100
pendidikan diatas SLTP berpeluang 1,086 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB dengan pendidikan SLTP kebawah.
Perbedaan hasil juga ditemukan pada penelitian Meskele dan Mekonnen 2014 yang memperoleh hasil bahwa akseptor KB dengan tingkat
pendidikan tinggi berpeluang 2,8 kali meningkatkan keinginan untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak
berpendidikan. Hasil yang tidak berhubungan pada penelitian ini dapat dijadikan
masukkan untuk meningkatkan cakupan MKJP dengan pemberian edukasi yang tidak hanya pada wanita usia subur saja melainkan juga kepada
orang-orang terdekat akseptor seperti suami, agar mendorong dan mendukung pasangannya menggunakan MKJP. Selain itu, peran orang
berpengaruh seperti kader kesehatan dan petugas kesehatan dengan cara menjadi role model di masyarakat dengan menggunakan MKJP juga dapat
dilakukan dalam upaya peningkatan cakupan MKJP.
3. Status Pekerjaan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Pekerjaan ada berbagai jenis, jenis pekerjaan adalah macam- macam kegiatan melaksanakan tugas pokok, setiap pekerjaan juga
mempunyai sifat yang berbeda-beda, ada yang membutuhkan waktu 24 jam ada pula yang hanya beberapa jam Bratakusumah dan Solihin, 2004.
Pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam menggunakan Metode MJKP. Pada penelitian ini pekerjaan dibagi berdasarkan status bekerja dan tidak
bekerja.
101
Pada penelitian ini, diperoleh nilai OR pada CI 95 yaitu sebesar 4,737 2,100-10,687, dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga
dapat disimpulkan akseptor KB yang bekerja berpeluang 4,737 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak
bekerja. Pada analisis univariat terlihat pula adanya kecenderungan dimana kelompok non MKJP sebagian besar berstatus tidak bekerja 87.
Akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang memang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga sehingga lebih memiliki
banyak waktu untuk menggunakan kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntik. Akseptor KB yang bekerja berpeluang lebih untuk
menggunakan MKJP karena mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu pemakaian KB jangka pendek Non MKJP yang harus diminum
tiap hari seperti pil atau tiap bulan seperti suntik yang dapat menyita banyak waktu serta tidak efektif. Selain itu, Akseptor KB yang bekerja
memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi baik dari teman kerja atau dari media lain sehingga kesempatan untuk menggunakan MKJP
dapat lebih besar. Menurut Fienalia 2012, wanita bekerja kemungkinan lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB serta lebih mengetahui pilihan
metode yang ada jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Pada penelitian Teferra dan Wondifraw 2015 diperoleh hasil
sejalan dengan penelitian ini, yaitu wanita yang bekerja mempunyai peluang 1,7 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang
tidak bekerja. Pada penelitian Yalew dkk 2015 di Barat Laut Etiopia,
102
juga diperoleh hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan MKJP dimana akseptor KB dengan pekerjaan buruh dan pelajar meningkatkan
peluang menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor yang tidak bekerja.
Pada penelitian Asih dan Oesman 2009 juga diperoleh hasil yang signifikan antara status pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Pada
penelitian tersebut diketahui bahwa akseptor KB dengan status bekerja berpeluang 1,529 menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB
yang tidak bekerja. Namun, hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Kurniawati 2002 dimana diperoleh hasil yang tidak berhubungan antara
pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Hasil yang berhubungan antara pekerjaan dengan penggunaan
MKJP ini dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan cakupan penggunaan MKJP yaitu dengan melakukan penyuluhan tentang MKJP
yang difokuskan pada ibu-ibu rumah tangga melalui kegiatan-kegiatan di lingkungan Rumah Tangga RT seperti arisan atau pengajian ibu-ibu oleh
kader kesehatan atau ibu-ibu PKK wilayah setempat.
4. Tingkat Penghasilan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat
digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsikan danatau menimbun serta menambah kekayaan. Menurut Pasal 4 ayat 1 UU PPh
yang dimaksudkan dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
103
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun Judisseno, 2005.
Penghasilan memiliki pengaruh terhadap penggunaan MKJP. Pada penelitian ini, penghasilan akseptor KB dibagi menjadi 2 kategori yaitu
tinggi dan rendah. Kategori penghasilan tinggi adalah penghasilan diatas upah minimum kota Tangerang Selatan tahun 2014 berdasarkan Badan
Pusat Statistik BPS yaitu 2.442.000, sedangkan penghasilan rendah yaitu ≤ 2.442.000. Berdasarkan analisis diperoleh nilai OR pada CI 95
sebesar 2,206 1,075-4,528, dengan demikian nilai OR bermakna,
sehingga dapat disimpulkan akseptor KB yang berpenghasilan tinggi
berpeluang 2,206 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor
KB yang berpenghasilan rendah. Pada analisis univariat terlihat pula bahwa jumlah Akseptor KB
pengguna MKJP lebih banyak yang berpenghasilan tinggi 58,5, sedangkan jumlah Akseptor KB pengguna non MKJP lebih banyak yang
berpenghasilan rendah sebesar 62,2, dengan demikian terlihat bahwa terdapat kecenderungan tingkat penghasilan dengan penggunaan metode
kontrasepsi. Penghasilan yang rendah dapat berpengaruh terhadap pilihan metode
kontrasepsi yang akan digunakan karena berkaitan dengan kemampuan akseptor dalam membayar biaya pelayanan. Kelompok penghasilan tinggi
memiliki kesempatan lebih besar menggunakan MKJP karena memiliki