Konsep Seks dan Karya-karya Sastra Bernuansa Seks

bersumber dari kehidupan manusia riil, maka seks pun juga me- warnai cerita dalam karya-karya sastra. Dalam hal kehadiran fenomena seks dalam karya sastra, sejumlah kriikus sastra telah banyak mem bicarakan. Dengan mendasarkan pada karya-karya sastra pada masa 1960-an, keika ulasankriik dibuat, Satya graha Hoerip 1969: 249–271 mengemu kakan adanya perbedaan antara karya cerpen sastra dan nonsastra dalam menggambarkan seks dalam karya sastranya. Pada cerita nonsastra mak sudnya karya sastra yang bernilai rendah—[Peny.] adegan seks acap kali dilukiskan dengan mendetail, malahan begitu mendetail sehingga—terutama bagi pecinta sastra—sering terasa memuakkan. Sebaliknya, dalam cerpen sastra akan dijumpai iga ciri, yang akan membuat pembaca yang berharap memperoleh sensasi seksual selagi membacanya akan kecewa. Keiga ciri tersebut adalah: 1 adegan seks pada cerpen sastra idak dilukis kan urut sebagaimana dalam realitas, dari awal hingga berakhir. Pelukisan lazim berheni pada tahap pengantar, sedangkan proses berikutnya pembaca di minta mengeri sendiri. 2 Seks dilukiskan secara subil, sugesif, terselu- bung atau bahkan simbolik. 3 Seks tak selalu da lam adegan terjadinya hanyalah suple menter bela ka dari sekian faktor yang ada, yang dalam totalitas cerpen itu justru faktor lain itulah yang terbuki akan lebih dominan. Hampir sama dengan yang dikemukakan Hoe rip, setelah mengamai munculnya fenomena seks dalam sastra Indonesia sebelum 1980-an, Goe na wan Mohamad 1980 menyimpulkan adanya iga pola sikap dari sastra Indonesia terhadap persoalan seks dan cara penggam baran seks. Pola pertama adalah karya-karya yang berusaha mempersoalkan seks, tetapi idak berani meng- gambarkannya. Kedua , adalah karya-karya yang mem persoalkan seks dan menggambarkannya dengan cara meneriakkannya dengan keras-keras dan ada kecenderungan meng gam barkan perisiwa erois secara “berlebihan”. Ke­iga, adalah karya-karya yang memper soalkan seks sebagai bagian dari kehidupan manusia yang wajar dan menggam barkannya secara wajar pula. Untuk karya jenis keiga ini, Mohamad mencontohkan cer pen-cerpen Umar Kayam dan puisi-puisi Sitor Situ morang.

3. Fenomena Seks dalam Karya Para Pengarang Pe rem puan

Berdasarkan pembacaan dan pengamatan ter hadap sejumlah novel yang ditulis pengarang pe rempuan tampak bahwa femonema seks yang di gam barkan dalam novel-novel tersebut berhu bung an dengan homoseksual, hubungan seks di luar nikah, perselingkuhan, hubungan seks dengan pela cur, hu bungan suami istri, dan inses. Fenomena homoseksual secara intents terda pat dalam enam buah judul novel, yaitu Garis­Tepi­Seorang­Lesbian,­Tabularasa, Dadaisme, Maha dewa­mahadewi, Saman, dan Larung.­ Da lam Garis­Tepi­Seorang­Lisbian homoseksual, khusus nya les bi an, menja- di tema dan problem sentral to koh. Da lam novel tersebut digam- barkan bagai mana tokoh Asmora Paria yang memiliki hubungan lesbi dengan Rie Shiva Ash va gosha. Oleh keluarga Rie hubungan tersebut dipi sahkan karena Rie dipaksa menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya, Renne. Sejak perpisahan tersebut keduanya idak pernah dapat bertemu, sehingga me nim bulkan penderitaan yang sangat dalam pada diri Paria. Penderitaan Paria pun semakin bertambah berat keika Paria pun oleh orang tuanya dipaksa menikah dengan Mas Wiryo. Di tengah frustasi dan kegalau annya antara tetap mempertahankan diri sebagai seo rang lesbian atau- kah harus mengikui tuntutan keluar ganya, Paria sempat berpura- pura menja lin hubungan cinta dengan seorang laki-laki, Mahendra. Pada akhir nya, Paria meninggalkan Mahen dra, yang hampir dini- kahi nya, setelah mendapatkan surat dari Rie yang berada di Prancis dan telah mengakhiri hu bung an nya dengan Renne. Dalam Garis­Tepi­Seorang­Lesbian hubungan homoseks antara Paria de ngan Rie, misalnya tampak pada paparan berikut: Deik-seik menjadi sangat cepat. Menggapai se suatu yang tergapai dalam saat. Aku mera cau. Pedih dalam damai. Pengingkaran cinta atas namanya. Tu han sekali ini maakanlah aku…Sampai aku mengenal Rie Shiva Ashvagosha, saat…Tak ta hu bagaimana prosesnya, iba-iba aku su dah tenang berada dalam dekapan da danya. Me rasakan getaran hebat. Pertama kali sepan jang hidupku….Tanpa berkata apa- apa aku sangat per caya akan cintanya. Entah bagaima na, tapi ada semacam pohon, pohon yang me narikku untuk lebih erat memeluk tubuh yang menim bulkan andrenalinku orgasme.... Herlinaiens, 2000: 91–92. Pada kuipan tersebut tampak bagaimana ke dua orang perempuan Paria dan Rie merasakan kenikmatan hubungan seks sesama jenis. Setelah pe ngalaman perta ma tersebut, berlanjut dengan hu bung an selanjutnya. Meskipun idak menjadi tema sentral seperi dalam Garis­ Tepi­ Seorang­ Lesbian.­ Hubungan homoseks antara Ra ras dengan Violet dalam novel Tabularasa