Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

4.3.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Kategori terakhir adalah kategori menimbulkan konflik. Berikut ini adalah contoh tuturan tidak santun dalam kategori menimbulkan konflik. 1 Subkategori melarang Tuturan E1: “Nggak boleh Dasar kamu, pipis kata umpatan” Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang ingin meminjam playstation penutur. Penutur menggunakan kata-kata umpatan. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur. Penutur memancing mitra tutur untuk mengikuti umpatannya. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya. Tuturan E2: “Ndak boleh Ini buat aku.” Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang ingin meminjam mainan penutur. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur Penutur membuat mitra tutur takut dan menangis. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya. 2 Subkategori mengancam Tuturan E3: “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak- abrik” Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, aku porak-porandakan Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang meletakan sesaji di dalam rumah. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur Penutur berbicara dengan ekspresi marah. Penutur berbicara kepada mitra tutur yang berumur lebih tua. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah neneknya. Tuturan E7: “Tak grujug Kowe Sekali bapak ngomong, jangan dibantah” Saya siram Kamu Sekali bapal bicara, jangan dibantah Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang terlambat pulang. Penutur berbicara dengan ekspresi marah. Penutur membuat mitra tutur berani melawan. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya. 3 Subkategori memerintah Tuturan E4: “Wong yang satu masih kok, sana ambil Itu di dalam sana, heran.” Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras kepada mitra tutur yang meminta dibuatkan susu. Penutur memaksakan kekendak kepada mitra tutur. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur menangis. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah keponakannya. 4 Subkategori mengejek Tuturan E5: “Yo ben, yo ben.” Biarin, biarin. Konteks: Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur yang menyuruh penutur untuk pulang. Penutur seperti menyepelekan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur marah. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah neneknya. 5 Subkategori menolak Tuturan E6: “Ah mengko Karo mas Ardha wae.” Ah nanti Dengan mas Ardha saja. Konteks: Penutur berbicara dengan kasar kepada mitra tutur yang menyuruh penutur untuk mandi. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur marah. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah ayahnya. Tuturan E9: “Wegah Mas wae kae lho.” Tidak mau Mas saja itu lho. Konteks: Penutur berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur yang menyuruh penutur untuk membelikan sabun di warung. Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur membuat mitra tutur kesal. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya. 6 Subkategori kesal Tuturan E8: “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas” Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas Konteks: Penutur berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur yang tidak menyelesaikan tugas mengepelnya. Penutur berbicara di depan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur kesal. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya. Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori menimbulkan konflik ditandai dengan penutur yang sengaja mengucapkan tuturan tidak santun kepada mitra tutur. Tuturan tersebut diucapkan dengan membentak, mengumpat, marah, kesal, keras, atau kasar. Akibat tuturan penutur tersebut, mitra tutur yang tidak bisa menerima akhirnya juga memberikan respon yang membuat penutur dan mitra tutur berkonflik. Contoh respon mitra tutur tersebut dapat berupa memberikan umpatan kembali untuk penutur, takut, menangis, berani melawan penutur, marah, atau kesal kepada penutur. Wujud ketidaksantunan pragmatik yang terlihat jelas pada kategori menimbulkan konflik yaitu penutur yang membentak mitra tutur, seperti pada tuturan E1, E2, E3, dan E7. Penutur E1 berbicara kepada mitra tutur yang ingin meminjam playstation penutur dengan membentak dan menggunakan kata umpatan. Penutur E2 berbicara dengan membentak mitra tutur yang ingin meminjam mainan penutur. Penutur E3 membentak mitra tutur yang meletakan sesaji di dalam rumah, sedangkan penutur E7 membentak mitra tutur yang terlambat pulang. Bentakan yang digunakan oleh penutur-penutur tersebut ternyata membuat hati mitra tutur tidak berkenan sehingga menimbulkan konflik di antara penutur dan mitra tutur. Timbulnya konflik antara penutur dan mitra tutur juga dapat terjadi jika penutur berbicara dengan kasar dan menunjukkan kekesalannya seolah-olah menyepelekan mitra tutur, misalnya pada tuturan E4, E5, E6, E8, dan E9. Penutur E4 berbicara dengan volume yang keras kepada mitra tutur yang meminta dibuatkan susu. Penutur E5 menyepelekan mitra tutur yang menyuruh penutur untuk pulang. Penutur E6 berbicara dengan kasar kepada mitra tutur yang menyuruh penutur untuk mandi. Penutur E8 berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur yang tidak menyelesaikan tugas mengepelnya. Penutur E9 berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur yang menyuruh penutur untuk membelikan sabun di warung. Tindakan penutur-penutur tersebut dikatakan tidak santun karena membuat mitra tuturnya kesal dan marah sehingga muncullah konflik diantara penutur dan mitra tutur.

4.3.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik