Golongan Sukerta Tradisi Ruwatan

Wungkus, yaitu anak lahir dalam keadaan terbungkus kulit ari; Wungle, yaitu anak lahir dalam keadaan bule; Kresna, yaitu anak lahir dalam keadaan berkulit hitam; Wungkul, yaitu anak terlahir bongkok; Wujil, yaitu anak cebol sejak lahir; Wahana, yaitu anak terlahir di tempat pesta; Pipilan, yaitu lima bersaudara, empat perempuan dan satu laki-laki; Padhangan, yaitu lima bersaudara, empat laki-laki dan satu perempuan; Tawang gantun, yaitu anak lahir kembar berselang hari; Sakendra, yaitu anak kembar dalam satu bungkus; Dengkak, yaitu anak mendongak ke depan; Butun, yaitu anak mendongak ke belakang; Siwah, yaitu anak idiot; Walika, yaitu anak bajang bertaring. b. Sukerta karena peristiwa atau melakukan tindakan yang salah. Seseorang yang termasuk sukerta ini sebagai berikut: 1 Orang yang menjatuhkan dandang; 2 Orang yang mematahkan pipisan; 3 Orang yang menaruh beras di dalam lesung; 4 Orang yang rumahnya kerobohan pohon papaya; 5 Orang yang mempunyai kebiasaan membakar rambut; 5 Orang yang mempunyai kebiasaan membakar tulang; 7 Orang yang membuat pagar sebelum rumahnya jadi; 8 Orang yang mimpi kerabat dekatnya hanyut di sungai; 9 Orang yang rumahnya tidak ada tutup keyong bagian rumah berbentuk segitiga di atap; 10 Orang yang tidak menutup pintu sampai lewat sandyakala; 11 Orang menampi beras pada malam hari; 12 Orang berdiri di tengah pintu; 13 Orang membakar galar. Galar adalah bambu yang dibelah, diremuk, dan dijadikan alas tempat tidur; 14 Orang yang membakar sapu yang sudah tua; 15 Orang duduk di atas bantal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.1.1.2 Ubarampe Ruwatan Perlengkapan Ruwatan

Dalam mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang yang dianggap sukerta, ada ubarampe yang perlu disiapkan yaitu, sebagi berikut: a Tuwuhan yang terdiri atas pisang raja, kelapa muda, tebu wulung, masing-masing dua buah dan diletakkan di sebelah kanan kiri kelir saat diselenggarakan pertunjukan wayang dengan tokoh “Murwakala”; b Padi sebanyak empat ikat disebut padi segedheng; c Tunas pohon kelapa; d Dua ekor ayam, satu ayam betina dan satu ayam jantan. Ayam jantan diletakkan sebelah kanan kelir dan ayam betina diletakkan sebelah kiri kelir; e Ungker siji, yaitu satu buah gulungan benang; f Kayu bakar sebanyak empat batang dengan panjang maing-masing 40cm; g Ketupat pangular sebanyak empat buah; h Sebuah tikar baru; i Sebuah sisir; j Sebuah bantal; k Sebuah sisir suri; l Sebuah paying; m Sebuah cermin; n Sebotol minyak wangi; o Tujuh macam kain batik; p Dua butir telur ayam; q Satu genggam daun lontar; r Gedang ayu supaya rahayu; s Suruh ayu, ngangsu kawruh ang rahayu; t Air tujuh macam; u Seikat benang lawe; v Minyak kelapa untuk lampu blencong; w Nasi gurih dan ayam goring; x Segelas arak; y Tujuh macam tumpeng; z Segelas air kilang tebu; aa Tujuh macam jenang ketan; bb Kupat lepet; cc Jajan pasar; dd Macam-macam jenang bubur; ee Rujak crobo; ff Rujak legi; gg Cacahan daging dan ikan; hh Perlengkapan alat dapur; ii Kendi berisi air penuh; jj Peralatan dapur; kk Lampu sentir yang dihidupkan.

2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan

Setelah ubarampe disediakan, hal-hal yang tidak kalah penting dalam meruwat seseorang ialah dalang, lakon wayang, dan anak yang diruwat. a. Dalang Seluruh rangkaian upacara ruwatan dipimpin oleh seorang dalang. Dalang yang bisa meruwat adalah seorang dalang yang sudah cukup umur. Selain itu, dalang tersebut juga harus keturunan dari seorang dalang. b. Lakon Wayang Pertunjukan wayang dalam rangkaian upacara ruwatan, berbeda dengan pertunjukan wayang dalam acara-acara lain. Pertunjukan wayang kulit ini merupakan puncak dari upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. c. Anak yang diruwat Anak yang diruwat tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama pelaksanaan puncak ruwatan. Acara ruwatan biasanya dilakukan pada siang hingga sore hari. Cerita wayangnya ialah mengambil lakon ”Murwakala”. d. Pertunjukan wayang bisa dilanjutkan dengan cerita wayang yang sesuai dengan permintaan tuan rumah. Kemudian, menjelang pagi hari cerita “Murwakala” dilanjutkan kembali. Ceritanya mengenai anak sukerta yang dikejar- kejar oleh Batara Kala. Pada awalnya anak sukerta hamper dimakan oleh Batara Kala tetapi berhasil digagalkan. Akhirnya yang dimakan oleh Batara Kala adalah sesaji yang telah disediakan. Setelah anak sukerta diruwat tadi terlepas dari kejaran Batara Kala, berarti anak tersebut telah terbebas pula dari marabahaya atau malapetaka. Kemudian anak itu memasukkan sejumlah uang ke panci yang berisi kembang setaman. Bratawidjaja 1988 berpendapat bahwa, upacara ruwatan sudah ada sejak zaman Majapahit dan hingga sekarang pun masih ada masyarakat Jawa yang melakukannya. Purwadi 2005: 218-219 mengatakan bahwa ruwatan di Jawa merupakan upacara pembebasan seseorang yang kelahirannya dianggap tidak membawa keberuntungan atau karena seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang. Apabila hal yang dilarang tetap dilakukan maka orang tersebut akan dimakan Batara Kala. Acuan mengenai siapa saja yang menjadi target Batara Kala adalah Serat Murwakala dan Serat Pustaka Raja, jumlahnya mencapai 171 macam. Tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih digunakan sebagian besar berasal dari Jawa. Ada penyebab mengapa ruwatan di Jawa sampai melibatkan 171 anak yang dianggap sukerta. Anak-anak tersebut menjadi ancaman Batara Kala karena dianggap kotor atau terdapat unsur sukerta. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut harus melakukan upacara ruwatan agar terbebas dari sukerta. Upacara ruwatan yang dimaksud di sini, berbeda dengan upacara ruwatan saat ini yang dilakukan oleh seorang dalang sejati atau dalang Kandha Buwana. Orang Jawa percaya bahwa yang meruwat segala hal yang menjadi mangsa Batara Kala adalah Sanghyang Wisnu. Keturunan Wisnu juga harus meruwat orang-orang yang menjadi mangsa Batara Kala. Selain itu, menurut Herawati 2010: 6-8 ada hal pokok yang harus dilakukan pada saat melaksanakan upacara ruwatan, yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. Kemudian, dilanjutkan dengan acara Tirakatan, akan dijelaskan sebagai berikut. Upacara siraman dilakukan pada pukul sembilan pagi. Siraman tersebut dilaksanakan oleh dalang dengan air kembang setaman yang telah disediakan. Setelah siraman selesai, anak sukerta diminta untuk berganti pakaian dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI