Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

201

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi dua hal, yaitu simpulan dan saran. Simpulan meliputi rangkuman atas keseluruhan penelitian ini. Saran meliputi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan, baik untuk peneliti lanjutan maupun keluarga, terutama keluarga yang berbudaya Jawa.

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian dalam bab IV mengenai ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang digunakan untuk komunikasi dalam ranah keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta, dapat disimpulkan hal-hal berikut ini.

5.1.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Ketidaksantunan berbahasa yang ditemukan dalam komunikasi antaranggota keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta dapat dilihat dari dua wujud, yaitu wujud ketidaksantunan linguistik dan wujud ketidaksantunan pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan yaitu berupa tuturan lisan tidak santun dan termasuk dalam lima kategori ketidaksantunan. Kelima kategori ketidaksantunan tersebut adalah 1 kategori melanggar norma yang terdiri dari tiga subkategori, yaitu subkategori menjanjikan, menolak, dan kesal; 2 kategori mengancam muka sepihak yang terdiri dari lima subkategori, yaitu subkategori menyindir, memerintah, menjanjikan, kesal, dan mengejek; 3 kategori melecehkan muka yang terdiri dari lima subkategori, yaitu subkategori kesal, memerintah, menyindir, mengejek, dan mengancam; 4 kategori menghilangkan muka yang terdiri dari empat subkategori, yaitu subkategori menyindir, mengejek, menyalahkan, dan memerintah; serta 5 kategori menimbulkan konflik yang terdiri dari enam subkategori, yaitu subkategori melarang, mengancam, memerintah, mengejek, menolak, dan kesal. Selain wujud ketidaksantunan linguistik, ketidaksantunan berbahasa juga dilihat dari wujud ketidaksantunan pragmatiknya. Wujud ketidaksantunan pragmatik merupakan cara penyampaian penutur sehingga membuat suatu tuturan menjadi tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik dalam setiap kategori adalah sebagai berikut. 1 Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori melanggar norma adalah penutur tidak merasa bersalah ketika melanggar kesepakatan atau peraturan yang telah disepakati bersama dan penutur berbicara dengan ketus dan malas, padahal penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. 2 Wujud ketidaksantunan pada kategori mengancam muka sepihak adalah penutur berbicara dengan ketus, sinis, kasar dan dengan volume yang keras, tetapi sebenarnya penutur tidak bermaksud menyinggung mitra tutur. 3 Wujud ketidaksantunan pada kategori melecehkan muka adalah penutur berbicara dengan ekspresi kecewa, kesal, marah, atau sinis. Penutur membentak mitra tutur secara kasar dan ketus dengan volume yang keras. Dalam kategori ini, penutur dengan sengaja membuat mitra tutur tersinggung. 4 Wujud ketidaksantunan pada kategori menghilangkan muka adalah penutur berbicara atau berteriak dengan volume yang keras, ketus, dan kasar dengan maksud meremehkan dan mengejek mitra tutur. Dalam kategori ini, penutur tidak hanya membuat mitra tutur tersinggung, tetapi juga membuat mitra tutur menjadi malu secara sengaja. 5 Wujud ketidaksantunan pada kategori menimbulkan konflik adalah penutur berbicara atau membentak mitra tutur dengan volume yang keras dan kasar untuk menunjukkan ekspresi marah dan kesal. Dalam kategori ini, tuturan tidak santun penutur dapat menimbulkan konflik di antara penutur dan mitra tutur.

5.1.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik