Fasilitas dan Utilitas Aspek Fisik .1 Letak Geografis
Terdapat beberapa jenis sarana komunikasi pada kawasan ini. Sebagian besar masyarakat menggunakan pesawat telepon untuk saling berkomunikasi.
Tetapi masyarakat juga masih menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, seperti ORARI dan INTERCOM. Untuk fasilitas komunikasi umum terdapat
pemancar radio, telepon umum, dan TV umum. Jaringan listrik pertama kali masuk KCB Kotagede pada tahun 1923.
Pemanfaatan listrik oleh masyarakat digunakan untuk penerangan juga untuk penunjang fasilitas yang ada. Pelayanan listrik saat ini telah ditangani oleh PLN.
Selain itu, terdapat beberapa sisa jaringan listrik kuno berupa gardu distribusi listrik kuno yang berada di pojok barat laut Pasar Kotagede dan beberapa tiang
listrik kuno yang terbuat dari batang kayu. Gardu listrik kuno Gambar 24 tersebut dibangun pada tahun 1922 dan dikenal dengan sebutan Babon Aniem
oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk tiang listrik kayu Gambar 25 masih dapat dijumpai di wilayah Selokraman, Celenan, Toprayan, dan Jalan
Mondorokan.
Gambar 24 Gardu listrik kuno Gambar 25 Tiang listrik kayu
Saluran drainase pada kawasan KCB Kotagede berupa gorong-gorong maupun selokan. Semua aliran selokan diarahkan ke Sungai Gajah Wong. Namun,
beberapa selokan tersebut kondisinya dalam keadaan buruk, sehingga selalu menjadi penyebab banjir pada beberapa ruas jalan.
4.3 Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Keadaan Sosial Ekonomi
Kawasan Pasar Gede dahulu belum seluas seperti sekarang dan aktivitas jual beli dilakukan di bawah pohon-pohon yang rindang. Komoditi yang
diperdagangkan adalah hasil pertanian yang berasal dari pedesaan. Selain bertani, mereka juga berprofesi sebagai abdi dalem karya, pengrajin
kerajaan atau tukang kraton. Para pengrajin ini didatangkan dari Gunung Kidul dan Bantul. Pada awalnya mereka dikumpulkan untuk melayani kebutuhan istana
dan para pejabat. Hingga pertengahan abad XIX M, produksi dan distribusi barang-barang itu tidak diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
umum. Setelah perang Diponegoro berakhir, ekonomi lokal Kotagede mulai tumbuh dengan munculnya kelompok pedagang yang mengkhususkan produksi
dan distribusi kebutuhan pokok kaum tani, sebagai salah satu usaha untuk menyelamatkan pedagang lokal dari serbuan pengusaha asing. Selain kerajinan
emas dan perak, ada juga kerajinan tembaga dan tekstil. Kerajinan tembaga di Kotagede sangat terbatas jumlahnya dan hanya
memproduksi alat-alat rumah tangga. Sementara kerajinan tenun di Kelurahan Jagalan dan Kampung Alun-Alun memproduksi kain lurik yang ditenun manual.
Industri tekstil yang berkembang adalah industri batik. Pada tahun 1920-an disebut zaman batik karena jaringan perdagangannya hingga seluruh pelosok
Jawa. Untuk saat ini hanya beberapa kerajinan yang masih bertahan, terutama pengrajin perak dan untuk persebaran dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar
27. Pasar Gede pada hari-hari biasa menjual hasil pertanian dan kebutuhan
pangan. Ketika pasaran Legi tiba, kain cap batik, barang-barang besi dan tembaga, kayu arang, gamping, burung, hingga bunga untuk ziarah turut dijual.
Para pedagang dari seluruh penjuru Jawa berkunjung kesana setiap hari. Industri Kotagede, terutama reputasi barang-barang emas dan peraknya terkenal di seluruh
penjuru Jawa. Salah satu pendukung ekonomi Kotagede adalah keberadaan orang-orang
Kalang yang berpusat di Tegalgendu. Mereka adalah penyedia kayu dan ahli
bangunan kraton. Kelompok ini sangat eksklusif, hal ini dapat dilihat dari ciri rumah mereka yang berarsitektur campuran antara Jawa dan Eropa dengan interior
yang mewah. Kotagede juga mempunyai industri makanan kecil, yaitu yangko dan kipa
baca: kipo. Keduanya merupakan industri rumah tangga yang cukup populer di berbagai kota di Jawa. Persebaran usahanya industri makanan ini pun cukup
banyak dalam kawasan Gambar 29. Namun usaha kipa tidak begitu berkembang karena makanannya yang cepat basi. Kemerosotan ekonomi akibat situasi politik
yang tidak stabil pada 1950-1960-an membuat perindustrian di Kotagede menggantungkan hidupnya pada usaha pakaian jadi dan perhiasan emas imitasi
yang tidak banyak memerlukan keahlian dan pengalaman. Saat ini, aktivitas perekonomian di Kotagede tidak seramai dulu,
kebanyakan hanya untuk kepentingan pariwisata dan kebutuhan sehari-hari. Industri perak yang menjadi kekhasan Kotagede saat ini lebih banyak berbentuk
industri kecil dan artshop.