Kajian Teori Penerapan Kriik Sastra Feminis ter hadap No vel-novel Indonesia
zaman lampau sampai sekarang. Dalam hal ini, Damono dalam Kratz, ed., 2000: 650–653 mencontoh kan bagaimana pu jangga
Ronggo warsito, telah mengriik kebobrokan masya rakatnya pada abad kesembilanbelas. Fungsi novel dalam hal ini dianggap sebagai
arena untuk menggambarkan keimpangan sosial dan untuk menyampaikan perlawanan ter hadap keimpangan tersebut.
Dalam konteks peneliian ini, novel In donesia yang mengusung ideologi kese taraan gender diang gap sebagai sarana perlawanan
simbolis terhadap berbagai keidakadilan gender yang ada dalam masya rakat akibat hegemoni patriarkat.
2 Hegemoni Patriarkat dalam Ranah Privat dan Publik Dalam konteks kajian gender dikemu kakan bahwa hubungan
antara perempuan dengan laki-laki, serta pembagian peran sosial dan privat antara perempuan dengan laki-laki telah diatur oleh
sebuah ideologi gender yang dikenal dengan isilah patriarkat. Patriarkat adalah sistem hubungan antara jenis ke lamin yang
dilandasi hukum ke bapakan. Walby 1989: 213–220 menjelas kan bahwa patriarkat adalah sebuah sistem dari struktur sosial, prakik
yang me nempatkan laki-laki dalam posisi dominan, menin das, dan men eksploitasi perempuan. Walby mem buat sebuah teori tentang
patriarkat. Menu rutnya, patriarkat itu bisa dibedakan menjadi dua, yaitu patriarkat privat dan patriarkat publik. Ini dari teorinya
itu adalah telah terjadi ekspansi wujud patriarkat, dari ruang- ruang pribadi dan privat seperi keluarga dan agama ke wilayah
yang lebih luas yaitu negara. Ekspansi ini menyebabkan patriarkat terus menerus ber hasil mencengkeram dan mendominasi kehi-
dupan laki-laki dan perem puan. Dari teori tersebut, dapat
diketahui bahwa patriarkat privat ber muara pada wilayah rumah tangga. Wilayah rumah tangga ini dikatakan Walby 1989
sebagai daerah awal utama kekuasaan laki-laki atas perempuan. Sedangkan patriarkat publik me nem pai wilayah-wilayah publik
seperi la pangan pekerjaan dan negara. Ekspansi wujud patriarkat ini merubah baik pemegang “struktur kekuasaan” dan kondisi di
ma sing-masing wilayah baik publik atau privat. Dalam wilayah privat misalnya, dalam rumah tangga, yang memegang kekuasaan
berada di tangan individu laki-laki, tapi di wilayah publik, yang memegang kunci kekuasaan berada di tangan kolekif.
Hegemoni patriarkat terus menerus disosialisa sikan dari generasi ke generasi, bahkan juga melalui undang-undang dan
kekuasaan negara. Dalam Undang-Undang Perkawinan UUP No.1 tahun 1974, terutama pasal 31 ayat 3, yang masih digunakan
di Indo nesia sampai sekarang misalnya dikemu kakan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah
tangga. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberi segala sesuatu ke perluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya pasal 34 ayat 1, sedangkan kewa jiban istri adalah mengatur urusan rumah
tangga sebaik-baiknya pasal 34 ayat 2. Dengan pembagian peran yang demikian berari peran perempuan yang resmi diakui adalah
peran domesik yaitu peran mengatur urusan rumah tangga seperi membersihkan rumah, mencuci baju, mema sak, merawat
anak, dan kewajiban me layani suami Arivia, 2006: 437.
Demikian juga dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata, terutama pasal 105, ayat 1, dinyatakan bah wa seiap suami
adalah kepala keluarga dalam penyatuan suami dan istri; pasal 106,
ayat 1, seiap istri harus mematuhi suami nya; pasal 106, ayat 2, sudah merupakan keharusan bagi istri untuk hidup bersama suaminya;
pasal 124, ayat 1 dinyatakan bah wa suami mempunyai kekuasaan un- tuk berindak atas aset-aset perkawinan dan kepe milikan, termasuk
seluruh kepemilikan pribadi istri dan yang dimiliki saat menikah Arivia, 2006: 438. Hegemoni patriarkat da lam ranah do mesik
tampak disosiali sasikan melalui Panca Dharma Wanita. Di dalamnya dike mukakan bahwa wanita sebagai: 1 pen dam ping suami, 2 ibu
sebagai pendidik dan pembi na generasi muda 3 pengatur ekonomi rumah tangga, 4 pencari nakah tambahan, 5 anggota masya-
rakat terutama organisasi wanita, badan-badan sosial yang ininya menyum bangkan tenaga kepada masyarakat sebagai relawan. Dari
sini tampak bahwa Panca Dharma Wanita menem patkan perem puan sebagai tersubordinasi oleh laki-laki. Dalam hubungannya dengan
laki-laki, pe rem puan dianggap sebagai pen damping suami, pencari nakah tambahan dan bukan sebagai perempuan karier. Panca
Dharma Wanita ikut melahirkan seka ligus menjadi bidan mun culnya ketergantungan ekonomi perempuan pada laki-laki. Dilihat dari
segi emansipasi, Panca Dharma Wanita idak mengizinkan adanya kesetaraaan atau ke seim bangan antara suami dan istri.
Adanya hegemoni patriarkat dalam ranah privat dan publik akan menimbulkan keidakadilan gender karena masyarakat
menempatkan perempuan lebih pada tugas-tugas domesik, sementara tugas-tugas pu blik merupakan wilayah laki-laki. Akibat-
nya, kesempatan perempuan mendapatkan pendi dikan maupun kesempatan bekerja di sektor publik menjadi dinomorduakan.
3 Kriik Sastra Feminis
Kriik sastra feminis merupakan salah satu ra gam kriik sastra kajian sastra yang mendasarkan pada pemikiran feminisme yang
menginginkan ada nya keadilan dalam me mandang eksistensi perem puan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya
sastranya. Lahirnya kriik sastra femi nis idak dapat dipisahkan dari gerakan feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat
pada 1700-an Madsen, 2000: 1.
Dalam paradigma perkembangan kriik sastra, kriik sastra feminis dianggap sebagai kriik yang bersifat revolusioner yang
ingin menumbangkan wacana yang dominan yang dibentuk oleh suara tradisional yang bersifat patriarkat Ruthven, 1985:
6. Tujuan utama kriik sastra feminis adalah meng analisis relasi gender, situasi keika perempuan berada dalam dominasi laki-laki
Flax, dalam Nicholson, ed., 1990: 40.
Melalui kriik sastra feminis akan dideskrip sikan opresi perempuan yang terdapat dalam karya sastra Humm, 1986: 22.
Humm 1986: 14–15 juga menyatakan bahwa penulisan sejarah sastra sebelum munculnya kriik sastra feminis, dikonstruksi oleh
iksi laki-laki. Oleh karena itu, kriik sastra feminis melakukan rekonstruksi dan mem baca kembali kar ya-karya tersebut dengan
fokus pada perempuan, sifat sosiolinguis iknya, mendes kipsikan tulisan pe rem puan dengan perhaian khusus pada penggu naan
kata-kata dalam tulisannya. Kriik sastra feminis dipelopori oleh Simone de Beauvoir melalui buku nya, Second Sex, yang disusul
oleh Kate Millet Sexual Poliics, Bety Freidan The Feminin Misique, dan Germaine Greer The Female Eunuch Humm,
1986: 21.
Dalam perkembangannya ada beberapa ragam kriik sastra
feminis. Showalter 1986 membedakan adanya dua jenis kriik sastra feminis, yaitu: 1 kriik sastra feminis yang melihat
perempuan sebagai pembaca the woman as readerfeminist criique; 2 kriik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai
penulis thewomanaswritergynocriics.
Kriik sastra feminis aliran perempuan sebagai pembaca woman as reader
memfo kuskan kajian pada adalah citra dan ste- reoipe perempuan dalam sastra, pengabaian dan kesalah pahaman
tentang perempuan dalam kriik sebelumnya, dan celah-celah dalam sejarah sastra yang dibentuk oleh laki-laki Showal ter, 1985:
130. Kriik sastra feminis gino kriik mene lii sejarah karya sa stra perem puan perempuan sebagai penulis, gaya penulisan, tema,
genre, struk tur tulisan perem puan, kreaivitas penulis perempu- an, profesi penulis perempuan sebagai suatu per kum pulan, serta
perkem bangan dan pera turan tradisi Showalter, 1985: 131.
Untuk memahami citraan perlawanan simbolis terhadap hegemoni patriarkat dalam bidang pendidik an dan peran
perempuan di sektor publik dalam novel-novel Indonesia akan digunakan kriik sastra feminis aliran perem puan sebagai pembaca
woman as reader , yang memfokuskan kajian pada ada lah citra
dan stereoipe perempuan dalam sastra, serta pe ngabaian dan kesalahpa haman tentang perempu an, yang dilakukan dalam kriik
sastra sebelumnya.