Hasil Penelitian yang Relevan
tahun pendhak pindho, dan tiga tahun pendhak katelu nyewu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adat-istiadat itu mengandung tata nilai, aturan, norma,
maupun kebiasaan yang mengikat masyarakat penganutnya sekaligus merupakan cita-cita yang diharapkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Upacara
ruwatan sebagai salah satu adat-istiadat Jawa merupakan tradisi yang kini masih dipercayai sebagai sarana melepaskan, menghalau, atau membebaskan seseorang
dari ancaman mara bahaya yang disebabkan oleh suatu peristiwa. Murwakala berusaha untuk menghubungkan dunia nyata dengan dunia gaib, dalam hal ini
melepaskan sukerta aib yang melingkupi seseorang. Arif 2013 meneliti tenta
ng “Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel di Desa Dieng Kejajar Wonosobo
”. Penelitian ini dilatarbelakangi karena anak berambut gembel memiiki karakter dan perilaku yang berbeda dari kebiasaan
anak seusianya. Kalau tidak energik, nakal, berjiwa heroik, suka mengatur, akan muncul perilaku yang diam, pemalu, susah bergaul dengan dunia luar. Ruwatan
cukur rambut gembel adalah adalah kegiatan ritual, sedangkan ritual sendiri berkaitan dengan identitas kepercayaan masyarakat. Didalamnya terkandung
makna utama yaitu kemampuan masyarakat dalam memahami konteks lokal dan kemudian diwujudkan dengan dialog terhadap kondisi yang ada. Masyarakat
cenderung memandang adanya sebuah kekuatan gaib yang menguasai alam semesta dan untuk itu harus dilakukan dialog.
Senada dengan kondisi kejiwaan anak berambut gembel yang diyakini masyarakat lebih pada kekuatan mitos dimana gejala kejiwaan yang muncul
sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik rambut yang tumbuh gembel. Lebih jauh berpangkal pada mitos menceritakan bahwa rambut gembel itu merupakan
“titipan”. Karena itu hanya merupakan titipan, maka suatu saat akan diambil kembali oleh yang punya. Kondisi anak yang begitu selanjutnya disebut anak
“sukerta” yaitu anak yang dicadangkan menjadi mangsa Batara Kala. Untuk melepaskan dan mengangkat kembali anak dari kondisi sialnya itu atau
membersihkan sesukernya gembelnya harus dilakukan upacara Ruwatan. Ruwatan berasal dari kata Ruwat yang artinya melepaskan yaitu melepaskan dari
karakteristik anak gimbal yang di cadangkan menjadi mangsa Batara Kala. Budaya Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang hingga sekarang masih
dilakukan merupakan indikasi bahwa masyarakat Dieng yang masih memegang teguh tradisi- tradisi nenek moyang mereka, meskipun seiring dengan
berkembangnya zaman proses dan tata caranya memengalami pergeseran namun esensi dari ruwatan tersebut tetap sama. Bagi masyarakat Dieng, upacara ruwatan
ini memiliki makna yang sangat sakral dalam kehidupan mereka. Ketenangan hati mereka akan tercapai jikalau anak mereka yang memiliki rambut gimbal telah
diruwat dan dipotong rambut gimbalnya. Mereka sangat yakin dan percaya sekali bahwa setelah anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambutnya
yang gimbal maka si anak tersebut akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh Kyai Kolodete.
Wening 212 meneliti “Pembentukan Karakter Bangsa Melalui
Pendidikan Nilai”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pihak yang
menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan nilai pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial
yang berkembang, yakni kekerasan yang ditunjukkan oleh kenakalan remaja dalam masyarakat seperti perkelahian massal, perusakan lingkungan hidup, dan
korupsi merupakan tiga contoh permasalahan yang semakin lama dirasakan sebagai permasalahan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Perilaku seseorang
ditentukan oleh faktor lingkungan dengan landasan teori kondisioning, ada fungsi bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan menjadi pribadi yang
berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Tentunya ini memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan semua pihak: keluarga,
sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1 mengembangkan dimensi
pembentuk karakter, yaitu nilai-nilai kehidupan dalam pendidikan konsumen; 2 menelaah perolehan dimensi pendidikan nilai sebagai pembentuk karakter melalui
faktor-faktor lingkungan; 3 mengungkap pencapaian pembentukan karakter melalui faktor-faktor lingkungan dan implementasi pendidikan nilai dalam mata
pelajarankurikulum. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena dapat menambah pemahaman para guru tentang pengembangan kurikulum menuju
integrated learning, dan pengembangan sekolah sebagai pusat budaya yang kuat dalam pembentukan karakter bangsa. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian
ini memberikan wacana baru dalam merekonstruksi mata pelajaran mulai dari pengembangan konstruk, pembuatan modul pembelajaran nilai, dan proses
penilaian. Berdasarkan hasil refleksi guru, teridentifikasi 17 nilai-nilai kehidupan
terkandung dalam pendidikan konsumen. Nilai-nilai kehidupan tersebut berketerkaitan dengan seluruh dimensi pembentuk karakter, yaitu: nilai kesadaran
diri dan tanggung jawab dengan nilai kepercayaan; nilai bijaksana dan toleransi sosial dengan nilai menghargai orang; kesadaran diri, tanggung jawab,
menghargai uang dan nasionalisme dengan tanggung jawab; nilai bijaksana dan keadilan dengan nilai keadilan; nilai toleransi sosial, peduli dan sadar lingkungan
dengan nilai kepedulian; nilai tanggung jawab dan nasionalisme dengan nilai kewarganegaraan; nilai tanggung jawab dengan nilai kejujuran; nilai kritis dengan
nilai keberanian; nilai kesadaran diri, tanggung jawab, hemat, teliti, produktif dan menghargai uang dengan nilai kerajinan; kesadaran diri dan tanggung jawab
dengan nilai totalitas. Berdasarkan jurnal di atas, dua penelitian tentang tradisi ruwatan
menyatakan bahwa ruwatan dapat membebaskan seseorang dari segala kesialan, sakit, malapetaka, maharabahaya, dan segala sesuatu yang dianggap mengancam
bagi seseorang. Penelitian yang ketiga menyatakan bahwa pendidikan karakter dapat diperoleh dari nilai-nilai kehidupan lingkungan anak.