Perjuangan Perempuan di Bidang Kesehatan di Daerah Terpencil

Pada kuipan tersebut tampak adanya ungkapan untuk pertama kalinya, Puskesmas dipimpin dokter wanita , yang me- nun juk kan bahwa selama ini di Asmat Papua kepala Puskesmas dipimpin oleh dokter laki-laki. Perempuan sebagai pimpinan Puskesmas di Asmat merupakan fenomena baru. Di samping itu, pada kuipan tersebut juga terungkap bahwa kesadaran perem pu- an Asmat untuk memanfaatkan pe layan an kesehatan di lembaga kesehatan seperi Puskesmas, masih langka. Ibu hamil pada umumnya ditangani oleh para dukun, seperi Pumu. Di samping itu, peran para perempuan yang bekerja di bi dang kesehatan tersebut juga tampak dari akivitas Tewe raut, yang setelah suaminya meninggal, bekerja sebagai pem bantu di poliklinik biara di dekat landasan pacu lapangan terbang. Tewe raut memiliki tugas menyapu, menggodok per alatan kesehatan, menyiapkan wadah obat-obatan di poli klinik dan melayani keperluan Suster Elishabeth selama me ne rima pasien Sekarningsih, 2006: 264. Akivitas para perempuan di bidang kesehatan juga tampak dari kegiatan Suster Elisabeth dan Suster Ruth yang didampingi oleh Ibu Camat istri camat, seorang pengemudi dan asisten berkeliling kampung misalnya ke kampung Ba riten untuk mem- beri pelayanan kesehatan dan penyu luh an membuat ikan asin pada ibu-ibu rumah tangga Sekar ningsih, 2006: 264. Pelayanan kesehatan terhadap masya rakat daerah terpencil di Asmat dengan sistem safari seperi yang dilakukan oleh para suster tersebut merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mengurangi jumlah angka kemaian penduduk Papua yang masih inggi, termasuk kemaian ibu yang melahirkan. Tingginya angka kemaian ibu melahirkan di Asmat ber kait- an dengan tradisi yang ada di masyarakat yang meng harus kan perempuan yang hendak melahirkan dijauhkan da ri permukiman. Menjelang melahirkan bayinya seorang pe rem puan Asmat harus inggal di pondok darurat di hutan. Hal ini karena suku tersebut memiliki keyakinan agar najis per sa lin an idak mengundang ben- cana di dalam dusun. Di samping itu, selama sang istri menjalani masa nifas seorang suami harus menjauhi istrinya agar terhindar dari bencana. Semen tara itu, sang suami pergi ke hutan keramat untuk memohon pada para leluhur bagi keselamatan istri dan bayinya Se kar ningsih, 2006: 4. Menjelang melahirkan anaknya Teweraut juga harus menjalani tradisi tersebut. Namun, karena posisi bayi dalam kandungan Teweraut melintang, dia gagal me- lahirkan di hutan dengan dibantu oleh ibunya. Akhirnya, Tewe - raut meminta kepada ibunya agar dia dibawa ke Puskesmas Sekarningsih, 2006: 280. Dokter Sita di Pus kes mas idak mampu menolongnya dengan proses melahirkan normal sehingga pada akhir nya Teweraut meninggal dunia Sekarningsih, 2006: 284. Gam baran tersebut di samping me nun jukkan peran kaum perem- puan di bidang kesehatan di daerah terpencil juga menunjukkan betapa beratnya tantang an yang harus dihadapi oleh para dokter Puskesmas di daerah terpencil seperi di Asmat keika meng hadapi kasus-kasus persalinan sulit yang hanya dapat diatasi dengan in- dakan operasi dan membutuhkan peralatan medis yang memadai. Dengan menggambarkan peran para perempuan di bi dang kesehatan novel Namaku Teweraut menunjukkan bah wa para pe rem puan terdidik telah mengabdikan dirinya sebagai tenaga medis, baik sebagai dokter, perawat maupun bidan di daerah terpencil. Tanggung jawab dan idealisme kemanusiaan telah men- dorong mereka untuk menjalani profesinya tersebut meskipun di tempat yang terpencil dengan berbagai masalah yang berat. Sejumlah tokoh perempuan dalam novel Namaku Teweraut me nun jukkan perannya dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat di daerah terpencil seperi Asmat Papua. Dalam novel tersebut digambarkan bahwa tradisi masyarakat yang mengasingkan perempuan yang hendak melahirkan ke te- ngah hutan menjadi salah satu penyebab ingginya kemaian ibu dan bayi. Hal itu karena proses melahirkan yang dialami Teweraut yang seharusnya membutuhkan bantuan justru sebaliknya malah diasingkan. Kenyataan serupa itu sangat berpotensi bagi terjadi- nya kemaian ibu dan bayinya. Oleh karena itu, para dokter dan tenaga medis di daerah terpencil seperi Papua memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengatasi masalah tersebut. Kehadiran para dokter dr. Sinta dan bidan perempuan di daerah terpencil sangat pening untuk mengatasi masalah kesehatan, terutama kesehatan reproduksi perempuan. Seperi dikemukakan oleh Susilastui 1993: 57–58 ada iga komponen kesehatan reproduksi perempuan, yaitu: 1 maternal health , kesehatan yang berhubungan dengan melahirkan dan mem punyai anak, 2 penyakit yang berhubungan dengan saluran reproduksi diseases­of­the­reproducive­tract, yaitu yang di tular- kan secara seksual sexually­ transmited­ diseases, dan 3 peng- gunaan alat kontrasepsi. Dalam hal ini kesehatan reproduksi bu kan hanya merupakan masalah kesehatan, tetapi juga ber hu- bung an dengan rendahnya status perempuan, rendahnya pen- di dik an, kemiskinan, buruknya nutrisi, kurangnya akses kepe ra- watan sebelum dan sesudah kelahiran, kurangnya akses ke alat kontrasepsi, hambatan sosial budaya bagi penggunaan kontra- sepsi, kualitas pelayanan kesehatan perempuan yang kurang me- madai Susilastui, 1993: 58. Masalah-masalah tersebut se su ai dengan konteks sosial budaya Asmat Papua yang menjadi latar cerita dalam novel Namaku Teweraut. Oleh karena itu, dengan cara memberikan pelayanan kesehatan seperi yang dilakukan dr. Sinta dan penyuluhan kesehatan keliling kampung seperi yang dilakukan oleh Suster Elisabeth dan Suster Ruth yang didampingi oleh Ibu Camat istri camat Sekarningsih, 2006: 264 diharapkan dapat dipecahkan masalah-masalah kesehatan perempuan ter sebut. Secara nyata, berdasarkan hasil survei dari Dinas Kese hat an Provinsi Papua tahun 2001 diperoleh data angka kemaian ibu melahirkan sebesar 1.071100.000 kelahiran hidup. Pada 2005 data kemaian ibu melahirkan yang dilaporkan sebanyak 15 ibu dari 3.232 kelahiran hidup 464 per 100.000 kelahiran hi dup htp:www.depkes.go.id en downloads proilmerauke de rajat.txt.

4. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan sebagai pelopor dan agen bagi tercapainya peru- bahan sosial dari masyarakat yang patriarkat menuju masyarakat yang senaniasa mempertanyakan adanya kei dakadilan gender yang terjadi di sektor domesik ataupun publik, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat daerah terpencil, novel tersebut me nun jukkan bahwa pendidikan kaum perempuan telah mendorongnya untuk menyadari kebe radaannya sebagai subjek yang berperan sebagai agen perubahan dalam ma sya- rakat. Di bidang pendidikan perempuan telah berjuang untuk mengkriisi dan mengatasi masalah diskriminaif terhadap pendi- dik an yang diakibatkan oleh keidakadilan gender. Di bidang kese- hatan perempuan telah menunjukkan perannya dalam mengatasi masalah kesehatan, terutama untuk menekan angka kemaian ibu melahirkan dan bayi di daerah terpencil, seperi Papua.

C. Rangkuman

Novel Namaku Teweraut ditulis oleh Ani Sekarningsing untuk menggambarkan kepedualiannnya terhadap nasib perempuan Asmat, Papua yang belum mendapatkan akses pendidikan dan layanan kesehatan seperi halnya di daerah lain, terutama di Jawa. Oleh kerena itu, dengan menggambarkan tokoh-tokoh perempuan dari Jawa yang berjuang di Asmat dalam bidang pendidikan dan kesehatan novel tersebut mencoba membukakan mata para pembaca agar ikut berperan dan memikirkan nasib kaum perempuan di daerah-daerah terpencil seperi di Papua. Dalam perspekif feminisme, novel tersebut mencoba membukakan kesadaran pembaca akan peningnya memperjuangkan pendidikan dan layanan kesehatan di daerah terpencil, khususnya yang dapat dinikmai oleh kaum perempuan yang di daerah tersebut terpinggirkan.

D. Latihan dan Tugas

1. Bacalah novel Namaku Teweraut untuk mendapatkan gambaran mengenai peran perempuan dalam memperjuangkan pendidikan dan kesehatan daerah terpencil 2. Uraikan bagaimana cara kaum perempuan dalam novel tersebut berjuang di bidang pendidikan dan kesehatan daerah terpencil