Feminisme Islam Materi Pembelajaran

2002: 22. Dengan semangat ter sebut, maka muncullah berbagai gagasan dan kajian terhadap tafsir ayat-ayat Alquran dan Hadis yang dilakukan para intelektual muslim, yang dikenal dengan sebutan feminis Muslim Rachman, 2002: 34; Nadjib, 2009; Dzuhayain, 2002: 5. Beberapa karya mereka antara lain adalah Perempuan Ter­ indas?­Kajian­Hadis-hadis­Misoginis­Ilyas, dkk., 2003, Rekonstruksi Metodologis­Wacana­Kesetaraan­Gender­dalam­Islam Dzuhayain, dkk. Ed., 2002, Perempuan­dalam­Pasungan:­Bias­Laki-laki­dalam­ Penafsiran Ismail, 2003, dan Pemahaman­ Islam­ dan­ Tantangan­ Keadilan Gender Sukri, Ed., 2002. Mun culnya gagasan dan kajian ter sebut sesuai dengan semangat teologi feminisme Islam yang menjamin keberpihakan Islam terhadap integri tas dan otoritas kemanusiaan perempuan yang ter distorsi oleh narasi-narasi besar wacana keislaman kla sik yang saat ini masih mendominasi proses sosialisasi dan pembelajaran ke islaman kontemporer Dzuhayain, 2002: 22. Seperi dikemukakan oleh Baroroh 2002: 201 bahwa ada dua fokus perhaian pada feminis muslim dalam mem perjuangkan kesetaraan gender. Pertama, keida setaraan antara laki-laki dan perem puan dalam struktur sosial masyarakat muslim idak berakar pada ajaran Islam yang eksis, tetapi pada pemahaman yang bias laki- laki yang selanjutnya terkristalkan dan diyakini sebagai ajaran Islam yang baku. Kedua, dalam rangka bertujuan mencapai kesetaraan perlu peng kajian kembali ter hadap sumber-sumber ajaran Islam yang berhu bungan dengan relasi gender dengan bertolak dari prinsip dasar ajaran, yakni keadilan dan kesamaan derajat. Beberapa tokoh feminis muslim antara lain Rifat Hassan Pakistan, Faima Mernissi Mesir, Nawal Sadawi Mesir, Amina Wadud Muhsin Ame rika, Zakiah Adam, dan Zainah Anwar Ma- laysia, serta beberapa orang Indonesia antara lain Sii Chama- mah Soeratno, Wardah Haidz, Lies Marcoes-Natsir, Sii Nuraini Dzuhayain, Zakiah Darajat, Ratna Mega wangi, Sii Musda Mulia, Masdar F. Mas’udi, Budhy Munawar Rachman, Nasaruddin Umar Mojab, 2001: 128–129; Rachman, 2002: 34; Nadjib, 2009; Dzuhayain, 2002: 5. Di samping ditemukan dalam sejumlah kajian terhadap ayat- ayat Alquran, Hadist, dan Kitab Kuning, seperi telah disebutkan di atas, pemahaman terhadap isu-isu gender dalam perpekif feminisme Islam di Indonesia juga tereleksikan dalam sejumlah novel, antara lain Ayat­ayat Cinta dan Keika­Cinta­Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy, Geni Jora dan Perempuan­ Berkalung­ Sorban karya Abidah El-Khalieqy. Oleh karena itu, pemahaman terhadap novel tersebut dari dengan fokus pada isu gender yang terdapat di dalamnya dianggap lebih tepat dengan menggunakan perspekif feminisme Islam.

3. Feminisme Dunia KeigaFeminisme Poskolo nial Fe minisme Mulikul tural

Feminisme dunia keiga atau sering juga di kenal sebagai feminisme poskolonial Lewis Mills, 2003 muncul sebagai reaksi dari feminisme Barat Amerika, Prancis, Inggris yang dianggap idak mampu mema hami persoalan kaum perempuan Dunia Keiga dan perempuan bekas negara jajahan. Tong 2006: 309 me nyebut aliran feminisme ini sebagai feminisme mulikultural. Menurutnya 2006: 309–310 konstruksi perempuan tergantung pada berbagai aspek kultural seperi ras, kelas, kecenderungan seksual, usia, agama, pencapaian pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, kondisi kesehatan, dan sebagainya. Tong juga mene gaskan bahwa seorang perempuan warga negara Dunia Kesatu, atau Dunia Keiga, negara industri maju atau negara berkembang, negara yang menjajah atau dijajah akan mengalami penindasan secara berbeda. Menurut Gandhi 1998: 83 feminisme dunia keiga atau feminisme poskolonial yang merupakan aliansi antara teori poskolonial dan feminisme yang berusaha memukul balik hierarki gender buda yaras yang telah ada dan menolak oposisi biner terhadap konstruk wewenang patriarkatkoloni al isme sendiri. Para penganut teori feminisme posko lonial telah memberikan alasan yang kuat bahwa persoalan pusat poliik rasial telah meneng- gelamkan kolonisasi ganda kaum perempuan di bawah keku asaan imperialisme. Dalam hal ini, teori feminis poskolonial merumuskan bahwa perempu an dunia keiga merupakan korban par exellence atau korban yang terlupakan dari dua ideologi impe rialisme dan patriarkat asing Gandhi, 1998: 83. Dengan perspekif feminisme poskolonial, melalui arikelnya “Can­the­Subaltern­Speak?” Spivak dalam Gandhi, 1998: 87–89 memahami posisi perempuan sebagai anggota ke lompok subsaltern. Dia menge mukakan bahwa dalam wacana feminisme poskolonial, sebagai kelompok subaltern perempuan dunia keiga meng hilang karena kita idak pernah mendengar mereka berbicara tentang dirinya Gandhi, 1998: 87– 89. Se bagai negara yang terdi ri dari mulietnik dan bekas negara jajahan, maka karya sastra novel yang ditulis oleh sejumlah sastrawan di Indonesia pun idak terlepas dari nuansa etnisitas dan poskolonial. Novel seperi Sii­ Nurbaya karya Marah Rusli, Salah Asuhan karya Abdul Muis, Layar­ Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana, Bumi­Manusia karya Pramoedya Ananta Toer,