Fasilitas Pendukung Wisata An

kawasan yaitu zona tinggi, zona sedang dan zona rendah. Zona tinggi merupakan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang sangat mendukung. Zona sedang adalah kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang mendukung. Sedangkan zona rendah merupakan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang tidak mendukung Gambar 40. Kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang sangat mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana yang menunjang kegiatan wisata, memiliki fasilitas khusus, sikap mata pencaharian masyarakat yang mendukung, menyediakan variasi kegiatan wisata dan memiliki keindahan. Kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana dan kondisi fisik kurang lengkap daripada kelurahan yang sangat mendukung kegiatan wisata. Sedangkan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang kurang mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana dan kondisi fisik kurang lengkap daripada kelurahan yang mendukung kegiatan wisata. Gambar 39 Analisis dan Sintesis untuk Wisata 73 Gambar 40 Kesesuaian lahan untuk wisata Gambar 41 Lokasi potensi objek wisata 4.5 Aspek Pengelolaan dan Kebijakan 4.5.1 Pengelolaan KCB Kotagede Pengelolaan KCB Kotagede ini dari pihak pemerintah dipegang oleh Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan BP3 tingkat Provinsi DI Yogyakarta. Hal ini dikarenakan KCB Kotagede berada dalam dua wilayah yang berbeda, yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pengelolaan yang dilakukan adalah melakukan penyuluhan pada masyarakat setempat tentang pentingnya nilai-nilai sejarah dan budaya lingkungan mereka. Selain itu dilakukan restorasi maupun konservasi pada bangunan tua atau kuno untuk mempertahankan keberadaan bangunan tersebut tanpa harus menghilangkannya. Usaha tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengendalian pembangunan disertai rekomendasi bentuk pembangunan atau renovasi yang seharusnya diterapkan pada bangunan tua tersebut. Dalam hal pariwisata pihak pemerintah telah memfasilitasi kawasan dengan penempatan papan informasi tentang KCB Kotagede dalam ruangan maupun luar ruangan. Pengelolaan dari pihak swasta terdapat dua yayasan, yaitu Yayasan Kanthil dan Yayasan Pusdok. Yayasan Kanthil dalam pengelolaan KCB Kotagede berperan sebagai penampung aspirasi masyarakat yang kemudian disampaikan kepada pihak pemerintah. Selain itu juga yayasan ini ikut berperan dalam pelestarian kawasan ini seperti pengawasan perombakan bangunan tua yang dilakukan dari pihak pemerintah. Pengawasan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pada bahan-bahan bangunan yang digunakan, karena pengurus yayasan ini merupakan penduduk asli kawasan ini. Metode dan cara pendekatan yang dilakukan Yayasan Kanthil kepada masyarakat pun tampak memiliki karakter sendiri. Pegiat Kanthil tidak terbiasa mengumpulkan warga secara khusus untuk menerima presentasi program-program lembaga. Pegiatnya justru langsung masuk ke masyarakat, dengan mendatangi kelompok-kelompok perajin atau kelompok kesenian ketika Kanthil akan menggelar event tertentu. Kadang mereka masuk ke pertemuan-pertemuan warga. Begitu cair memang karena pegiat yayasan itu adalah warga lokal sendiri, saudara, atau tetangga mereka yang biasa mereka temui sehari-hari. Sejak tahun 1999, Yayasan Kanthil mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pariwisata Kodya Yogyakarta dengan didapatkannya dana subsidi penyelenggaraan Festival Kotagede. Yayasan Kanthil juga telah menjadi mitra dekat beberapa lembaga pelestarian pusaka, seperti Jogja Heritage Society JHS, Center for Heritage Conservation CHC Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada, pegiat Green Map Yogyakarta, dan beberapa lainnya. Kanthil pun juga dipercaya oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia BPPI sebagai salah satu perintis berdirinya Organisasi Pengelola Kawasan Pusaka OPKP Kotagede pada tanggal 17 Agustus 2006. Yayasan Kanthil dan Yayasan Pusdok bekerjasama dalam mengadakan program wisata yang diberi nama Rambling Trough Kotagede Tlusap-Tlusup Kotagede yang didalamnya terdapat kegiatan wisata: 1. Wisata Spiritual yaitu mengunjungi makam raja Kotagede I yang merupakan pendiri kerajaan mataram Islam Kotagede ada keharusan memakai pakaian traditional Jawa berupa kemben untuk perempuan dan beskap untuk laki-laki. Dalam waktu-waktu tertentu dapat juga mengikuti upacara caos, yaitu persembahan doa kepada penghuni makam yang merupakan raja dan keturunannya yang dipercayai dapat mengabulkan segala permohonan kemakmuran dan kekayaan. 2. Wisata Lorong dimana kita diajak untuk menyusuri lorong-lorong sempit yang ada ditengah perkampungan Kotagede. Akan banyak ditemui rumah-rumah traditional Kotagede yang berumur sekitar abad ke 18 dengan nuansa kekunoannya. Juga bisa dilihat reruntuhan kerajaan Mataram Islam pada abad ke 16 yang masih tersisa hingga sekarang. Seperti apa yang pernah kita mendengar Rumah Kalang yang melegenda karena dasar lantainya adalah mata uang. Kita akan melihat dan mendengar cerita tersebut langsung di area yang masih menjadi selimut tebal pada cerita-cerita mistis dan keanehan lainnya. Untuk kawasan Makam Raja-Raja Mataram terdapat pengelola khusus, yaitu para Abdi Dalem yang ditunjuk langsung dari pihak kraton. Abdi Dalem yang bertugas dalam kawasan ini berasal dari dua kraton, yaitu Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Dari pihak Kraton Yogyakarta menugaskan lima orang Abdi Dalem per harinya, jika dari pihak Kraton Surakarta biasanya menugaskan 3 orang Abdi Dalem per harinya. Setiap Abdi Dalem mengalami pergiliran dalam bertugas, jika dari pihak Kraton Yogyakarta mereka bertugas enam hari sekali, sedangkan dari pihak Kraton Surakarta para Abdi Dalem ditugaskan setiap empat hari sekali. Komplek Makam Raja-Raja Mataram ini telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya sesuai dengan Peraturan Menbudpar No PM.25PW.007MKP2007 dan dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1992. Untuk objek sejarah peninggalan lainnya masih dalam proses pengajuan untuk ditetapkan sebagai BCB. Begitu juga dengan sebutan Kawasan Cagar Budaya Kotagede, sebutan ini belum ada penetapan secara resmi dari pihak pemerintah, seperti halnya Komplek Makam Raja-Raja Mataram. Tapi sebutan ini telah lazim digunakan sampai wisatawan mancanegara pun mengetahuinya. Kebudayaan yang berkembang di KCB Kotagede merupakan warisan kebudayaan Mataram, tetapi setelah terjadi palihan negari pembagian Kerajaan Mataram menjadi Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian Giyanti, terjadi perkembangan budaya khas Yogyakarta baik yang menyangkut perilaku, sosial-ekonomi, kesenian, bahasa, dan tradisi. Kawasan Kotagede menjadi masih menjaga warisan kebudayaan Mataram tersebut. Di kawasan ini banyak dijumpai berbagai peninggalan bernilai sejarah dan budaya Mataram Islam yang masih terjaga dan terpelihara dengan baik. Tata kehidupan masyarakat Kotagede yang non-agraris yakni mengandalkan usaha kerajinan, pertukangan dan usaha sejenis yang dahulu memang menjadi bagian dari kehidupan istana masih tetap terpelihara sampai kini dan memberikan atmosfer kehidupan budaya living culture yang unik serta memberikan warna khas bagi kebudayaan Yogyakarta. Karena semua potensi tersebutlah maka Kotagede ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya.

4.5.2 Rencana dan Kebijakan Pengembangan

Menurut BAPPEDA Kota Yogyakarta, Kotagede merupakan kawasan tua peninggalan sejarah Kraton Mataram hingga kini mempunyai entitas dan peran spasial spesifik kawasan sendiri dan pada skala kota. Untuk mempertahankan kondisi tersebut dibutuhkan kebijakan juga tindakan pengembangan yang dapat melindungi dan melestarikan berbagai BCB yang ada serta mendukung kehidupan masyarakat pada kawasan tersebut. Pengembangan yang dilakukan oleh BAPPEDA pada KCB Kotagede ini berorientasi pada ketentuan spasial yang terdapat pada Perda 61994 mengenai Rencana Umum Tata Ruang Kota Yogyakarta dan sudah ditetapkan sebagai Perda baru tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dan Kepwal 412002 yang mengatur tentang penjabaran status kawasan pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan tatanan fisik bangunan. Kemudian jika dari segi implementasi tata ruang, pihak BAPPEDA memiliki beberapa kendala, diantaranya yaitu : 1. Perda tata ruang sangat sulit diterapkan di kota secara ideal sesuai ketentuan yang diharapkan seperti masalah peruntukan kawasan sulit terwujud karena pada kenyataannya fungsi mixed land use yang akhirnya terjadi sebagai upaya kompromi di lapangan. Juga ketentuan baku normatif dimensi spasial sulit dipedomani karena berkaitan dengan hak milik persil pribadi, misal ketentuan tentang sempadan bangunan pada luasan lahan yang terbatas. 2. Perda tentang kawasan lindung di daerah sesuai amanat Keppres No.321990 belum ada, sehingga pemerintah kota mengalami hambatan dalam mengatur dan mengelola kawasan lindung tertentu tersebut apakah melalui kebijakan budidaya, preservasi, ataukah konservasi. 3. Ketentuan tentang zoning regulation sangat sulit diterapkan karena dinamika ruang suatu kota yang keberadaannya telah lama, utamanya menggunakan pola arah dominasi pemanfaatan ruang kawasan. Artinya kawasan tidak seutuhnya peruntukkannya untuk fungsi tertentu, tetapi arah pengembangan kawasan disesuaikan dengan fungsi utama yang merupakan dominasi fungsi pada area tersebut. Tindakan pengembangan yang telah direncanakan oleh BAPPEDA terhadap KCB Kotegede ini secara umum, yaitu melakukan rekayasa dan pengembangan seluruh aspek sosial, ekonomi, budaya, fisik dan spasial agar tetap mampu menjadi entitas spesifik yang optimal bagi kawasan sendiri maupun skala kota. Selain itu, pihak BAPPEDA dalam Lokakarya Temu Pemangku Kepentingan Sinkronisasi Program Pelestarian dan Pengelolaan KCB Kotagede di Gedung PIP2B Prov DIY 19 Agustus 2009 memiliki konsep pengembangan bahwa KCB Kotagede ini akan direncanakan sebagai ‘ikon’ Pusat Seni dan Kerajinan Yogyakarta di Kawasan Selatan Yogyakarta dan dalam merealisasikan rencana tersebut dibutuhkan beberapa program yang dapat mendukung perencanaan tersebut, yaitu: City Beautification 1. Revitalisasi kawasan Kotagede dilakukan dengan pengembalian rancangan fasade Pasar Kotagede pada desain masa lalu. Upaya ini sebagai pengungkapan ekspresi kawasan ‘tempo doeloe’ yang tetap eksis dan tetap mempunyai fungsi ekonomi hingga saat kini. 2. Potensi genious loci karakter kawasan ini dipertegas dengan pembangunan landmark tetenger berupa rancangan gate pintu masuk kawasan yang memberi impresi kawasan khas bersejarah yang mempunyai nilai sosial- kultural-historis. Rancangan gate dipadu dengan penerangan lighting yang atraktif serta papan informasi penunjuk entry kawasan untuk mempertegas batas delineasi kawasan dan atmosfir spasial kawasan. Pembangunan Kewilayahan yang dikaitkan dengan Strategi Kebijakan 1. Meningkatkan fungsi kampung sebagai tempat berinteraksi masyarakat melalui penyediaan ruang terbuka, penghijauan dan pertamanan. 2. Meningkatkan kerjasama dengan daerah tetangga dalam pengembangan kawasan perkotaan. 3. Kerjasama antar kota – kabupaten dalam kebijakan perencanaan spasial dan fisik infratsruktur pengembangan kawasan perbatasan Kawasan Kotagede Pembangunan Kewilayahan Berbasis Kampung 1. Pada aspek sejarah, pembentukan kewilayahan dimulai dari keberadaan kampung 2. Dalam setiap penyelenggaraan pembangunan keberadaan kampung tetap dipertahankan 3. Menjadikan kampung sebagai tempat interaksi yang utuh bagi warganya