2.  Perempuan  sebagai  Pelaku  Bisnis  dalam  Novel  Caning Karya Arswendo Atmowiloto
Rangkuman B.  Laihan dan Tugas
BAB XII PERLAWANAN TERHADAP TRADISI KAWIN PAKSA DALAM NOVEL-NOVEL INDONESIA
Tujuan Pembelajaran A.  Materi Pembelajaran
1.  Pengantar 2.  Perlawanan  terhadap  Kawin  Paksa  dalam  Novel-novel
Indonesia Rangkuman
B.  Laihan dan Tugas
BAB XIII PERLAWANAN TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM NOVEL-NOVEL INDONESIA
Tujuan Pembelajaran A.  Materi Pembelajaran
1.  Pengantar 2.  Perlawanan  terhadap  Kekerasan  dalam  Rumah  Tangga
Dalam Novel-novel Indonesia Rangkuman
B.  Laihan dan Tugas
BAB  XIV  PERJUANGAN  KAUM  PEREMPUAN  DI  BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL DALAM
NOVEL NAMAKU TEWERAUT KARYA ANI SEKARNINGSIH
Tujuan Pembelajaran A.  Materi Pembelajaran
1.  Pengantar 2.  Perjuangan Perempuan di Bidang Pendidikan di Daerah
Terpencil dalam Novel Namaku Teweraut 3.  Perjuangan Perempuan di Bidang Kesehatan di Daerah
4.  Terpencil dalam Novel Namaku Teweraut Rangkuman
B.  Laihan dan Tugas
BAB  XV  KETIKA  AYU  UTAMI  DAN  ABIDAH  EL  KHALIEQY MEMPERSOALKAN  POSISI  PEREMPUAN  DALAM  NOVEL
INDONESIA
Tujuan Pembelajaran A. Materi Pembelajaran
1.  Pengantar 2.  Ayu  Utami  dan  Abidah  El  Khalieqy  dalam  Peta  Sastra
Indonesia 3.  Mempersoalkan  Posisi  Perempuan  sebagai  Second  Sex
dalam Saman dan Geni Jora Rangkuman
B.Laihan dan Tugas
DAFTAR PUSTAKA INDEKS
TENTANG PENULIS
xi
GLOSARIUM
Apresiasi
:  penghargaan.  Dalam  konteks  sastra,  berari penghargaan  terhadap  karya  sastra,  yang  terwujud  dalam
tanggapan, penilaian, maupun penciptaan karya sastra baru berdasarkan karya sastra sebelumnya.
Booming
:  meledak  seperi  boom.  Digunakan  untuk  menyebut suatu hal yang dengan iba-iba menjadi terkenal atau banyak
yang mengikui.
Dekonstruksi
: cara dan sikap dalam memahami suatu fenomena yang melawan atau menentang  kebiasaan, norma atau nilai
yang berlaku sebelumnya.
Familialisme
: ideologi yang menganggap laki-laki sebagai kepala keluarga  yang  memiliki  kekuasaan  untuk  mengatur  anggota
keluarga lainnya, termasuk istri dan anak-anaknya.
Feminisme
: aliran pemikiran dan gerakan sosial yang menginginkan adanya  penghargaan  terhadap  kaum  feminin  perempuan
dan kesetaraan gender.
Feminin
:  sifat-sifat    perempuan  yang  dianggap  ideal  yang dikonstruksi oleh masyarakat.
Feminis
:  orang,  ilmuwan,  prakisi,  sastrawan  yang  menganut aliran pemikiran feminisme.
Gender
:  sifat  dan  idenitas  yang  dianggap  sesuai  dengan  jenis
kelamin perempuan dan laki-laki yang dibentuk secara sosial dan budaya.
Idenitas: ciri-ciri yang menandai atau keadaan khusus seseorang
atau suatu komunitas.
Kawin paksa
: suatu perkawinan yang terjadi akibat paksaan dari pihak lain, biasanya dipaksakan oleh orang tuanya atau pihak
yang memiliki kekuasaan atas diri orang yang dipaksa itu.
Konstruksi
:  susunan  atau  model  tentang  sesuai,  biasanya  telah memiliki  suatu  konvensi  yang  dirumuskan  oleh  masyarakat
sebelumnya.
Konstruksi  gender
:  model  hubungan  dan  peran    dalam  wilayah domesik  dan  publik  laki-laki  dan  perempuan    yang  secara
konvensional dirumuskan oleh masyarakat sebelumnya.
Kriik: kegiatan memberikan penilaian baik buruk terhadap suatu
hal, benda, atau keadaan.
Kriik sastra feminis: kegiatan memberikan penilaian baik buruk
terhadap suatu karya sastra dengan menggunakan perspekif feminisme.
Mainstreaming
: pengarusutamaan.
Maskulin
: sifat-sifat laki-laki yang dianggap ideal yang dikonstruksi oleh masyarakat.
Misoginis
:  pandangan  yang  cenderung    memusihi,  membenci atau memarginalkan perempuan.
Patriarkat
: sistem soaial dan budaya yang memberikan kedudukan kepada  ayah  father  lebih  dominan  dari  pada  kaum
perempuan.
Poskolonial
: suatu era atau periode setelah suatu negara dijajah dikoloni oleh negara lain.
Poligami
: sistem  perkawinan yang  salah satu pihak menhawini lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan.
Ranah
: wilayah
Urban
:  berkenaan  dengan  kota,  perkotaan.  Masyarakat  urban adalah masyarakat yang inggal di perkotaan.
Seks
:  jenis  kelamin  perempuan  dan  laki-laki  yang  merupakan bawaan sejak lahir.
Seksualitas
:  ciri,  sifat,  atau  peranan  seks;  dorongan  seks; kehidupan seks.
xiv
KATA PENGANTAR
P
uji  syukur  saya  panjatkan  kepada  Allah  Swt.,  yang  telah memberikan  karunia  rachmat  dan  hidayah-Nya  sehingga
penulisan buku ajar ini dapat diselesaian sesuai dengan rencana. Buku ini dirancang sebagai salah satu bahan ajar mata kuliah Kriik
Sastra,  yang  merupakan  salah  satu  mata  kuliah  di  prodi  Bahasa dan Sastra Indonesia. Kriik sastra feminis merupakan salah satu
ipe  kriik  sastra  yang  memiliki  kekhasan  karena  memberikan perhaian  kepada  persoalan  keadilan  kesetaraan  gender,  yang
berhubungan  dengan  tokoh-tokoh  iksi,  drama,  maupun  puisi yang  terdapat  dalam  karya  maupun  pengarangnya.  Dalam
khazanah kriik sastra di Indonesia, kriik sastra feminis adalah ipe kriik sastra yang relaif baru. Pembelajaran kriik sastra feminis
masuk  di  kurikulum  pendidikan  inggi  sastra  baru  sekitar  awal 2000-an,  seiring  dengan  munculnya  perhaian  para  intelektual
dan pemegang kebijakan terhadap persoalan kesetaraan gender. Terbitnya  Instruksi  Presiden  nomor  9  tahun  2000  tentang
Pengarusutamaa  Gender  dalam  Pembangunan  Nasional  yang disusul dengan program Pengarus Utamaan Gender PUG dalam
bidang  pendidikan  2004  menunjukkan  adanya  perhaian  yang serius  dari  pemerintah  terhadap  upaya  pencapaian  kesetaraan
gender di semua bidang kehidupan. Hal tersebut tentu berimbas pada perkembangan kajian sastra yang berperspekif kesetaraan
gender, yang lebih dikenal dengan isilah kriik sastra feminis. Buku  ini  berisi  uraian  tentang  beberapa  konsep  teoreik  dan
contoh  aplikasinya  dalam  sastra  Indonesia.  Pada  bab  I  diuraikan beberapa konsep teoreik yang akan membantu pamahaman tentang
kriik sastra feminis, yang melipui: 1 pengerian kriik sastra feminis, 2 kekhasan kriik sastra feminis dalam hubungannya dengan kriik
sastra yang telah berkembang sebelumnya, 3 konsep-konsep dasar kriik sastra feminis, yang melipui keterkaitannya dengan berbagai
ragam  aliran  dan  gerakan  feminisme,  yang  berkembang  di  dunia, termasuk Indonesia, dan 4 ragam kriik sastra feminis. Selanjutnya,
Bab  II  sampai  XIV  menguraikan  cara  kerja  dan  contoh  aplikasi kriik  sastra  feminis  terhadap  sejumlah  karya  sastra  Indonesia.
Dalam aplikasi kriik sastra feminis dipilih berbagai isu gender yang terdapat dalam karya sastra Indonesia. Pada Bab II dikriik sejumlah
novel  Indonesia  yang  mengangkat  isu  citraan  perlawanan  simbolis terhadap  hegemoni  patriarkat,  terutama  dalam  bidang  pendidikan
dan peran perempuan di ranah publik. Sebagai contoh aplikasi yang pertama, penulisan laporan kriik sastra pada bab ini disajikan dibuat
sesuai  dengan  tahap-tahap  penulisan  laporan  peneliian.  Penjajian laporan kriik sastra pada bab-bab selanjutnya, dibuat format arikel
untuk  terbitan  berkala.  Bab  III,  dengan  judul  “Kehadiran  Novelis Perempuan  dalam  Sastra  Indonesia  Tahun  2000-an:  Dekonstruksi
terhadap  Pencarian  Idenitas,”  merupakan  contoh  aplikasi  kriik sastra feminis ipe women as writer, perempuan sebagai saya. Pada
bab ini diuraikan bagaimana pada periode 2000-an para perempuan mulai  menguasai  dunia  penulisan  karya  sastra,  yang  pada  periode
sebelumnya  jumlahnya  dapat  dihitung  dengan  jari,  bahkan  kalau pun ada sejumlah perempuan yang menulis karya sastra nama dan
kualitas  karyanya  jarang  diperhiingkan  oleh  para  kriikus  maupun pencatat sejarah sastra.
Bab IV sampai XIV mengaplikasikan kriik sastra feminis ipe women  as  reader
,  perempuan  sebagai  pembaca.  Karya-karya yang dianalisis idak dibatasi pada karya penulis perempuan. Yang
dipeningkan  dalam  aplikasi  ini  adalah  bagaimana  perempuan, yang berindak sebagai pembaca dan pengriik sastra memberikan
analisis dan interpretasi yang sensiif pada kesetaraan gender yang tereleksi dalam karya-karya sastra. Bab IV dengan judul “Konstruksi
Gender dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El-Khalieqy,” mencoba menganalisis  karya  dengan  menggunakan  perspekif  feminisme
Islam karena novel tersebut mengangkat cerita, tokoh, dan latar masyarakat  Islam  dan  pesantren.  Bab  V  dengan  judul  “Suara
Perempuan  Urban  dalam  Cerpen-cerpen  Djenar  Maesa  Ayu,” mencoba menganalisis masalah keidakadilan gender yang dialami
para  perempuan  urban  dalam  perspekif  feminisme  liberal  dan psikoanalisis. Bab VI dengan judul “Keika Pengarang Perempuan
Bicara  tentang  Seks  dalam  Novel-novel  Indonesia  Mutakhir,” menganalisis karya dengan perspekif feminisme radikal. Bab VII
dengan judul “Keika Para Sastrawan Perempuan Bicara Poligami dalam  Novel-novel  Indonesia,”  menganalisis  sejumlah  novel
Indonesia  dengan  perspekif  feminisme  liberal,  radikal,  dan Islam. Bab VIII dengan judul “Feminisme Islam dan Dunia Keiga:
Relevansinya  dengan  Kajian  Novel  Indonesia,”  memberikan contoh  aplikasi  kriik  sastra  feminis  women  as  reader  dengan
perspekif feminisme dunia keiga dan Islam. Bab IX dengan judul “Keika  Perempuan  Berjuang  Melalui  Organisasi  Sosial:  Releksi
dalam  Beberapa  Novel  Indonesia,”  menguraikan  sejumlah  novel
Indonesia  yang  menggambarkan  bagaimana  kaum  perempuan sejak  era  prakemerdekaan  telah  ikut  berjuang  dalam  mencapai
kesetaraan gender dan kemerdekaan nasional melalui organisasi soasial.  Bab  X  dengan  judul  “Kaum  Perempuan  Pun  Menjadi
Pelaku Bisnis dalam Novel Caning Karya Arswendo Atmowiloto,” menganalisis novel Caning yang menunjukan keberhasilan para
pengusaha  perempuan  mencapai  kesetaraan  gender  dengan menggunakan perspekif feminisme liberal. Bab XI dengan judul
“Perlawanan  terhadap  Kekerasan  dalam  Rumah  Tangga  dalam Novel-novel  Indonesia,”  menganalisis  sejumlah  novel  Indonesia
yang melawan fenomena kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dengan perspekif feminis liberal. Bab XIII dengan
judul  “Perjuangan  Kaum  Perempuan  di  Bidang  Pendidikan  dan Kesehatan  di  Daerah  Terpencil  dalam  Novel  Namaku  Teweraut
Karya  Ani  Sekarningsih,”  menguraikan  perjuangan  kaum perempuan dalam upaya mencapai kesetaraan gender di bidang
pendidikan  dan  kesehatan  di  daerah  pedalaman  Asmat,  Papua dengan perspekif feminisme liberal. Bab XIV dengan judul “Keika
Ayu  Utami  dan  Abidah  El-Khalieqy  Mempersoalankan  Posisi Perempuan dalam Novel Indonesia,” menguraikan bagaimana Ayu
Utami dan Abidah el-Khalieqy mempersoalkan posisi perempuan yang  cenderung  dinomorduakan  dalam  masyarakat.  Dalam
karya  Ayu  Utami  posisi  perempuan  dipahami  dalam  perspekif feminisme  radikal,  semantara  dalam  karya  Abidah,  posisi
perempuan dipahami dalam perspekif feminisme Islam.
Sebelum  menjadi  buku  seperi  sekarang  ini,  telah  terjadi proses  yang  panjang,  yang  melahirkan  sejumlah  tulisan  yang
menjadi embrio buku ini. Bab I lahir sebagai hasil pemikiran yang
berkembang  selama  saya  menyusun  disertasi  dalam  studi  S3 Ilmu Sastra di Program Ilmu-ilmu Humaniora Universitas Gadjah
Mada. Dengan peneliian yang berjudul Keterdidikan Perempuan dan  Peran  Perempuan  di  Masyarakat  dalam  Perspekif  Kriik
Sastra Feminis, maka pengerian dan konsep-konsep dasar kriik sastra feminis  merupakan  hal  yang harus  saya kuasai.  Beberapa
bab  selanjutnya,  yang  merupakan  aplikasi  kriik  sastra  feminis lahir  dari  beberapa  peneliian  yang  saya  kerjakan  dalam  kurun
waktu 2000–2012. Oleh karena itu, dengan selesainya penulisan buku ini, saya telah berhutang budi kepada sejumlah pihak yang
secara  langsung  maupun  idak  langsung  telah  memberikan bantuan  inansial  maupun  pikirannya  selama  proses  penjang
ini  berlangsung.  Beberapa  nama  yang  idak  dapat  saya  lupakan antara lain adalah Ibu Prof. Dr. Sii Chamamah Soeratno, Ibu Dr.
Juliasih, Ibu Wening Udasmoro, yang keiganya adalah promotor saya selama menempuh studi S3. Keiga memiliki perhaian yang
sama  terhadap  persoalan  feminisme,  sehingga  dapat  menjadi pembimbing  dan  teman  diskusi  yang  baik.  Ibu  Dr.  Parini  dan
Ibu  Dr.  Sii  Harii  Sastriani  almarhum,  yang  keduanya  menjadi penguji  konprehensif  saya,  telah  memberikan  masukan  yang
sangat  berharga  mengenai  isu  kesetaraan  gender  dan  feminism di Indonesia. Teman-teman di kampus Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya Bapak Prof. Dr. Suminto A.  Sayui,  Sii  Nurbaya,  M.Hum.,  M.  Si.,  Dr.  Widyastui  Purbani,
Prof.  Dr.  Suhari,  dan  Dra.  Nury  Supriyani,  M.A.,  yang  selalu berperan sebagai moivator dan teman disksusi masalah gender
dan feminism dalam sejumlah peneliian yang saya kerjakan. Ibu Dr.  Sii  Ruhaini  Dzuhayain,  M.A.,  yang  telah  memberi  inspirasi
untuk  mempelajari  feminism  Islam,  Ibu  Dr.  Ratna  Saptari  dan teman-teman diskusi gender di Sekolah pasca Sarjana UGM yang
telah  memberikan  semangat  dan  wawasan  mengenai  penulisan yang  menarik  dan  benar.  Kepala  Litbang  DP2M  Diki  yang  telah
memberikan  hibah  penulisan  buku  ini  dan  Bapak  Prof.  Dr.  Liliek Sofyan  Achmad,  selaku  pendamping  penulisan  hibah  buku  ajar
DP2M  Diki  yang  telah  memberikan  masukan  dan  moivasi agar  buku  ini  segera  diselesaikan  dan  diterbitkan.  Kepala
Lembaga  Peneliian  dan  Pengabdian  Masyarakat  Universitas Negeri  Yogyakarta  dan  staf  khususnya  Bapak  Kardi  yang  telah
mengoordinir  program  hibah  penulisan  buku  ajar  DP2M  Diki. Kepada mereka semua saya telah berhutang budi dan tak mampu
memberikan balasan yang setara, selain ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada, Dr. Pujiharto suami, Annisa Nur Harwiningtyas dan Bintang Arya Sena anak-
anak  yang  telah  memberikan  pengerian  dan  moivasinya sehingga saya dapat melaksanakan proses penulisan buku ini.
Sebagai  tahap  awal  penulisan,  buku  ini  masih  jauh  dari sempurna.  Oleh  karena  itu,  kriik  dan  masukan  yang  bersifat
mem bangun sangat saya harapkan demi penyem purnaan tulisan ini, yang semoga di masa yang akan datang dapat menjadi buku
ajar yang lebih berkualitas.
Yogyakarta, Maret 2012
Dra. Wiyatmi, M.Hum.
1
BAB I KRITIK SASTRA FEMINIS
A.  Tujuan Pembelajaran
Setelah  memahami  uraian  dalam  bab  ini,  di harapkan mahasiswa  memahami  dan  mampu  me ngu raikan  dengan
menggunakan bahasa sendi ri hal-hal sebagai berikut: 1.  Pengerian kriik sastra.
2.  Pengerian kriik sastra feminis. 3.  Konsep-konsep dasar feminisme
4.  Perkembangan dan ragam feminisme 5.  Ragam kriik sastra feminis.
B.  Materi Pembelajaran
1.  Pengerian Kriik Sastra
K
riik sastra feminis merupakan salah satu ra gam kriik sastra yang memanfaatkan kerangka teori feminisme dalam mengin-
terpretasi  dan  mem berikan  evaluasi  terhadap  karya  sastra. Sebelum  memahami  lebih  lanjut  bagaimana  karakterisik  kri -
ik  sastra  feminis,  sebelumnya  perlu  diuraikan  pe ngerian  kriik sastra, khususnya dalam kerang ka keilmuan sastra.
Dalam  pengerian  sehari-hari  kata  kri ik  di ar ikan  sebagai penilaian terhadap suatu fenomena yang terjadi dalam ma syarakat.
Secara eimologis kriik berasal dari kata “krites” bahasa Yunani yang berari ‘hakim’. Kata kerjanya adalah “krinein” meng    ha kimi.
Kata tersebut juga merupakan pangkal dari kata benda “criterion” dasar pengha kiman. Dari kata tersebut kemudian muncul “kri
ikos” untuk menyebut hakim karya sastra Wellek, 1978; Pradopo, 1997. Isilah dan pengerian kriik selalu berkembang sepan jang
sejarahnya. Pada zaman Renai sance di samping ada isilah kriikus juga ada gramaikus dan ilolog yang digunakan secara bertukar-
tukar  untuk  menyebut  seorang  ahli  yang  mempunyai  per haian besar  ter ha dap  peng hidupan  kem bali  kekunaan.  Dalam  hal  ini
kriikus  dan  kriik  dikhususkan  terbatas  pada  penyeli dikan  dan koreksi teks-teks kuna Wellek,1978.
Selanjutnya, menurut Wellek 1978 kriik sastra mengalami perkembangan  sebagai  berikut.  Pada  abad  ke-17  di  Eropa  dan
Ing gris  kriik  sastra  meluas  arinya,  yaitu  melipui  semua  sistem teori sastra dan kriik prakik. Di samping itu, seringkali juga meng-
gani isilah “poeika.” Sementara itu, di Jerman pengerian kriik sas tra  menyempit  menjadi  imbangan  sehari-hari  dan  pendapat
sastra  mana  suka.  Kemudian  isilah  kriik  sastra  digani  dengan “astheik”  dan  “literaturewissenschat”  yang  memasukkan
poeika  dan  sejarah  sastra.  Selanjutnya,  isilah  kriik  sastra  baru diper kokoh di negara-negara berbahasa Ing gris pada abad ke-20
dengan terbitnya buku PrinciplesofLiteraryCriicsm1924 karya I.A. Richards Wellek, 1978.
Selanjutnya  Wellek  1978  juga  mengemu ka kan  bah- wa  kriik  sastra  adalah  studi  karya  sastra  yang  konkret  dengan