingkungannya, untuk pembangungan berkelanjutan di Aceh
4 Kelompok
Nelayan Sebagai wadah komunikasi
dan diskusi antar nelayan Pengembangan usaha perikanan tangkap
dan budidaya, kapasitas sumberdaya nelayan, dan peningkatan kesejahteraan
nelayan
5
Panglima Laot
Sebagai pemegang
komando kelompok nelayan
Pengarah terhadap hukum-hukum adat dalam menjaga kelestarian lingkungan
dan sumberdaya ikan serta penyambung kebijakan pemerintah kepada nelayan
.
6
LSM Mendampingi pihak pengelola
dan stakeholders untuk pengelolaan perikananyang baik
dan berkelanjutan, serta melakukan penelitian bersama.
Terwujudnya lingkungan laut yang mampu melindungi keanekaragaman
SDA hayati dan ekosistemnya .
4 Analisis isicontent analysis kelembagaan sistem registrasi kapal ikan
No
Lembaga Peran
Arah
1 DKP
Provinsi Aceh
Atas nama Gubernur bertanggung jawab
terhadap pengelolaan
seluruh kegiatan registrasi kapal ikan. Membuat Juklak dan juknis
tentang registrasi kapal. Menghimpun datan data informasi kapal
dari kabupaten sesuai dengan fishing base
nya. Bersama DKP Kabupaten melakukan cek fisik dan verifikasi kapal,
serta merekomendasi,
mengawasi penerbitan SIPI kapal ≤ 30 GT
132
4 Analisis isicontent analysis kelembagaan sistem registrasi kapal ikan
No Lembaga
Peran Arah
2 DKP Kabupaten
Bertanggungjawab terhadap
kegiatan registrasi kapal ikan di kabupaten
Bersama syahbandar
dan dishub
kabupeten melakukan cek fisik dan verifikasi terhadap kapal di bawah 10
GT, merekomendasi penerbitan SIPI kapal di bawah 10 GT
3 Syahbandar
Bertanggungjawab terhadap
keselamatan dan kelaiklautan kapal,
serta melakukan
pengkuran dan penghitungan GT secara benar tehadap kapal di atas
7 GT Memberikan rekomendasi kelaiklautan
sekaligus menerbitkan dokumen kapal secara benar, sesuai dengan kapasitas
internal kapal di atas 7 GT
4 Dishub Kabupaten
Bertanggungjawab terhadap
keselamatan dan kelaiklautan kapal,
serta melakukan
pengkuran dan penghitungan GT secara benar tehadap kapal di
bawah 7 GT Memberikan rekomendasi kelaiklautan
sekaligus menerbitkan dokumen kapal secara benar, sesuai dengan kapasitas
internal kapal di bawah 7 GT
5 Badan
Perijinan terpadu
ProvinsiKabupaten Atas
nama Gubernur
beratanggungjawab terhadap
proses penerbitan SIPI Memasukan data kapal diseluruh Aceh
ke dalam data base, sesuai struktur yang telah dibuat, memberikan umpan balik
kepada DKP Provinsi.Kabupaten untuk jenis dan ukuran kapal agar tidak terjadi
penumpukan operasi penangkapan pada sustu daerah penangkapan
Sebagai hasil dari analisis isi baik kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap maupun sistem registrasi dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian
SDI harus selalu melakukan pengecekan ulang terhadap kapal yang telah diterbitkan ijinnya, karena menurut Fauzi 2001, menyatakan pada kondisi akses
terbuka tingkat effort yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari yang semestinya untuk mencapai keuntungan yang optimal lestari, sehingga dari sudut pandang
ekonomi, keseimbangan open acces menimbulkan alokasi sumberdaya alam yang tidak benar misallocation, karena kelebihan sumberdaya tenaga kerja, modal
yang dibutuhkan untuk usaha perikanan tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Pandangan di atas merupakan inti dari
prediksi Gordon yang mengatakan bahwa akses terbuka akan menimbulkan kondisi economic overfishing.
Sehubungan dengan pengalokasian upaya penangkapan, sebaiknya untuk kapal ukuran 5 GT tidak dipaksakan untuk mengakses daerah yang lebih dalam,
tetapi lebih maksimal pada kedalaman 5 – 20 meter atau pada Jalur I 3 mil laut
jarak dari pantai, sesuai peraturan yang berlaku pada Permen KP No.22011 tentang pengaturan jalur penangkapan ikan. Permen tersebut menyatakan pada