laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat. Melalui proyek pemikiran dan gerakan feminisme harus dihan-
curkan struktur bu daya, seni, gereja, hukum, kelu arga ini yang berdasarkan pada kekuasaan ayah dan negara, juga semua citra,
insitusi, adat isiadat, dan kebiasaan yang menja dikan perempuan sebagai korban yang idak dihar gai dan idak tampak.
Seperi dikemukakan oleh Abrams 1981 bahwa feminisme sebagai aliran pemikiran dan ge rakan berawal dari kelahiran era
Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Mon- tagu
dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah
kota di selatan Belanda pada 1785. Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup menda patkan perhaian dari
para perempuan kulit puih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa mempe juangkan apa yang mereka sebut sebagai
universal sister hood persaudaraan perempuan yang bersifat
universal Abrams, 1981: 88; Arivia, 2006: 18–19.
b. Perkembangan dan Ragam Feminisme
Sejak kemunculannya pertama kali di Ameri ka, Eropa, dan Prancis, feminisme telah mengalami perkembangan dan penye baran
yang pesat ke ber bagai negara di penjuru dunia. Perkembangan dan penye baran femi nisme tersebut telah memuncul kan isilah
feminisme gelombang pertama, feminisme gelom bang kedua, feminisme ge lombang kei ga, pos fe minisme, bahkan juga feminisme
Islam dan femi nisme dunia keiga. Berikut ini diuraikan adanya berbagai ragam feminisme yang telah berkembang dalam wacana
pe mikiran maupun gerakan sosial dan poliik.
Dengan rinci Humm 1992: 1–6 dan Madsen 2000: 1–14 menguraikan kelahiran dan perkem bangan feminisme di Amerika
dan Prancis. Dari uraian tersebut pemikiran dan gerakan feminisme dapat dibedakan menjadi iga gelombang, yaitu ge lombang
pertama, gelombang kedua, dan gelom bang keiga.
Gelombang pertama feminisme di Ame rika berkisar dalam kurun 1840–1920. Ge lombang perta ma ini ditandai dengan
adanya Konvensi Hak-hak Perempuan yang diadakan di Seneca Falls, New York pada 1848. Pertemuan tersebut diprakarsai oleh
Eliza beth Cady Stanton dan dihadiri oleh 300 perempuan dan laki- laki Madsen, 2000: 3–7; Tong, 2006: 31. Pertemuan tersebut
menghasilkan pernya taan sikap Declaraion of Seniments dan dua belas resolusi. Deklarasi pernyataan sikap tersebut mene-
kankan isu yang sebelumnya telah dicanangkan oleh Mill dan Taylor di Inggris, yang terutama berhu bungan dengan kebutuhan
untuk merefor masi hu kum perkawinan, perceraian, hak milik, dan pengasuhan anak Madsen, 2000: 6; Tong, 2006: 31. Kedua
belas resolusi menekankan pada hak-hak perempuan untuk mengutarakan pendapatnya di depan umum Tong, 2006: 32.
Setelah pertemuan di Seneca Falls, pa da 1869 Susan B. Antony dan Eliza beth Cady Stanton mendirikan NaionalWoman’s
Sufrage Associaion Asosiasi Ge rakan Hak Pilih Perem puan Nasional, disusul dengan Lucy Stone yang mendirikan American
Woman’s Sufrage Associaion Asosiasi Ge rakan Hak Pilih Perempuan Amerika untuk mengem bang kan amandemen hak
pilih un tuk konsitusi Madsen, 2000: 6; Tong, 2006: 33. Kedua asosiasi tersebut memi liki perbe da an ilosois. Lucy Stone lebih
menekan kan pada peran agama yang terorganisir dalam opresi