Latar Belakang Masalah Penerapan Kriik Sastra Feminis ter hadap No vel-novel Indonesia

suratnya kepada para sahabatnya di Belanda Habis­ Gelap­ Terbitlah­Terang,­Abendanon, 1979, dilanjutkan oleh Dewi Sarika yang mendirikan seko lah khusus bagi perempuan di Jawa Barat, dan organisasi perempuan yang tumbuh berikutnya Mul ja na, 2008: 307–313. Berdasarkan observasi awal terhadap se jumlah novel Indonesia, tampak bahwa isu peningnya pen di dikan bagai kaum perem puan dan peran perem puan dalam pekerjaan di ranah publik telah digam barkan dalam novel Sii­Nurbaya Rusli, 1922, Kehi­langan­Mesika­Hamidah, 1935, Layar­Ter­kembang Alisya- bana, 1936, Beleng­gu Pane, 1940, Manusia­ Bebas Djojo- puspito, 1944, Widya­wai Purbani, 1948, Burung-burung­ Manyar Mangunwijaya, 1981, Saman Utami, 1999, Geni Jora El-Khalieqy, 2004, dan Putri 2004 karya Putu Wijaya. Dengan mengangkat isu peningnya pendi dikan dan peran publik perempuan, sejumlah novel tersebut dianggap telah mencoba melawan atau mengriisi kultur patriarkat yang memar- ginalisasikan perem puan dalam tradisi pingitan dan domes ikasi. Peneliian ini akan mengung kapkan bagai mana ideo logi kesetaraan gender yang diusung oleh novel-novel tersebut dipandang sebagai bentuk per lawanan simbolis terha dap sistem sosial budaya patriarkat yang memarginalkan perempuan di bidang pendi dikan dan pekerjaan di ranah publik. Perkembangan paradigma ilmu-ilmu sosial, budaya, dan pendidikan dalam men ja wab perma salahan yang terjadi dalam masyarakat akhir-akhir ini, idak terlepas dari isu gender­ mainstreaming, yang meru pakan gema pemikiran dan gerakan femi nisme di Indonesia. Secara yuridis formal, pemerintah Indonesia telah mem berikan perhaian terhadap peningnya kesetaraan gender di segala bidang keh dupan, dengan menerbitkan Inpres No. 9 tahun 2000, berupa keputusan untuk melakukan Gender­Mainstreaming. Dari berbagai isu kesetaraan gender, isu peningnya pendidikan dan peran perempuan di ranah publik merupakan salah satu isu yang cukup pening untuk diberi perhaian. Hal ini karena secara nyata dalam masyarakat masih terdapat bias gen der da lam bidang pendidikan dan keter libatan pe rempuan di ranah publik. Padahal, seperi di amanatkan dalam Un dang-undang Dasar 1945, pasal 31 ayat 1, bahwa seiap warga negara, baik perem puan maupun laki- laki mendapatkan kesempatan setara untuk me ngecap pendidikan. Hasil peneliian tentang kesetaraan gender dalam bidang pendidikan yang per nah dilakukan oleh Ace Suryadi dan Ecep Idris 2004 masih me nunjukkan adanya kesen jangan gender di bidang pendidikan. Bebe rapa buki yang dite mukan dalam peneliian tersebut antara lain adalah: laki-laki lebih dominan dalam memilih jurusan dan mepe lajari kemampuan atau ketram pilan pada bidang-bidang kejuruan teknologi dan indus tri sehingga dengan ketrampilan yang dipel ajarinya itu, laki-laki seolah-olah secara khusus dipersiapkan menjadi pemain uta ma dalam dunia produksi. Sementara itu, pe rempuan lebih diper siapkan untuk melak sanakan peran pembantu, misalnya keta tausahaan dan tek- nologi kerumah tanggan. Jumlah siswa perem puan yang memilih ju rusan IPA atau Matemaika di SMU lebih sedikit porposinya, sehingga mereka lebih sulit untuk memasuki berbagai jurusan di Perguruan Tinggi, misalnya dalam bidang teknologi dan ilmu-ilmu keras hard sciences. Hanya ada 19,8 maha siswi yang mimilih jurusan tersebut, sementara itu mereka lebih dominan di bidang manajemen 57,7, pelayanan jasa dan transportasi 64,2, baha sa dan sastra 58,6, dan psikologi 59,9 Supriyadi dan Idris, 2004: 157. Berbagai upaya untuk mengatasi ke sen jangan gender di bidang pendidikan telah dilakukan. Depdiknas, pada 10–11 April 2002, di Jakarta, bah kan pernah menye lenggarakan Lokakarya Penela ahan Makalah Kebijakan Pendi dikan Nasional Ba dan Pene- liian dan Pengem bangan Pendidikan, diban tu oleh Bank Dunia dan Dutch­ Trust­ Fund. Hasil dari Lokakarya tersebut antara lain adanya keputusan bahwa gender merupakan isu pening dalam kemajuan pen didikan di Indonesia Arivia, 2006:406. Walaupun cita-cita menuju kesetaraan dan keadilan gender telah cukup lama diwaca nakan dan dilegal kan, realitas yang terjadi di lapangan belum menun jukkan hasil yang mengembirakan. Sejalan dengan hal tersebut, maka per haian terhadap problem-problem keseta raan gender seba gai salah satu wilayah pene liian dan sumber belajar di sekolah maupun perguruan inggi merupakan hal yang men desak untuk dilakukan. Melalui peneliian berjudul ”Citraan Perlawanan Sim bolis ter ha - dap He gemoni Patriarkat dalam Bidang Pen didikan dan Pe ran Perempuan di Sektor Publik dalam Novel-novel Indonesia: Kajian Kriik Sastra Feminis,” diharapkan dapat terungkap berbagai hal yang menyebabkan imbulnya kesenjangan gender di bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik yang tere- presentasikan dalam novel-novel Indonesia, dan stra tegi perla- wanan untuk mengatasi masalah tersebut, yang diha rapkan dapat memberikan inspirasi untuk mengatasi masalah keidakadilan gen der dalan ranah realitas. Pernyataan tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang adanya hubungan an ta ra karya sas tra dengan kenyataan. Seperi dikemukakan oleh Teeuw 1984: 228 bahwa ada hubungan ketegangan antara kenyataan dan rekaan dalam roman novel. Dalam sebuah novel dunia nyata dan dunia rekaan saling berjalinan, yang satu idak bermakna tanpa yang lain. Keberadaan karya sastra berdampingan dengan dunia realita. Apa yang terjadi dalam realita sering kali memberi inspirasi pada pengarang untuk menggam barkannya kembali dalam karya sastra yang diciptakannya. Dalam hal ini sastra selalu ber urusan dengan diri pribadi manusia, diri manusia dalam masyarakat, dan dengan masyarakat yang menjadi lembaga tempat manusia berkiprah. Oleh karena itu, keika isu peningnya pendidikan dan peran perempuan di sektor publik mendapatkan per haian cukup besar di masyarakat, maka munculnya sejumlah novel Indonesia yang mengangkat isu tersebut merupakan hal yang idak dapat dihindari. Hal itu karena, seperi dikemukakan Chamamah Soeratno 1994b: 14 bah wa di dalam masyarakat karya sastra me- miliki salah satu fungsi sebagai sara na menyuarakan hai nurani masyarakat, me nya darkan masyarakat akan ari hidup, mampu mening katkan kualitas hidup dan kehidupan. De ngan demi kian, melalui kajian citraan perla wanan simbolis ter ha dap hege moni patriarkat dalam bidang pendi dikan dan peran perempuan di sektor publik dalam novel-novel Indonesia diharapkan kesadaran akan pening nya kesetaraan gender dalam bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik dapat mengins pirasi peningnya melawan keidaka dilan gender dalan ranah realitas, khususnya pada mereka yang mengambil kebijakan di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan.

b. Tujuan

Secara khusus peneliian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginter pre tasikan citraan perlawanan simbolis—yang terwujud dalam ideo logi kesetaraan gender yang diangkat dalam sejum lah novel Indo nesia—terhadap hegemoni patriarkat dalam bidang pendidikan dan peran perem puan di sektor publik.

c. Manfaat Peneliian

Hasil kajian ini diharapkan dapat mem beri kan manfaat bagi masyarakat pem baca, khususnya khususnya mahasiswa, dosen, dan penelii, sebagai salah satu sarana penyadaran kesetaraan gender di bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik. Di samping itu, hasil pene liian ini diha rapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemba ngunan di Indonesia, khususnya dunia pendidikan sebagai ranah yang stra tegis untuk menanamkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender pada gene rasi muda. Dalam masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh kultur patriarkat, penanaman nilai-nilai keadilan dan keseta raan gender pada generasi muda pening untuk dila kukan, agar tercipta masyarakat yang berkeadilan gender dan saling meng hormai dan menghargai antarsesama.

d. Kajian Pustaka

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilaku kan, belum ditemukan kajian yang secara khusus membahas citraan perlawanan simbolis terhadap hegemoni patriarkat dalam bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik dalam novel- novel Indonesia. Meskipun demikian, ditemukan sejumlah kajian yang memiliki keterkaitan dengan peneliian ini, antara lain: 1 In the­Shadow­of­Change Helwig, 2003;­2­“Hubungan­In­ter­­teks­tual­ Roman-roman­Balai­Pustaka­dan­Pujangga­Baru”­Pradopo,­1995,­ yang­mem fokuskan pada masalah emansipasi­wanita­dalam­Sii­ Nurbaya,­ Layar­ Terkem­bang,­ dan­ Belenggu;­ 3­ Feminisme dan De kon struk si terhadap Ideo logi Familialisme dalam Novel Saman Karya Ayu Utami Wiyatmi, 2003, dan “Pasca Kolonialitas dan Si Femi nin dalam Sastra Indonesia Modern” Hatley, 2006. Dalam­ In­ the­ Shadow­ of­ Change Hell wig, 2003 dikaji 25 novel dan iga cerita panjang dalam kurun waktu lima dekade 1937 sampai 1986 . Dengan menggunakan perspekif kriik sastra feminis, Hellwig mencoba memahami bagaimana penggam- baran tokoh perempuan dalam sastra Indo nesia dan sejauh mana gambaran tersebut membantu mencip takan citra umum perem- puan dalam masyarakat In do nesia. Hasil peneliian tersebut menunjukkan bah wa persoalan esensialisme idenitas telah lama men ja di persoalan pening bagi gagasan tentang eman sipasi perempuan di Indonesia. Peneliian terse but menunjukkan bahwa kebanyakan pengarang laki-laki masih meng anggap femininitas sebagai sesuatu yang ideal bagi perempuan, dan idak meng- herankan jika tokoh-tokoh yang keibuan, pandai mengatur rumah tangga, lembut, dan penyayang, menjadi igur yang sering ditam- pilkan. Sementara itu, pada karakter yang diciptakan penulis perempuan, femi ninitas se ring kali dianggap idak sesuai dengan konsep ke majuan perempuan. Para penulis perempuan umum - nya menggam barkan dile ma tentang persoalan esen sialisme