34
1, dan terjadi komunikasi yang harmonis sesama anggota tim tentunya karena didukung oleh sikap dan pola pikir dari masing-masing anggota tim.
2.9 Pengelolaan Perikanan Tangkap
Kelangkaan sumberdaya memang telah menjadi isu global, ketika sumberdaya ikan dunia hanya tinggal 4 yang belum dieksploitasi, 21
dieskploitasi pada tingkat sedang, 65 dieskploitasi pada tingkat penuh dan berlebihan, 9 rusak, dan tidak lebih dari 1 yang pulih Garcia Moreno,
2001. Intensifnya penangkapan ikan tidak hanya meninggalkan permasalahan akut kelangkaan sumberdaya, tetapi juga krisis ekologi, ekonomi, dan sosial
terutama di daerah-daerah pantai. Kini, ciri dasar perikanan sedang mengikuti perikanan hipotetik Ricker 1975 dimana pada fase awal populasi ikan tumbuh
sampai ukuran maksimum dan perubahannya hanya diatur oleh pertumbuhan dan kematian alami. Ketika tekanan ekploitasi semakin intensif dengan sedikit
intervensi untuk konservasi dan rehabilitasi, sumberdaya ikan terus menurun dan hanya sedikit yang dapat pulih kembali. Gambaran terakhir inilah yang menjadi
ciri perikanan di Asia Tenggara seperti dikemukan Butcher 2004 dalam bukunnya “The closing of the frontier: a history of the marine fisheries in South
East Asia c. 1850- 2000”.
Perikanan Indonesia juga sedang mengalami nasib yang serupa. Secara nasional, hasil pengkajian stok ikan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat
Penelitian Oseanologi tahun 2001 menunjukkan 65 sumberdaya dieksploitasi secara penuh atau berlebihan dan sumberdaya ikan di kawasan barat mendapat
tekanan yang paling berat. Dari aspek produksi, pertumbuhan yang tinggi terjadi pada dekade 1970an akibat pesatnya laju motorisasi perikanan yang mencapai
lebih dari 10 per tahun. Sayangnya, motorisasi ini menghasilkan dualisme industri perikanan. Keberpihakan berlebihan pada perikanan skala besar trawl
dan purse-seine melahirkan berbagai konflik dan menjadi catatan buruk pengelolaan perikanan Indonesia. Saat ini, perikanan cenderung tumbuh semakin
terbatas dan berdasarkan data FAOSTAT 2005 pertumbuhan produksi tidak lebih dari 2 per tahun selama periode 1999-2001. Dalam periode yang sama,
berdasarkan data DKP 2003 nelayan tumbuh di atas 2 per tahun dan melebihi
35
laju pertumbuhan kapal ikan. Indikasi ini tidak hanya menunjukkan sumberdaya ikan semakin terbatas mendukung ekonomi nelayan, tetapi juga menjadikan
perikanan sebagai pelabuhan terakhir masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap lapangan kerja lainnya. Tidaklah mengherankan jika Béné dalam Jurnal
World Development 2003 menyebut perikanan yang sedang berjalan seirama dengan kemiskinan.
Sejak lama sebetulnya pemerintah telah mengembangkan beberapa pola yang secara langsung mengatur sub-sektor perikanan tangkap. Surat Keputusan
SK Menteri Pertanian No. 607KptsUm91976 mengatur jalur-jalur penangkapan ikan untuk mereduksi konflik perikanan. SK ini diperkuat dengan
beberapa SK lain dan pada tahun 1999 Menteri Pertanian mengeluarkan SK 392KptsIK.12041999 yang mengatur jalur penangkapan ikan yang baru beserta
karakter kapal dan alat tangkapnya. Pemerintah juga mengatur jumlah tangkapan yang diperbolehkan ”total allowable catch”, TAC melalui SK Menteri Pertanian
No. 473KptsIK.25061985 untuk perikanan di zona ekonomi eksklusif Indonesie ZEEI. Kebijakan ini juga secara tegas tertuang dalam Undang-Undang
UU Perikanan yang baru No. 312004 pasal 7. Selain perijinan perikanan yang diperkenalkan sejak lahirnya UU Perikanan No. 91985, registrasi kapal ikan juga
telah menjadi salah satu alat pengelolaan. Sayangnya, efektivitas pengelolaan perikanan yang dikembangkan selama ini tidak memuaskan. Dalam banyak kasus,
dominasi negara yang berlebihan justru menghilangkan berbagai kearifan lokal yang menjadi tradisi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Walaupun
UU perikanan No. 312004 menyebutkan keharusan memperhatikan hukum adat dan pentingnya memperhatikan peran-serta masyarakat pasal 6 ayat 2, namun
tidak ditemukan penjelasan lain lebih jauh dan nampak peran pemerintah dalam pengelolaan perikanan masih mendominasi.
Pada saat ini pemerintah telah memperbaharui tentang jalur penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor
Per.02MEN2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan