105 Gambar 49 Rencana Sirkulasi KCB Kotagede
6.3. Rencana Jalur Interpretasi
Rencana interpretasi yang dibuat dalam bentuk jalur dan sarana interpretasi yang dapat membantu wisatawan untuk mengetahui ataupun
memahami mengenai perkembangan KCB Kotagede dari jaman Kerajaan Mataram Islam hingga terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil
kerajinan perak Tabel 20. Jalur interpretasi telah disesuaikan dengan rencana jalur sirkulasi yang telah direncanakan.
Jalur interpretasi dimulai dari ruang penerimaan yang memiliki beberapa Rumah Kalang yang telah dirubah menjadi toko kerajinan perak maupun
restaurant. Pada ruang ini wisatawan diajak berkenalan terlebih dahulu terhadap karakter bangunan yang sebagaian besar terdapat dalam kawasan.
Selanjutnya adalah jalur Jalan Mondorokan yang pada permulaannya memiliki beberapa Rumah Kalang. Wisatawan dapat melihat gaya khas arsitektur
Rumah Kalang ini yang berupa campuran antara gaya Eropa dan Jawa. Orang Kalang merupakan orang khusus yang ditunjuk dari pihak kerajaan dan dipercaya
untuk mengabdi kepada kerajaan sebagai ahli kayu dalam lingkungan kraton. Sampai ujung Jalan Mondorokan ini wisatawan dapat mengunjungi Pasar
Gede yang merupakan pusat ekonomi masyarakat sejak jaman Kerajaan Mataram Islam. Kemudian sepanjang Jalan Canteng wisatawan juga dapat mengunjungi
Komplek Makam Raja-Raja Mataram yang merupakan objek utama dalam kawasan ini. Pada komplek ini pun terdapat Mesjid Besar Mataram dan komplek
pemandian sendang, setelah itu sebelum mengunjungi situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, wisatawan akan menemukan cepuri terlebih dahulu yang
merupakan benteng dalam kraton pada masa lalunya. Sampai di Kampung Dalem wisatawan dapat melihat situs Watu Gilang
dan Watu Gatheng. Pada lokasi inilah dahulu tempat berdirinya keraton kerajaan. Selain berupa papan informasi, media interpretasi yang disediakan adalah berupa
maket yang memberikan informasi kawasan kerajaan pada masanya, sehingga pengunjung dapat membayangkan kondisi kawasan tersebut pada zaman dulunya.
Di sebelah selatan kampung juga terdapat cepuri yang telah di rekonstruki oleh pihak BP3. Untuk menginterpretasikan luas kawasan keraton pada masa lalu maka
di sepanjang lokasi yang dulunya merupakan cepuri akan ditanami tanaman khas kraton, seperti pohon kepel Stelechocarpus burahol. Begitu juga untuk
penginterpretasian luasan kerajaan, penanaman tanaman khas keraton akan dilakukan pada sepanjang jalur baluwarti pada masa lalunya. dengan demikian
pengunjung dapat membayangkan luas kawasan kerajaan pada masa lalunya hanya dengan melihat patokan penanaman tanaman tersebut.
Setelah dari kampung Dalem wisatawan diarahkan ke lokasi Gang Rukunan yang merupakan ciri khas komplek pemukiman dalam kawasan. Gang
Rukunan ini berada pada kawasan kampung Alun-Alun yang dahulunya merupakan sebuah alun-alun kerajaan. Saat ini bukti sejarah alun-alun hanya
tinggal namanya saja, karena telah berubah menjadi kampung yang padat pemukiman penduduk lokal. Adapun untuk memperlihatkan batas kawasan alun-
alun pada masa lalu akan ditempatkan empat buah tugu pada setiap sudutnya Gambar 50. Hal ini dilakukan untuk membantu interpretasi pengunjung untuk
membayangkan lokasi dan luas alun-alun. Sampai objek ini interpretasi yang diberikan kepada wisatawan adalah pada periode jaman Kerajaan Mataram Islam.
Gambar 50 Ilustrasi tugu batas alun-alun
Kemudian perjalanan dilanjutkan memasuki Gang Prof. Kahar Muzakkir yang di dalamnya terdapat rumah Prof. Kahar Muzakkir yang merupakan tokoh
utama Muhammadiyah pada jamannya, yaitu jaman penjajahan Belanda. Dekat dari rumah tersebut terdapat Langgar Tertua yang masih milik saudara dari Prof.
Kahar Muzakkir. Keluar dari gang tersebut, kemudian wisatawan akan melewati Jalan
Karanglo dimana sepanjang jalannya terdapat pertokoan, dan langsung wisatawan
akan diarahakan ke Jalan Kemasan yang merupakan pusat toko kerajinan perak. Sebelum ke pertokoan perak tersebut pengunjung dapat terlebih dahulu
mengunjungi pusat home industry handycraft yang berada pemukiman penduduk di belakang pusat pertokoan perak. Hal ini menunjukkan kondisi KCB Kotagede
saat ini yang terkenal dengan penghasil kerajinan peraknya, yaitu setelah Kemerdekaan RI.
Jalur interpretasi terakhir merupakan Jalan Nyi Pembayun yang sepanjang jalannya terdapat pusat penjual makanan khas Kotagede, seperti kipo, yangko,
sate karang, dan lainnya. Selain dapat menikmati makanan khas, wisatawan pun dapat menikmati pertunjukkan kesenian tradisional masyarakat Kotagede yang
berlokasi di Panggung Kesenian Kotagede. Tabel 20 Rencana Interpretasi KCB Kotagede
No Lokasi
Rencana Interpretasi Media Interpretasi
1 Rumah Kalang, Pasar
Gede, Komplek Makam Raja-Raja Mataram,
Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, Cepuri
Representasi Kotagede ketika masa Kerajaan
Mataram Islam Papan interpretasi, jalur
sirkulasi, buklet kisah perkembangan Kerajaan
Mataram Islam dan arti dari keberadaan masing-masing
objek.
2 Langgar Tua dan Rumah
Prof. Kahar Muzakkir Representasi Kotegede
ketika jaman penjajahan Belanda
Papan interpretasi, jalur sirkulasi, buklet kisah
kehidupan Prof. Kahar Muzakkir semasa hidupnya.
No Lokasi
Rencana Interpretasi Media Interpretasi
3 Pusat toko kerajinan
perak dan home industry handycraft
Representasi Kotagede setelah kemerdekaan RI
Papan interpretasi, jalur sirkulasi, tempat untuk
menunjukkan proses pembuatan kerajinan perak,
alat untuk membuat kerajinan perak.
Selain dari pintu masuk Jalan Tegal Gendu, kegiatan wisata dapat juga dimulai dari Jalan Kemasan. Pintu gerbang dari jalan ini merupakan penanda
gerbang masuk pada masa kerajaan dan bentuk pintu gerbangnya dibuat dengan gaya arsitektur Jawa-Hindu-Islam. Jalan masuk ini merupakan jalur wisata
alternatif, dimana urutan jalur interpretasinya dibalik, yaitu dengan rute Jalan Kemasan-Jalan Karanglo-Gang Prof. Kahar Muzakkir-Jalan Canteng-Jalan
Mondorokan-Jalan Nyi Pembayun-Jalan Kemasan. Interpretasi yang dimulai dari pusat toko kerajinan perak dan diakhiri dengan mengunjungi Rumah Kalang
Tabel 21 dan Gambar 51.