Pendahuluan Gambaran Umum Sisten Informasi Tujuan Metode Hasil dan Pembahasan

117 Gambar 42 Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan Gambar 43 Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan 118 Gambar 44 View pada sub-menu registrasi kapal ikan 119 5 Antar muka sub-menu kapal Gambar 45 Sub-menu Kapal Gambar 46 Sub-menu Kapal lanjutan 120 Gambar 47 View pada sub-menu kapal 121 Gambar 48 Sub-menu pemilik Gambar 49 View sub-menu pemilik 122

7.5 Kesimpulan

Penelitian pembuatan Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan ini dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1 Berdasarkan hasil pengujian dengan metode kotak hitam black box, aplikasi berbasis web yang dibangun yaitu SIRKI telah sesuai dengan yang diharapkan dan dapat berfungsi dengan baik. 2 Aplikasi SIRKI ini berfungsi sebagai pendukung dalam kegiatan pelayanan registrasi kapal ikan, serta dengan menggunakan database untuk menghubungkan aplikasi SIRKI pada Subsistem yang lain. 3 Dengan konsep framework Apache yang berbasiskan komponen dan event driven , Apache memberikan banyak keuntungan dalam pengembangan aplikasi berbasis web. 4 Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa aplikasi SIRKI ini telah cukup sesuai dengan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh pengelola data pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 123 8 RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN 8.1 Pendahuluan Pengendalian perikanan tangkap dilakukan dengan aturan yang bersifat teknis, bersifat manajemen upaya penangkapan input control dan manajemen hasil tangkapan output control, dan pengendalian ekosistem. Pengaturan bersifat teknis mencakup pengaturan alat tangkap dan pembatasan daerah maupun musim perikanan tangkap. Pembatasan alat tangkap lebih pada spesifikasi untuk menangkap ikan spesies tertentu atau meloloskan ikan bukan tujuan tangkap selektivitas alat tangkap serta efek terhadap ekosistem. Guna melindungi komponen stok ikan diberlakukan pembatasan daerah dan musim perikanan tangkap sekaligus dibentuk fisheries refugia maupun daerah perlindungan laut MPA bagi jenis ikan yang kehidupannya relatif menetap. Manajemen upaya penangkapan umumnya dilakukan dengan pembatasan jumlah dan ukuran kapal fishing capacity, jumlah waktu penangkapan vessel usage atau upaya penangkapan fishing effort. Pengendalian ini lebih mudah dan lebih murah dari sisi pemantauan dan penegakan aturan dibandingkan pengendalian hasil tangkapan. Namun penentuan jumlah upaya masing-masing unit penangkapan merupakan hambatan dalam memakai aturan pengendalian ini. Manajemen hasil tangkapan untuk membatasi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan bagi suatu area dalam waktu tertentu total allowable catches dan selanjutnya menjadi pembatasan jumlah hasil tangkapan setiap unit penangkapan. Hasil tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan jenis spesies tertentu menjadi kendala dalam perikanan multispesies seperti di Indonesia. Pengendalian upaya penangkapan dan hasil tangkapan disebut sebagai direct conservation measures dan dapat dilaksanakan melalui persyaratan perijinan registrasi kapal ikan, pengurangan kapasitas penangkapan dan manajemen hasil tangkapan. Pengendalian ekosistem dilaksanakan dengan modifikasi habitat atau pengendalian populasi. 124 Era baru sektor perikanan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan adalah diadopsinya code of conduct for responsible fisheries CCRF. Perikanan yang berkelanjutan bukan ditujukan semata hanya pada kelestarian perikanan dan ekonomi namun pada keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi. Disini diperlukan pendekatan manajemen yang inovatif dan alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Terkait dengan perikanan tangkap, setidaknya terdapat 5 hal penting sebagai implementasi CCRF yakni manajemen perikanan, operasi penangkapan, kegiatan perikanan tangkap yang melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur IUU, pendekatan ekosistem EAF dan indikator keberlanjutan. Manajemen perikanan sendiri mempunyai 4 sasaran yang akan dicapai yakni sasaran biologi kontinuitas produktivitas, ekologi minimasi dampak terhadap lingkungan, ekonomi peningkatan pendapatan dan sosial peningkatan kesempatan kerja. Khusus mengenai manajemen perikanan tangkap tergantung pada kemampuan sistem manajemen dalam mengontrol upaya penangkapan secara biologi maupun ekonomi tanpa mengabaikan tanggungjawab terhadap sumber daya, lingkungan, keamanan pangan, awak kapal, kualitas produk serta pengembangan daerah. Dengan demikian, beberapa hal perlu ditingkatan sesuai dengan kaidah perikanan berkelanjutan sebagai berikut: 1 Paradigma limited access harus ditingkatkan; 2 Implementasi log-book penangkapan harus dibarengi dengan peraturan yang berkaitan dengan kerahasiaan; 3 Perbaikan sistem statistik perikanan; 4 Meningkatkan kemampuan diplomasi internasional; 5 Penyusunan rencana manajemen perikanan diterapkan di setiap upaya manajemen perikanan; 6 Partisipasi pemangku kepentingan diperlukan dalam penyusunan rencana manajemen perikanan; 7 Meningkatkan efektifitas peradilan perikanan; dan 125 8 Meningkatkan peran sebagai negara pelabuhan port state dan negara bendera flag state. Sistem perikanan tangkap dalam hal ini didefinisikan berdasarkan sistem perikanan menurut Charles 2001, yang mencakup tiga subsistem, yaitu: 1 subsistem SDI dan dan lingkungannya, 2 subsistem SDM dan kegiatannya, dan 3 subsistem manajemen. Subsistem SDI dan lingkungannya meliputi komponen ikan, ekosistem, dan lingkungan biofisiknya. Subsistem SDM dan kegiatannya meliputi jenis-jenis kegiatan penangkapan ikan. Subsistem manajemen meliputi komponen perencanaan dan kebijakan perikanan, kelembagaan perikanan tangkap, pengelolaan perikanan, serta pengembangan dan penelitian . Kebijakan atau policy, merupakan course of actions atau arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan Purwaka 2008. Kebijakan merupakan intervensi pemerintah dan publik untuk mencari cara pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik. Kebijakan adalah upaya, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan upaya pemerintah memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan masalah lama. Kebijakan juga merupakan upaya mengatasi kegagalan dalam proses pembangunan Nurani 2010. Kelembagaan merupakan proses melembaganya nilai-nilai kemanusiaan humanity, kebenaran righteousness, kesopanan civility, kearifan wisdom, kepencayaan trust dan perdamaian peace. Kelembagaan diadakan untuk menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan, dan mengubah kehidupan yang senantiasa lebih baik dari hari ke hari. Kelembagaan menghasilkan learning civilization : bangsa yang senantiasa belajar, membuka diri, mau mengubah diri, berkomunikasi, berdialog, dan mengakui keberadaan pihak lain Purwaka 2008. Kelembagaan merupakan suatu perangkat perundang-undangan yang mengatur tata kelembagaan institutional arrangement dan mekanisme tata kerja kelembagaan institutional framework. Kelembagaan memiliki kapasitas yaitu kapasitas potensial potential capacity, kapasitas daya dukung carrying capacity , dan kapasitas daya tampung atau daya lentur absorptive capacity. 126 Kinerja dari suatu kelembagaan merupakan fungsi dari tata kelembagaan, mekanisme, dan kapasitas kelembagaan yang dimilikinya Purwaka 2003. Kelembagaan menurut Nurani 2010 dapat diartikan sebagai kelembagaan sebagai institusi, yang merupakan organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu kegiatan, dan kelembagaan sebagai pelembagaan nilai institutionalized. Kelembagaan sebagai organisasi merupakan kumpulan orang yang tergabung dalam suatu wadah yang disatukan untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan. Kelembagaan sebagai organisasi mencakup beberapa komponen, yaitu: 1 orang, sebagai pelaksana tugas; 2 teknologi, yang digunakan untuk melaksanakan tugas; 3 informasi, sebagai pengetahuan untuk melaksanakan tugas; 4 struktur, merupakan peraturan dan pembagian tugas; dan 5 tujuan, merupakan alasan dan tujuan dari pelaksanaan tugas organisasi. Kelembagaan dalam konsep pengelolaan SDI merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan Nurani 2010. Kelembagaan sebagai aturan main rule of the game mencakup himpunan aturan mengenai tata hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan. Kelembagaan memberikan ketentuan terhadap anggotanya mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Kelembagaan memberikan suatu kondisi, setiap anggota menerima apa yang telah menjadi ketentuan, merasa aman, dan hidup sewajarnya.

8.2 Tujuan

Kajian ini bertujuan membangun rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan dengan melibatkan instansi-instansi terkait dibawah pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah Gubernur. Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan yang dihasilkan berbentuk konsep pengelolaan

8.3 Manfaat

Manfaat dari kajian ini adalah terancangnya pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan yang dapat dapat dimplementrasikan di lapangan. 127

8.4 Metodologi

Metodologi dalam kajian rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan, diawali dengan analisis isicontent analysis berdasarkan kebijakan dan aturan yang berlaku. Analisis kebijakan dilakukan terhadap peraturan perundangan mengacu pada Purwaka 2002 untuk mendapatkan konsep peraturan dan perundangan untuk pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip konservasi. Analisis kebijakan dilakukan dengan menilai peraturan perundangan yang ada berdasarkan latar belakang, mandat, implementasi, dan kendala atau kelemahan yang dihadapi dalam penerapan peraturan perundangan. Analisis isi content analysis dilakukan dengan menilai peraturan menurut deskripsi isi, penyebab atau latar belakang, dan pengaruh yang ditimbulkan dari peraturan perundangan yang ada. 128

8.5 Hasil dan Pembahasan

1 Analisis kebijakan perikanan tangkap No. Latar belakang Mandat Implementasi Kendala 1 UU No. 322004 tentang Otonomi Daerah Daerah memiliki wilayah laut dan memiliki kewenangan untuk mengelola SDI yang ada di wilayah lautnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Daerah berwenang untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, dan pertahanan kedaulatan negara. Program pembangunan belum terintegrasi, terencana, berkesinambungan dan terukur pemberdayaannya. Pemerintah daerah masih belum mampu berkoordinasi dengan para pemegang kewenangan di daerah, sehingga seringkali pengelolaan menjadibersifat sektoral. 2 UU No. 112006 tentang Pemerintah Aceh Pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup Kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut meliputi: a. konservasi dan pengelolaan sumber daya alam di laut; b. pengaturan administrasi dan perizinan penangkapan danatau pembudidayaan ikan; Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupatenkota berwenang menerbitkan izin penangkapan ikan dan pengusahaan sumber daya alam laut lainnya di laut sekitar Aceh sesuai dengan kewenangannya. Belum ada aturan daerah yang baku untuk mengatur pengelolaan perikanan tangkap terlebih berbasis registrasi , sehingga saat mengimplentasi masih menggunakan peraturan bersifat sementara Pergub 3 UU No. 452009 tentang Perikanan Pemanfaatan SDI belum Memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan pengelolaan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum belum optimal. Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas: manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan. UU ini telah memiliki mandat hukum yang jelas, namun untuk pengelolaan perikanan di WPP yang berada di bawah otorita daerah, menjadi tidak optimal, karena minimnya koordinasi. Kurangnya koordinasi antar lembaga untuk membentuk pengelolaan yang baik. 129 1 Analisis kebijakan perikanan tangkap lanjutan No. Latar belakang Mandat Implementasi Kendala 4 UU No. 172008 tentang Pelayaran bahwa pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, epelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan 5 terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: a. pengukuran kapal; b. pendaftaran kapal; dan c. penetapan kebangsaan kapal. Surat Ukur sebagaimana dimaksud diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk Karena perhitungan GT bagi kementerian perhubungan bukan merupakan satuan volume, sehingga sulit bagi pengelolaan perikanan tangkap bila GT Hubla dijadikan sebagai acuan pengelolaan, sehingga sisi perikanan harus mempunyai perhitungan yang mewakili volume 5 Permen KP No.22011 tentang Jalur Penangkapan Pengoperasian alat tangkap tidak boleh merusak ekosistem pantai. Pembagian lokasi penangkapan yang diukur dari garis surut terendah, yaitu jalur I.a, I.b, II, dan III. Pembagian ini berdasarkan jenis alat tangkap aktif atau pasif, ukuran dan GT kapal. Pembagian lokasi penangkapan telah diatur dengan, namun dalam pelaksanaannya di lapangan seringkali dilanggar. Hal ini karena tidak mudah untuk memberikan batas di lautan, dan kesadaran yang rendah dari nelayan untuk ikut serta menjaga pesisir. Pengaturan di perairan laut membutuhkan pengawasan yang ketat, sehingga peraturan akan dijalankan dengan baik. Sanksi yang kurang tegas juga menjadi sebab tidak efektifnya penerapan aturan jalurjalur penangkapan ini 6 Permen KP No.92009 tentang Pendaftaran Kapal Perikanan Kapal perikanan milik orang atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia danatau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan Indonesia a. Pusat melakukan pendaftaran kapal perikanan ukuran di atas 30 tiga puluh GT. b. Provinsi melakukan pendaftaran kapal 10 sd 30 GT c . Kabupaten melakukan pendaftaran kapal perikanan ukuran ≤ 10 GT Pelaksanaan registrasi kapal ikan masih pengacu pada dokumen yang diterbitkan oleh Syahbandar Dokumen yang ada tidak sesuai dengan fisiknya, sehingga sulit bagi perikanan untuk besaran perhitungan yang ada pada dokumen untuk pengelolaan perikanan tangkap 130 1 Analisis kelembagaan perikanan tangkap lanjutan No. Latar belakang Mandat Implementasi Kendala 7 Kepmen HUB No.62005 tentang Pengukuran Kapal Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar harus diukur panjang, lebar, dalam dan tonase kapal sesuai dengan metode pengukuran yang berlaku Diukur oleh ahli ukur pejabat pemerintaha0 yang ditunjuk oleh DitJen dan diberi wewenang melaksanakan pengukuran Kapal di bawah 24 meter diukur menggunakan metode pengukuran dalam negeri, untuk kapal di atas 24 meter menggunakan metode pengkuran internasional Personal ahli ukur di daerah snagt kuran jumlahnya, implementasi pengukuran dan perhitungan tidak sesyaui dengan metode yang dibakukan 2 Analisis isicontanet analysis pengelolaan perikanan tangkap No Jenis Peraturan Deskripsi isi Penyebab Pengaruh 1 UU No. 322004 Daerah berwenang untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, dan pertahanan kedaulatan negara. Daerah yang memiliki wilayah laut berwenangan untuk mengelola SDI yang ada di wilayah lautnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Pemerintah daerah tingkat I Provinsi berhak mengelola wilayah laut sejauh 12 mil, sedangkan pemerintah daerah tingkat II Kabupaten berhak mengelola wilayah lautnya sampai sejauh 4 mil dari garis pantai. 2 UU No. 112006 Pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupatenkota berwenang menerbitkan izin penangkapan ikan dan pengusahaan sumber daya alam laut lainnya di laut sekitar Aceh sesuai dengan kewenangannya Pemerintanh Aceh dapat menerbitkan surat ijin penangkapan ikan hingga tak terbatas besar Gtnya 3 UU No. 452009 Pemanfaatan SDI belum Memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan pengelolaan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum belum optimal. UU ini telah menberi mandat kepada daerah untuk pengelolaan perikanan di WPP Pemerintanh Aceh dapat menerbitkan surat ijin penangkapan ikan untuk kapal di bawah 30 GT 131 3 Analisis isicontent analysis kelembagaan perikanan tangkap No Lembaga Peran Arah 1 DKP Provinsi Bertanggung jawab mendata kegiatan perikanan dan prospek pengembangannya ke depan. Pembangunan sektor perikanan yang berorientasi pada pengembangan pemanfaatan konservasi SDI di Provinsi Aceh sebagai daerah perlindungan laut marine sanctuary, dan pengembangan usaha perikanan yang berwawasan lingkungan. 2 DKP Kabupaten Bertanggung jawab mendata kegiatan perikanan dan memberikan informasi mengenai kebijakan perikanan daerah Pembangunan sektor perikanan tangkap yang berorientasi pada pengembangan pemanfaatan konservasi SDI di kabupaten pesisir seluruh Aceh sebagai daerah perlindungan laut marine sanctuary dan pengembangan usaha perikanan yang berwawasan lingkungan. Terwujudnya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan 3 Pemda Aceh Provinsi Kabupaten Pemegang wewenang pengelolaan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dengan program pemerataan pembangunan. Terwujudnya pengelolaan SDI yang berkelanjutan sebagai sumber utama pendapatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarkat yang mandiri dan sejahtera. Memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dengan melestarikan fungsi ekosistem menuju terwujudnya hubungan yang seimbang, serasi, selaras antara manusia dan lingkungannya, untuk pembangungan berkelanjutan di Aceh 4 Kelompok Nelayan Sebagai wadah komunikasi dan diskusi antar nelayan Pengembangan usaha perikanan tangkap dan budidaya, kapasitas sumberdaya nelayan, dan peningkatan kesejahteraan nelayan 5 Panglima Laot Sebagai pemegang komando kelompok nelayan Pengarah terhadap hukum-hukum adat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan serta penyambung kebijakan pemerintah kepada nelayan . 6 LSM Mendampingi pihak pengelola dan stakeholders untuk pengelolaan perikananyang baik dan berkelanjutan, serta melakukan penelitian bersama. Terwujudnya lingkungan laut yang mampu melindungi keanekaragaman SDA hayati dan ekosistemnya . 4 Analisis isicontent analysis kelembagaan sistem registrasi kapal ikan No Lembaga Peran Arah 1 DKP Provinsi Aceh Atas nama Gubernur bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh kegiatan registrasi kapal ikan. Membuat Juklak dan juknis tentang registrasi kapal. Menghimpun datan data informasi kapal dari kabupaten sesuai dengan fishing base nya. Bersama DKP Kabupaten melakukan cek fisik dan verifikasi kapal, serta merekomendasi, mengawasi penerbitan SIPI kapal ≤ 30 GT 132 4 Analisis isicontent analysis kelembagaan sistem registrasi kapal ikan No Lembaga Peran Arah 2 DKP Kabupaten Bertanggungjawab terhadap kegiatan registrasi kapal ikan di kabupaten Bersama syahbandar dan dishub kabupeten melakukan cek fisik dan verifikasi terhadap kapal di bawah 10 GT, merekomendasi penerbitan SIPI kapal di bawah 10 GT 3 Syahbandar Bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kelaiklautan kapal, serta melakukan pengkuran dan penghitungan GT secara benar tehadap kapal di atas 7 GT Memberikan rekomendasi kelaiklautan sekaligus menerbitkan dokumen kapal secara benar, sesuai dengan kapasitas internal kapal di atas 7 GT 4 Dishub Kabupaten Bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kelaiklautan kapal, serta melakukan pengkuran dan penghitungan GT secara benar tehadap kapal di bawah 7 GT Memberikan rekomendasi kelaiklautan sekaligus menerbitkan dokumen kapal secara benar, sesuai dengan kapasitas internal kapal di bawah 7 GT 5 Badan Perijinan terpadu ProvinsiKabupaten Atas nama Gubernur beratanggungjawab terhadap proses penerbitan SIPI Memasukan data kapal diseluruh Aceh ke dalam data base, sesuai struktur yang telah dibuat, memberikan umpan balik kepada DKP Provinsi.Kabupaten untuk jenis dan ukuran kapal agar tidak terjadi penumpukan operasi penangkapan pada sustu daerah penangkapan Sebagai hasil dari analisis isi baik kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap maupun sistem registrasi dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian SDI harus selalu melakukan pengecekan ulang terhadap kapal yang telah diterbitkan ijinnya, karena menurut Fauzi 2001, menyatakan pada kondisi akses terbuka tingkat effort yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari yang semestinya untuk mencapai keuntungan yang optimal lestari, sehingga dari sudut pandang ekonomi, keseimbangan open acces menimbulkan alokasi sumberdaya alam yang tidak benar misallocation, karena kelebihan sumberdaya tenaga kerja, modal yang dibutuhkan untuk usaha perikanan tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Pandangan di atas merupakan inti dari prediksi Gordon yang mengatakan bahwa akses terbuka akan menimbulkan kondisi economic overfishing. Sehubungan dengan pengalokasian upaya penangkapan, sebaiknya untuk kapal ukuran 5 GT tidak dipaksakan untuk mengakses daerah yang lebih dalam, tetapi lebih maksimal pada kedalaman 5 – 20 meter atau pada Jalur I 3 mil laut jarak dari pantai, sesuai peraturan yang berlaku pada Permen KP No.22011 tentang pengaturan jalur penangkapan ikan. Permen tersebut menyatakan pada