Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Selain dilihat dari wujud linguistiknya, ketidaksantunan suatu tuturan juga dilihat dari wujud pragmatiknya. Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan dalam setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda dan wujud tersebut menjadi ciri khas dari setiap kategori tersebut. Berikut ini adalah wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang dikelompokan dalam lima kategori ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.

4.3.1.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Tuturan ketidaksantunan yang termasuk dalam kategori melanggar norma ada empat tuturan. Keempat tuturan tersebut adalah sebagai berikut. 1 Subkategori menjanjikan Tuturan A1: “Bentar ta, Ma Lagi seru game-nya.” Konteks: Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur. Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak memandang mitra tutur ketika berbicara. Penutur berbicara dengan orang tua. Tuturan A3: “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.” Sebentar ta, iya-iya sebentar lagi Konteks: Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur. Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak memandang mitra tutur ketika berbicara. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. 2 Subkategori menolak Tuturan A2: “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” Ah malas. Sekali-sekali tidak kan tidak apa-apa, Bu Konteks: Penutur dengan sengaja melanggar peraturan yang ada. Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berusaha membujuk mitra tutur untuk menyetujui tindakannya. Penutur berbicara dengan orang tua. 3 Subkategori kesal Tuturan A4: “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” Ya ampun, Bu. Baru jam sembilan masak sudah malam? Konteks: Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan malas. Penutur berbicara dengan orang tua. Dari keempat tuturan tersebut, dapat dilihat bahwa kategori ketidaksantunan melanggar norma ditandai dengan penutur yang tidak merasa bersalah meski sudah melanggar peraturan yang telah disepakati, penutur tidak mengindahkan teguran dari mitra tutur dan hal ini ditunjukkan dengan cara penutur menanggapi mitra tutur, misalnya berbicara dengan kethus dan malas. Tanda-tanda tersebut semakin tidak santun karena penutur bertindak demikian kepada orang yang lebih tua. Dalam kebudayaan Jawa, orang yang lebih muda diharuskan menjaga sopan santun ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Sopan santun tersebut dapat ditunjukkan melalui tuturan yang halus dan sikap yang dianggap santun. Wujud ketidaksantunan tuturan A1 dan A3 ditunjukan dari penutur yang tidak mengindahkan peraturan waktu belajar yang sudah disepakati oleh keluarganya dengan tidak merasa bersalah. Ketika berbicara, penutur berbicara dengan kethus padahal penutur A1 berbicara dengan ibunya, sedangkan penutur A3 dengan kakaknya. Hal serupa juga terwujud dalam tuturan A2 dan A4. Wujud ketidaksantunan pragmatik yang ditunjukan oleh penutur A2 yang tidak mau melaksanakan tugas mencuci piring dengan tidak merasa bersalah, seperti dengan penutur A4 yang telah melanggar perjanjian waktu pulang. Kedua penutur jugaberbicara kepada mitra tutur dengan malas, padahal mitra tutur adalah ibu dari kedua penutur.

4.3.1.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak