Teori Maksud KAJIAN PUSTAKA

2.8 Teori Maksud

Rahardi 2003:16−17 menjelaskan mengenai ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi, sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks context dependent, sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks context independent. Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik diadic meaning, sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik triadic meaning. Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan an sich, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya. Sesuai dengan pendapat Rahardi, Wijana 1996: 2 juga menjelaskan bahwa makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat oleh konteks. Hal ini berbeda dengan semantik yang menelaah makna yang bebas konteks yaitu makna linguistik, sedangkan pragmatik adalah maksud tuturan. Semantik tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa. Jika, makna juga diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka sulit diingkari pentingnya konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah berdasarkan konteks pemakaiannya. Konteks tuturan dalam bentuk bahasa yang berbeda dapat mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan yang sama dapat mempunyai arti atau maksud yang lain. Perbedaan antara makna, maksud, dan informasi juga diungkapkan oleh I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi dalam buku yang berjudul “Semantik: Teori dan Analisis” 2008:10–11. Makna berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat objektif. Perbedaan antara makna, maksud, dan informasi akan lebih jelas dilihat pada kalimat 1, 2, 3, dan 4 berikut. 1 Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9. 2 Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5. 3 Ayah membeli buku. 4 Buku ini dibeli ayah. Kata “pandai” dalam kalimat 1 bermakna “pintar” karena secara internal memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat 1 yang bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh penuturnya untuk mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang bersifat subjektif inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan “pintar” pada kalimat 1 disebut makna linguistik linguistic meaning , sedangkan “pandai” yang me nyatakan “bodoh” pada kalimat 2 disebut makna penutur speaker meaning. Makna linguistik maknamenjadi bahan kajian semantik, sedangkan makna penutur maksud menjadi bahan kajian pragmatik. Kalimat 3 jelas memiliki perbedaan makna gramatikal dengan kalimat 4. Kalimat 3 adalah kalimat aktif, sedangkan kalimat 4 adalah kalimat pasif. Akan tetapi, berdasarkan isi tuturan secara objektif kedua kalimat di atas menyatakan informasi yang sama, yakni “ayah yang membeli buku” dan “buku yang dibeli ayah”.

2.9 Kerangka Berpikir