5 Maksud ketidaksantunan penutur
Tuturan E6: Penutur bermaksud menolak perintah mitra tutur yang
menyuruhnya mandi lebih dulu.
Tuturan E9: Penutur bermaksud menolak perintah mitra tutur yang
menyuruhnya untuk membeli teh di warung.
4.2.5.6 Subkategori Kesal
Subkategori kesal pada kategori mebimbulkan konflik terjadi ketika penutur mengungkapkan ekspresi kekesalan, ketidaksenangan, atau kekecewaan
kepada mitra tutur. Akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja dituturkan oleh penutur, mitra tutur menjadi tersinggung sehingga timbullah konflik antara
penutur dan mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori kesal.
Cuplikan tuturan 54 MT : “Kuwi tinggal garingke.”
Itu hanya kurang dikeringkan
P : “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas” E8
Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas MT : “Has embuh, embuh”
Has tidak tahu, tidak tahu
Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 23 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Mitra tutur perempuan berumur 13 tahun. Tuturan terjadi di ruang
makan, saat pagi hari. Mitra tutur sedang mengepel lantai. Penutur berjalan melewati mitra tutur. Mitra tutur meminta penutur untuk mengeringkan lantai
yang masih basah. Penutur masih memiliki tanggungan pekerjaan rumah yang lain.
Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud
ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.
1 Wujud ketidaksantunan linguistik
Tuturan E8:
“Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas” Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas
2 Wujud ketidaksantunan pragmatik
Tuturan E8: Penutur berbicara dengan kasar dan kesal. Penutur berbicara
di depan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur kesal. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.
3 Penanda ketidaksantunan linguistik
Tuturan E8: Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.
Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang terdapat
pada tuturan E8 ialah “kok”. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “tuntas”. Intonasi yang digunakan penutur ialah
intonasi seru.
4 Penanda ketidaksantunan pragmatik
Konteks tuturan E8: Penutur perempuan berumur 23 tahun. Penutur
adalah kakak mitra tutur. Mitra tutur perempuan berumur 13 tahun. Tuturan terjadi di ruang makan, saat pagi hari. Mitra tutur sedang mengepel lantai.
Penutur berjalan melewati mitra tutur. Mitra tutur meminta penutur untuk mengeringkan lantai yang masih basah. Penutur masih memiliki tanggungan
pekerjaan rumah yang lain. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur mengingatkan mitra tutur supaya menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas.
Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur kesal, lalu mengepel dengan asal-
asalan.
5 Maksud ketidaksantunan penutur
Tuturan E8: Penutur bermaksud menyindir mitra tutur yang tidak bisa
menyelesaikan tugasnya dengan tuntas.
4.3 Pembahasan
Hasil temuan yang telah dianalisis akan dibahas lebih mendalam pada bagian pembahasan ini. Pada bagian ini, pembahasan akan didasarkan pada tiga
pokok rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Ketiga rumusan masalah tersebut meliputi wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,
penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur. Pembahasan ketiga rumusan tersebut dalam setiap kategori adalah
sebagai berikut.
4.3.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik
Santun tidaknya suatu tuturan tergantung pada wujud tuturan tersebut. Wujud ketidaksantunan tuturan tersebut dapat berupa wujud ketidaksantunan
linguistik dan wujud ketidaksantunan pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik merupakan hasil transkrip tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan
wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara penyampaian penutur saat mengatakan tuturan tidak santun tersebut.