Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

yang melakukannya dan mau mempelajari. Upacara tradisional Jawa mengandung nilai cinta akan kebijaksanaan yang tinggi.

2.1.2 Tradisi Ruwatan

Subalidata dalam Sulistyobudi, 2013 mengemukakan bahwa salah satu dari berbagai jenis selamatan yang masih sering dilaksanakan masyarakat Jawa hingga saat ini ialah upacara ruwatan. Istilah ruwatan dalam cerita Jawa menurut Mpu Darmaja dalam Smaradahana, berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan, dan lain-lain serta terbebas dari hal-hal yang tidak baik. Seseorang yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncarakarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit Purwa adalah papa kesengsaraan, mala noda, rimang kesedihan atau kesusahan, kalengka kejahatan, wirangrewang kebingungan atau kekusutan. Menurut Subalidata dalam Sulistyobudi, 2013: 4 sebagian masyarakat Jawa masih percaya bila orang yang berbuat salah atau kesalahannya sangat besar, orang tersebut akan diruwat. Keadaan seperti itu dianggap sebuah malapetaka oleh sebagian besar masyarakat Jawa, oleh sebab itu orang tersebut harus diruwat. Orang-orang terdahulu menganggap bahwa ruwatan merupakan beban terberat bagi orang yang terkena malapetaka tersebut. Hingga kini, kepercayaan tersebut masih banyak diketahui orang dan masih diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa. Ruwatan merupakan sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak baik atau jahat. Dalam upacara ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang terhindar dari segala yang jahat atau malapetaka. Terlebih lagi masyarakat Jawa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI percaya apabila seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti dhampit, unting-unting, ontang-anting, dan lain-lain akan riskan terhadap malapetaka, maka untuk mencegah hal tersebut orang itu harus diruwat. Dalam upacara tradisional ruwatan selalu disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Murwakala”. Upacara ruwatan sudah ada sejak zaman dahulu kala dan sampai saat ini masyarakat Jawa masih sering melakukannya. Ruwatan di dalam tradisi Jawa telah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam masyarakat yang bersosialisasi. Pandangan masyarakat Jawa menganggap bahwa, upacara Ruwatan merupakan cara untuk membebaskan seseorang dari dosa sehingga seseorang yang telah diruwat terbebas dari marabahaya dan malapetaka. Ruwatan ialah tradisi ritual Jawa yang digunakan sebagai alat untuk pembebasan dan penyucian atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia, yang dapat membawa malapetaka di dalam hidupnya. Kata ruwat berasal dari kata lukat yang artinya ialah membebaskan, menghapus, dan membersihkan. Kata ruwatan erat kaitannya dengan sukerta. Kata sukerta berasal dari kata suker yang berarti kotor atau noda. Anak sukerta dapat juga diartkan sebagai anak yang kotor dan harus diruwat agar terhindar dari marabahaya. Anak-anak atau bayi yang dilahirkan dalam keadaan sukerta, harus diruwat. Bila tidak diruwat, maka anak-anak atau bayi tersebut akan menjadi incaran dan dimakan Batara Kala Herawati, 2010: 3.

2.1.2.1 Golongan Sukerta

Ada dua hal mengapa seseorang dikatakan sukerta, yaitu karena nasib atau bawaan dari lahir dan karena melakukan tindakan yang salah atau bisa juga karena seseorang menalami peristiwa, sebagai berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI