Suara Perempuan Urban Materi Pembelajaran
….. Akhirnya ing yang ditunggunya iba juga. Tapi ia tak
berlari keluar seperi yang direncanakannya. Ia berjalan wajar melewai beberapa orang di sepanjang koridor itu. Ma kin
dipegangnya erat-erat tas tangan yang melingkar di bahunya seperi takut ada yang mencuri. Barby…bisiknya dalam hai….
Pintu terbuka. Satu suara menyergap kerinduannya. Menghalau kebimbangannya. Menyapa cintanya.
“Mama…” Ayu, 2004: 93
Untuk menopang kehidupannya bersama seo rang anaknya, dalam cerpen “Ting” digambarkan seo rang PSK yang sudah inggal
selama lima tahun di lantai lima sebuah hotel. Seiap kali dirinya be kerja melayani para laki-laki di hotel tersebut, anak perem-
puannya menung gunya di kamarnya. Pada sua tu hari latar waktu dalam cerpen, dia akan menghadiahi anaknya sebuah boneka
Barbie. Ung kapan Suara ing yang sering membuatnya nyeri, me nunjukkan bahwa perempuan tersebut terpaksa men jalani
profesinya sebagai PSK. Cerpen tersebut mencoba memberikan gam baran bahwa seorang pe rem puan PSK juga ma nusia yang
memiliki hai dan malu dengan profesinya tersebut.
Ya sudah dua belas jam ia berada di hotel ini dan entah sudah berapa ing yang ia dengar. Entah sudah berapa laki-
laki ditemui nya dalam kamar. Entah sudah berapa orang bersamanya dalam elevator. Orang-orang de ngan pandangan
menyelidik, curiga, dan meng hina…
Ayu, 2004: 93
Dari kuipan tersebut tampak bagaimana ma sya rakat pada umumnya memarginalkan seorang perem puan PSK. Sosok PSK
juga dapat ditemukan dalam cerpen “Mandi Sabun Mandi,” “Saya adalah Seorang Alkoholik.” Dalam “Mandi Sabun Mandi”
digambarkan seorang PSK Sophi yang dipuji-puji sebelum melayani tamunya, tetapi diinggalkan begitu saja. Di sini Sophi
mencoba melawan hal ter sebut dengan memaksa sang laki-laki terlekai tanda perma inannya, antara lain dengan menyu ruhnya
mandi dengan menggunakan sabun hotel tenpatnya berkencan atau menciumnya setelah sang laki-laki siap meninggalkannya.
Namun, perlawanan itu se ring kali dipatahkan karena sang laki- laki akan marah dengan mengatakan, “Sophi, hai-hai lipsick
kamu nempel di bajuku dong” Bungkusan sabun mandi Soap BukitIndahIin,BarandRestoran yang ditemukan istrinya di saku
celana sang suami me nunjukkan adanya perla wanan dari Shopi agar perselingkuhan suaminya diketahui istrinya.
Berbeda dengan Sophi yang melakukan perla wanan terhadap pelanggannya, tokoh Saya dalam “Saya adalah Seorang Alkoholik”
harus menang gung sendiri semua beban dan akibat dari profesinya sebagai seorang PSK. Pada cerpen tersebut diceri takan pende-
ritaan seorang PSK yang senaniasa dikejar-kejar rasa bersalah sebagai seorang pembu nuh, karena seiap kali dia meng gugurkan
kandung an untuk menghindari memiliki anak tanpa suami.
Dalam masyarakat metropolis yang serba keras, cukup banyak perempuan urban yang terpak sa menja lani profesi
sebagai PSK. Lapangan kerja dengan gaji yang memadai dan biaya hidup yang inggi di kota-kota besar telah memaksa para pe-
rempuan memasuki profesi tersebut. Di samping PSK, sering kali
juga terdapat para perempuan yang menjadi istri atau kekasih simpanan, dengan sejum lah fasilitas seperi rumah dan mobil.
Fenomena ini merupakan hal yang biasa ditemukan dalam masya- rakat metropolis seperi Jakarta. Buku karya Moam mar Emka,
Jakarta Undercover: Sex ‘n the City 2007, yang membahas berbagai fenomena seks bebas dan pelacuran di Jakarta menun-
jukkan adanya realitas seperi yang digambarkan da lam cerpen- cerpen Djenar Maesa Ayu tersebut.
Dalam cerpen “Jangan Main-Main Dengan Ke la minmu.” Digambarkan seorang perempuan yang ber nasib sebagai kekasih
simpanan dari seo rang laki-laki beristri. Dalam cerpen ini digam- bar kan tokoh aku yang selama lima tahun menjadi simpanan
seorang laki-laki beristri. Bukan hanya perempuan simpanan itu saja yang menjadi korban sang laki-laki, tetapi sang istri juga. Di
depan sim panannya, laki-laki tersebut selalu membuat cerita bahwa istrinya hanyalah seong gok daging, se bong kah lemak,
gulungan kerut-merut bersuara kaleng rombeng Ayu, 2004: 4, 5. Ekspresi tersebut menun jukkan kekerasan simbolis dari seorang
suami terhadap istrinya. Apalagi dengan persepsi tersebut suami lari ke luar rumah dan menjalin hubungan dengan perempuan
simpanannya selama lima tahun. Di samping melakukan kekerasan terhadap istrinya, di sini juga tampak pandangan laki-laki ten-
tang tubuh perempuan yang indah dan pantas untuk dinikmai: muda, ramping, bersuara merdu, dan can ik, yang sudah idak lagi
dimiliki oleh istrinya.
Yang menarik dalam cerpen “Jangan Main-Main Dengan Kelaminmu” adalah adanya sikap yang diam bil oleh sang istri
keika dirinya dalam keadaan hamil secara tak sengaja dia
mendengar suaminya “ngrumpi” tentang dirinya dengan teman suami, yang diduga perempuan simpanannya.
Awalnya memang urusan kelamin. Ke i ka ia terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging yang tak kagi segar, begitu
ucapannya yan saya dengar dalam bisik-bisik perbincangan tele pon dengan entah teman, atau daging segarnya yang
baru….
Ayu, 2004: 7.
Melalui monolognya, dalam cerpen tersebut, sang istri juga mengemukakan bahkan urusan domes ik yang begitu beratlah yang
menyebabkan kulit menjadi keriput, tubuh menjadi gembrot, karena dia tak punya waktu lagi untuk merawat dirinya selain mengurus
rumah, rumah, dan rumah Ayu, 2004: 7. Akhirnya, karena semua pengor ban annya idak men dapatkan penghargaan dari sua minya,
bahkan dia mendengar suaminya ber bicara lewat telepon dengan perempuan sim panannya, “Kalau saya saja jengah bertemu,
apalagi kelamin saya,” dia pun meninggalkan suaminya. Sang suami mencoba untuk mencegah kepergiannya dengan mengatakan,
”Saya hanya main-main, Ma… saya cin ta kamu. Beri kesempatan saya untuk memper baiki kesalahan saya.”
“Saya sering katakan, jangan main api nani terbakar.” “Saya idak main-main. I,m leaving you…”
Ayu, 2004: 13.
Kesadaran bahwa dirinya selama ini kemung kinan hanya dibohongi oleh laki-laki yang meme liha ranya, juga imbul pada
tokoh perempuan sim panan. Keika mengetahui bahwa istri laki- laki yang menjadi kekasihnya selama lima tahun itu pada akhirnya
hamil, perempuan tersebut yang selama ini dipuja-puja dan dicekoki persepsi jelek tentang istrinya, juga mulai ragu. Dia mulai
bertanya-tanya: mungkin selama ini dia hanya berbohong untuk menyenangkan saya. Sesungguhnya hubungannya de ngan istrinya
baik-baik saja dan juka mereka pu nya anak, pasilah hubungan
mereka tambah mem baik. Sosok perempuan simpanan juga terdapat da lam “Moral.”
Karena moif ekonomi tokoh aku, yang berusia 25 tahun, terpaksa menjadi simpanan suami orang. Kehidupan yang glamor dengan
penam pilan yang se ring kali mengabaikan moral harus dijalaninya, terutama keika dirinya harus berburu mencari calon suami yang
mapan. Di samping cer pen yang mengi sah kan para PSK, kekasih simpanan, dan istri yang diabaikan oleh suaminya, juga ter dapat
cerpen yang menggambarkan para perem pu an yang menjalani gaya hidup free sex, yaitu pada cerpen “Saya di mata Sebagian
Orang” dan “Pen thous 2601.” Kedua cerpen tersebut mengriik kehi dupan free sex sejumlah orang. Dalam “Saya di mata Sebagian
Orang” kriik disam paikan oleh teman-teman tokoh aku yang menganggap aku sebagai orang yang munaik, pembual, sok
gagah, dan sakit jiwa. Kriik tersebut terbuki keika sang tokoh akhirnya tak berdaya karena menderita HIV. Dalam “Penthous
2601” free sex dikriik melalui kamar yang bernama Penthous 2601 dan pera botannya.
Di samping sosok perempuan sebagai istri, PSK, dan simpanan juga terdapat cerpen yang meng gambarkan sosok anak
perempuan sebagai korban keke rasan seksual, termasuk kekerasan
dalam ru mah tangga, yaitu cerpen “Menyusu Ayah.” Cer pen ini menggam barkan seorang anak perempuan yang men jadi korban
kekerasan seksual ayah dan teman-temannya. Kerinduan untuk menyusu pada ibunya yang tak dapat terpenuhi, karena sang ibu
me ninggal keika melahirkannya, dimanfaatkan oleh ayahnya dan teman-temannya untuk dijadikan objek seksual. Na mun, akhirnya
tokoh meng adakan per lawanan ke ika teman-teman sang ayah, yang se mula mem biarkannya menikmai “air susu” dari penisnya
pada akhirnya memperkosanya dan me nyebab kan keha milan dan menyulut dendam pada ayah dan teman-temannya. Dominasi
patriarkat tampak sangat menonjol dalam cerpen ini. Kemaian ibu sang tokoh pun dise babkan oleh kekerasan psi kologis yang
dilakukan suaminya yang menuduh anak yang dikandungnya sebagai hasil perseling kuhan. Sejak dalam kandungan tokoh
aku sudah mengetahui bahwa dirinya dan ibunya adalah korban dominasi patriarkat. Oleh karena itu, tokoh aku selalu mengingat
pesan ibunya yang disam paikan keika dirinya masih dalam kandungan bahwa kelak dirinya akan menjadi anak yang kuat,
dengan atau tanpa igur ayah. Hal ini menunjukkan bahwa sejak sebelum lahir seorang perempuan telah dipersiapkan untuk dapat
bertahap dalam mengha dapi kerasnya hidup yang dalam kultur patriarkat didomi nasi oleh kaum laki-laki.