Umur Akseptor KB dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka

97 35 tahun berpeluang 2,12 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang berumur 15-24 tahun. Hasil yang berbeda didapat pada penelitian Gudaynhe dkk 2013. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil hubungan yang protektif antara akseptor KB dengan umur 30-34 terhadap penggunaan MKJP. Pada penelitian tersebut, wanita yang memiliki usia 20-24 tahun 3,69 kali mempunyai peluang untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki umur 30-34 tahun. Namun, hasil yang tidak sejalan dengan penetilian ini juga diperoleh pada penelitian Meskele dan Mekonnen 2014 dan Shegaw Getinet dkk 2014 dimana diperoleh hasil tidak ada hubungan antara umur dengan keinginan menggunakan MKJP. Hubungan yang diperoleh antara umur dengan penggunaan MKJP pada penelitian ini dapat dijadikan masukkan untuk meningkatan cakupan penggunaan MKJP. Hal ini dapat dilakukan dengan penyuluhan yang difokuskan pada akseptor KB berumur kurang atau sama dengan 30 tahun tentang kelemahan dan kelebihan tiap metode kontrasepsi dan penekanan bahwa MKJP merupakan metode yang aman dan efektif dalam menunda atau menjarangkan kelahiran.

2. Tingkat Pendidikan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Pendidikan menjadi salah satu faktor yang mencegah atau mendorong seseorang dalam bertindak, misalnya dalam memilih metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sesuatu yang diberikan seseorang kepada orang lain yang sedang berusaha 98 mencapai kedewasaan dalam arti normatif dengan menggunakan cara berupa alat, bahasa atau media guna mencapai perubahan tingkah laku dan tujuan Herijulianti, 2001. Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam menyerap informasi dan mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan atau efek samping bagi kesehatan terhadap pilihan metode kontrasepsi yang ada. Orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru Dewi dan Notobroto, 2014. Pada penelitian ini, diperoleh nilai OR pada CI 95 yaitu sebesar 1,033 0,509-2,099, dengan demikian nilai OR tersebut tidak bermakna. Hal ini dimungkinkan karena pada penelitian ini distribusi pendidikan baik pada kelompok kasus maupun kontrol sama-sama lebih banyak pada akseptor KB kelompok pendidikan tinggi. Hasil yang tidak berhubungan juga dapat dikarenakan pemilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan tidak hanya diputuskan oleh akseptor, tetapi terdapat pengaruh dari orang-orang disekitar akseptor misalnya suami, orang tua atau teman dekat maupun tokoh yang dianggap penting seperti kader kesehatan dan petugas kesehatan di wilayah setempat. Hal ini didukung oleh Faizahlaili 2009 yang mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi dipengaruhi berbagai faktor salah satunya pengaruh orang-orang terdekat. Selain itu, hasil yang tidak berhubungan pada penelitian ini dapat dikarenakan kategori pengelompokkan yang digunakan dimana pendidikan SMA masuk pada kategori pendidikan tinggi sehingga baik kelompok MKJP maupun non MKJP lebih banyak pada kategori pendidikan tinggi. 99 Walaupun pemerintah masih menerapkan wajib belajar 9 tahun yaitu sampai SMP, masyarakat di kota besar saat ini seperti Tangerang Selatan sudah banyak yang mencapai pendidikan sampai SMA. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pangestika 2010 diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pendidikan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian Adhyani dkk 2011 juga diperoleh hasil yang tidak signifikan antara pendidikan dengan penggunaan MKJP. Sama halnya pada hasil penelitian Mestad dkk 2012 juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pendidikan SMA dengan pendidikan Perguruan Tinggi dalam penggunaan MKJP. Pada penelitian Paskaria 2015 yang menganalisis data SDKI tahun 2012 juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan akseptor KB dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian Gudaynhe dkk 2014 yang dilakukan di Etiopia Barat juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara akseptor KB yang tidak sekolah atau jenjang pendidikan kedua dengan penggunaan MKJP jika dibandingkan dengan akseptor yang kuliah. Namun hasil yang berhubungan diperoleh pada kelompok pendidikan perguruan tinggi dengan pendidikan primer, yang berarti akseptor KB yang mencapai level pendidikan sampai perguruan tinggi berpeluang menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang hanya mencapai level pendidikan primer. Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian Asih dan Oesman 2009 dimana pada penelitian tersebut disimpulkan akseptor KB dengan 100 pendidikan diatas SLTP berpeluang 1,086 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB dengan pendidikan SLTP kebawah. Perbedaan hasil juga ditemukan pada penelitian Meskele dan Mekonnen 2014 yang memperoleh hasil bahwa akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi berpeluang 2,8 kali meningkatkan keinginan untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak berpendidikan. Hasil yang tidak berhubungan pada penelitian ini dapat dijadikan masukkan untuk meningkatkan cakupan MKJP dengan pemberian edukasi yang tidak hanya pada wanita usia subur saja melainkan juga kepada orang-orang terdekat akseptor seperti suami, agar mendorong dan mendukung pasangannya menggunakan MKJP. Selain itu, peran orang berpengaruh seperti kader kesehatan dan petugas kesehatan dengan cara menjadi role model di masyarakat dengan menggunakan MKJP juga dapat dilakukan dalam upaya peningkatan cakupan MKJP.

3. Status Pekerjaan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Pekerjaan ada berbagai jenis, jenis pekerjaan adalah macam- macam kegiatan melaksanakan tugas pokok, setiap pekerjaan juga mempunyai sifat yang berbeda-beda, ada yang membutuhkan waktu 24 jam ada pula yang hanya beberapa jam Bratakusumah dan Solihin, 2004. Pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam menggunakan Metode MJKP. Pada penelitian ini pekerjaan dibagi berdasarkan status bekerja dan tidak bekerja.