79
sistem, yaitu Standar, Dual dan Sederhana. Sistem Standar adalah sistem tertua, yang kembali ke tahun 1860, dan didasarkan pada sistem Inggris Moorsom.
Pengukuran Dual dikembangkan pada pertengahan abad ke-20 untuk memberikan altenatif dalam perhitunagn GT dengan mengabaikan superstructure, sistem
sederhana sistem awalnya disahkan oleh Kongres pada 1966 untuk kapal rekreasi untuk mengurangi pengukuran biaya beban bagi pemilik dan beban kerja
pengukuran pada pemerintah. Kemudian, sistem sederhana ini diberlakukan juga untuk kapal komersial tertentu.
Cara pengukuran sederhana juga diberlakukan di Canada CMT, 2007, perhitungan tetap menggunakan Convensi TMS 1969, dari hasil perhitungannya
untuk kapal-kapal di bawah 24 meter didapatkan seperti pada Tabel 21. Tabel 21
Hasil perhitungan GT oleh Canadian Transport Agency
LOA GT
Sampai dengan 8 meters 4.6
dari 8 m sd di bawah 8.5 m 5.0
dari 8,5 m sd di bawah 9 m 6.0
dari 9 m sd di bawah 9.5 m 7.0
dari 9,5 m sd di bawah 10 m 8.0
dari 10 m sd di bawah 10,5 m m 9.5
dari 10,5 m sd di bawah 11 m 11.0
dari 11 m sd di bawah 11.5 m 12.5
dari 11,5 m sd di bawah 12 m 14.5
Sama dengan 12 m 15.0
Hasil perhitungan ini angkanya lebih besar dari hasil perhitungan sederhana dalam tulisan ini, karena pada perhitungan pada tabel di atas betul-betul
menerapkan pada bagian kapal yang seluruhnya kedap, sedangkan pada penelitian ini untuk perhitungan rata-rata dari kapal-kapal mempunyai bangunan di atas dek
dan tidak ada bangunan di atas dek, serta tidak menghitung bangunan yang tidak kedap.
80
5.7 Kesimpulan
1. Selang panjang 14 -19 meter hampir mendominasi disetiap lokasi, karena kapal-kapal tersebut adalah kapal yang umum di daerah Aceh digunakan
untuk penangkapan dengan alat tangkap purse seine. 2. Mengukur sekaligus menghitung besaran GT akan lebih mudah dan cepat
dengan menggunakan dimensi panjang, setiap orang dapat mengukur panjang kapal dapat sangat kasat mata.
3. Mengukur dan menghitung menggunakan formularumus yang digunakan Perla sangat tidak menguntungkan, baik bagi pemilik kapal maupun bagi
pemerintah. 4. Besaran nilai GT akurasi data pada pengukuran ulang lebih baik
dibandingkan dengan ukuran dan perhitungan yang tertera pada dokumen, meskipun menggunakan formulasi perhitungan yang sama.
81
82
6 RANCANGAN PENGELOLAAN SISTEM REGISTRASI KAPAL
IKAN TERPADU 6.1
Pendahuluan
Pada kajian sebelumnnya tentang kondisi sistem registrasi kapal ikan yang ada, maka terdapat berbagai permasalahan baik yang sifatnya teknis dan non
teknis, permasalahan teknis seperti cara pengukuran dan perhitungan GT yang masih banyak kesimpang siuran dan non teknis yang lebih cenderung kepada hal
adminitratif seperti penyelesaianproses dokumen yang mengalami perjalanan sangat panjang.
Hal-hal seperti di atas tidak sesuai dengan arah kebijakan yang dicanangkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, bahkan
Kementrian Kelautan dan Perikanan KKP telah mengeluarkan Peraturan Menteri PerMen No. 16 Tahun 2010 tentang Pelimpahan kewenangan kepada Gubernur
untuk menerbitkan SIPI dan SIUP bagi kapal sampai dengan 60 GT. Pada PerMen KP tersebut dalam pertimbangannya menyebutka
n “bahwa dalam rangka mengakselerasi administrasi perizinan usaha penangkapan ikan kepada orang atau
badan hukum Indonesia yang akan melakukan kegiatan penangkapan danatau pengangkutan ikan, maka dipandang perlu memberikan kewenangan penerbitan
Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran di atas
30 tiga puluh gross tonnage sampai dengan 60 enam puluh gross tonnage kepada Gubernur, begitu pula yang tercantun dalam Rencana strategis KKP tahun
2010-2014 pada program peningkatan pelayanan dan pengendalian perizinan panangkapan ikan pada butir c kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka
peningkatan pelayanan dan pengendalian perizinan dilaksanakan secara komputerisasi. Sejalan dengan hal tersebut arah kebijakan daerah yang tertuang
dalam Rencana Startegis Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Aceh 2006-2010 untuk menata ulang data armada kapal ikan baik yang baru maupun yang tersisa
setelah tragedi tsunami. Kegiatan menata administerasi kapal-kapal ikan, dengan registrasi kapal
ikan berguna agar kapal dapat dinyatakan layak secara fisik dan legal secara hukum. Sistem registrasi kapal ikan yang diharapkan bukan saja terdaftar secara
83
nasional namun Indosnesia sebagai anggota Regional Fisheries Management Organization RFMO’s mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan kapal-
kapalnya, tujuannya adalah agar kapal-kapal Indonesia berpeluang untuk dapat menangkap ikan di laut lepasinternasional.
Kapal yang dapat menda ftar ke RFMO’s adalah kapal penangkap ikan dan
atau kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan dan pengangkutan ikan di wilayah kerja Organisasi Perikanan Regional RFMOs.
Persyaratan bagi kapal – kapal yang akan mendaftar pada organisasi pengelolaan
perikanan regional RFMOs adalah sebagai berikut: 1 Telah memiliki SIUP, SIPI dan atau SIKPI di daerah ZEEI dan Laut Lepas
2 Mendapat rekomendasi dari asosiasi perikanan dan tidak melakukan IUU Fishing.
3 Bersedia dan menjamin keselamatan jika di dalam kapalnya di tempatkan observer perikanan.
4 Mengisi form isian pendafaran kapal dan melengkapi data yang diperlukan Kapal - kapal terdaftar di RFMOs memiliki hak untuk:
1 Melakukan penangkapan ikan di laut lepas di wilayah pengelolaan RFMO’s.
2 Mendapatkan kuota penangkapan tuna. 3 Mengakses pasar tuna internasional, khususnya negara-negara tujuan
ekspor yang menjadi anggota RFMO . Kapal - kapal terdafar di RFMOs berkewajiban untuk:
1 Mematuhi resolusi masing-masing RFMOs. 2 Menerapkan log book dan menyerahkan hasilnya di pelabuhan pendaratan.
3 Mengaktifkan VMS. Untuk mendapatkan data yang akurat dan juga diakui oleh organisasi
internasional, maka dalam mengimplementasi sistem registrasi kapal ikan dilakukan secara terpadu. Pengelolaan data tersebut dilakukan secara bersama
seluruh instansi terkait secara serius penuh rasa tanggung jawab dan integritas yang tinggi dari instansi-instansi terkait secara langsung.
84
Pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu yang dimaksud harus mempunyai kesamaan persepsi terhadap 1 pengelolaan data menghasilkan satu
output data, 2 adanya transparansi dalam proses penyelesaian dokumen, 3 Adanya transparansi dalam biaya proses, 4 waktu penyelesaian dokumen, dan
5 proses penerbitan dokumen dilakukan pada satu pintu.
6.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan membangun rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu yang efektif dengan melibat instansi-instansi terkait dibawah
pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah Gubernur. Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan yang dihasilkan berbentuk bagan alir,
diperlihatkan pada Gambar 25.
6.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah terbentuknya tim registrasi kapal ikan yang dapat bekerja secara terpadu pada wilayah kerja masing-masing, data yang
diperoleh dapat digunakan untuk proses lebih lanjut dalam penyelesaian dokumen.
6.4 Metodologi
Metodologi dalam kajian rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu, diawali dengan analisis kebutuhan dimana subsistem-subsisteminstansi
terkait memerlukan kajian analisis kebutuhan. Analisis kelembagaan melalui matrik tupoksi antar instansi. Agar sistem ini dapat berjalan diperlukan langkah-
langkah strategis dan kebijakan pembagian wilayah kerja yang disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya
manusia ahli
ukur pada
instansi ADPELSyahbandar serta pemahaman tujuan akhir sistem ini.
85
6.5 Hasil Penelitian
6.5.1 Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan bertujuan untuk menginventarisasi instansi-instansi yang terlibat dalam sistem dalam perancangan sistem registrasi kapal ikan terpadu
dibawah pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah di bawah pengendalian Gubernur NAD. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian
berlangsung maka dapat diperoleh inventarisasi seperti yang tercantum pada Tabel 19 berikut:
Tabel 22 Analisis kebutuhan instansi-instansi yang terlibat dalam sistem dalam
perancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu di Provinsi Aceh.
No Pelaku
Kebutuhan
1 Petugas Ahli Ukur Kapal
Syahbandar Peralatan pengukuran yang memadai
Kelengkapan administrasi bertugas Buku Panduan Registrasi Kapal Ikan
Form isian registrasi kapal ikan
2 Petugas Cek Fisik Kapal
DKP Peralatan cek fisik yang memadai
Kelengkapan administrasi bertugas Buku Panduan Ragistrasi Kapal ikan
Form isian registrasi kapal ikan Kamera digital
3 Gubernur
Peraturan Gubernur Pergub Surat Keputusan untuk tim registrasi
4 Dinas
Kelautan dan
Perikanan ProvinsiKabupatenKota
Peralatan cek fisik yang memadai Kelengkapan administrasi bertugas
Buku Panduan Ragistrasi Kapal ikan Form isian registrasi kapal ikan
Kamera digital
6 Dinas
Perhubungan KabupatenKota
Peralatan pengukuran yang memadai Kelengkapan administrasi bertugas
Buku Panduan Registrasi Kapal Ikan Form isian registrasi kapal ikan
6.5.2 Analisis kelembagaan
Pada analisis ini dijabarkan tentang tugas pokok dan fungsi masing- masing lembaga terkait seperti di sajikan pada Tabel 20 berikut
86
Tabel 23 Analisis kelembagaan dengan matrik
Instansi Tupoksi
Kesesuaian
DKP Petugas Cek Fisik kapal SK Dirjen Perikanan Tangkap
Maksud dan tujuan dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah memberikan
pedoman pada para petugas cek fisik baik pusat
maupun daerah agar ada
kesepahaman mengenai pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan khususnya
untuk hal bersifat teknis di lapangan
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik kapal terlebih dahulu dilakukan verifikasi
terhadap dokumen kapal perikanan oleh Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan. Selanjutnya bila hasil verifikasirekomendasi dinyatakan setuju
kemudian dilakukan pemeriksaan fisik kapal perikanan yang meliputi:
1. Pemeriksaan Fisik Kapal Perikanan
Dalam hal ini pemeriksaan meliputi bagian di atas dan di bawah dek.
Pemeriksaan di atas dek dilakukan terhadap ukuran utama kapal seperti L,
Pemeriksaan Fisik Kapal Perikanan Dalam hal ini pemeriksaan meliputi
bagian di atas dan di bawah dek. Pemeriksaan di atas dek dilakukan
terhadap ukuran utama kapal seperti L, B, D, d dan karakteristik lainnya
seperti Sheer, Trim, Slip, Way, Rigger, Boom serta peralatan yang
ada di dalam kamar kemudi seperti kompas, peralatan penginderaan
jauh, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan
di bawah dek dilakukan terhadap: kapasitas, palkah, ruang
penyimpanan barang storage, ruang kamar mesin atau ruang pengolahan;
87
Instansi Tupoksi
Kesesuaian
B, D, d dan karakteristik lainnya seperti sheer, trim, slip, way, rigger, Boom
serta peralatan yang ada di dalam kamar kemudi seperti kompas, peralatan
penginderaan jauh, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan di
bawah dek dilakukan terhadap: kapasitas, palkah, ruang penyimpanan
barang storage, ruang kamar mesin atau ruang pengolahan;
2. Pemeriksaan Mesin dan Alat Bantu Penangkapan
Terhadap mesin dan alat bantu juga dilakukan pemeriksaan utamanya untuk
mengetahui nomor, merk, tahun pembuatan, dan spesifikasi lainnya.
Disamping mesin utama yang digunakan, mesin bantu gen set alat
bantu seperti : line hauler, winch, power block, water sprinkle, angli machine
, lampu sorot dan lainnya. Hal ini untuk
mengetahui apakah keberadaan alat bantu tersebut sesuai atau tidak dengan
peruntukannya;
3. Pemeriksaan Alat Penangkapan Ikan Pemeriksaan terhadap alat penangkapan