Ubarampe Ruwatan Perlengkapan Ruwatan Tata Cara Ruwatan

Purwadi 2005: 218-219 mengatakan bahwa ruwatan di Jawa merupakan upacara pembebasan seseorang yang kelahirannya dianggap tidak membawa keberuntungan atau karena seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang. Apabila hal yang dilarang tetap dilakukan maka orang tersebut akan dimakan Batara Kala. Acuan mengenai siapa saja yang menjadi target Batara Kala adalah Serat Murwakala dan Serat Pustaka Raja, jumlahnya mencapai 171 macam. Tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih digunakan sebagian besar berasal dari Jawa. Ada penyebab mengapa ruwatan di Jawa sampai melibatkan 171 anak yang dianggap sukerta. Anak-anak tersebut menjadi ancaman Batara Kala karena dianggap kotor atau terdapat unsur sukerta. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut harus melakukan upacara ruwatan agar terbebas dari sukerta. Upacara ruwatan yang dimaksud di sini, berbeda dengan upacara ruwatan saat ini yang dilakukan oleh seorang dalang sejati atau dalang Kandha Buwana. Orang Jawa percaya bahwa yang meruwat segala hal yang menjadi mangsa Batara Kala adalah Sanghyang Wisnu. Keturunan Wisnu juga harus meruwat orang-orang yang menjadi mangsa Batara Kala. Selain itu, menurut Herawati 2010: 6-8 ada hal pokok yang harus dilakukan pada saat melaksanakan upacara ruwatan, yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. Kemudian, dilanjutkan dengan acara Tirakatan, akan dijelaskan sebagai berikut. Upacara siraman dilakukan pada pukul sembilan pagi. Siraman tersebut dilaksanakan oleh dalang dengan air kembang setaman yang telah disediakan. Setelah siraman selesai, anak sukerta diminta untuk berganti pakaian dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menggunakan pakaian adat Jawa. Tujuan siraman yaitu sebagai pembersihan diri seseorang dari sukerta. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh para pinisepuh dan handai taulan serta dibimbing ki dalang bersujud di hadapan kedua orang tuanya untuk memohon doa restu. Selanjutnya ki dalang membacakan doa kepada anak sukerta untuk keselamatannya dan agar acaranya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Menjelang pukul empat sore, sesaji dibawa ke tempat yang sudah disediakan, yaitu ke tempat pertunjukan wayang. Sesaji dengan berbagai macam benda itu kemudian disusun sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh ayah dan ibunya menuju ke tempat yang telah disediakan. Selanjutnya, ki dalang menyerahkan lima tebu wulung sepanjang kurang lebih 40 cm, dua puluh satu kuntum bunga melati, dan sebatang tunas kelapa kepada anak sukerta tersebut. Srah-srahan selesai dilakukan, gamelan segera bertalu diiringi gendhing “Ladrang Wilujeng Laras Pelog Pathet 6”. Acara inti dalam upacara ruwatan dimulai, yaitu pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Murwakala”. Lakon “Murwakala” menceritakan kisah Batara Kala yang mengejar mangsanya yaitu tiga puluh enam jenis anak sukerta, seperti ontang-anting, unting-unting, dhampit, dan lain-lain. Saat Batara Kala mengejar anak sukerta, mereka selalu berlari agar tidak tertangkap dan mencari tempat sembunyi yang aman hingga akhirnya bersembunyi di dekat ki dalang. Biasanya pertunjukan wayang pada malam harinya diselingi dengan cerita wayang lain sesuai dengan keinginan tuan rumah. Setelah itu, dilanjutkan dengan lakon “Murwakala” lagi. Sebelum acara pertunjukan wayang selesai, ki dalang menghentikannya sejenak. Acara selanjutnya ialah pemotongan rambut yang dilakukan oleh dalang. Pemotongan rambut sebagai tanda bahwa seseorang sudah diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala. Acara ruwatan pun berakhir. Anak yang sudah diruwat bersama ayah dan ibunya menghampiri ki dalang mengucapkan terima kasih karena anaknya telah terbebas dari marabahaya. Kemudian, dilanjutkan dengan Tirakatan. Tirakatan dilakukan sebagai ucapan terima kasih dari segenap keluarga besar karena semua yang hadir dalam upacara ruwatan sudah membantu dan menghadiri proses ruwatani sehingga berjalan dengan lancar. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam upacara ruwatan melibatkan anak sukerta, orang tua anak sukerta, dalang, dan warga setempat yang membantu proses upacara ruwatan sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar. Ada lima langkah dalam upacara ruwatan yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut.

2.1.2.4 Jenis-jenis Ruwatan

Ada beberapa jenis ruwatan, yaitu Ruwatan Rosulan, Ruwatan Rukyah, Ruwatan dengan Wayang Beber, Ruwatan dengan Wayang Kulit, Ruwatan Massal, dan Ruwatan Agung. Jenis-jenis ruwatan tersebut, diiuraikan sebagai berikut.

1. Ruwatan Rosulan

Ruwatan Rosulan biasa disebut juga dengan Ruwatan Rosul. Ruwatan ini biasanya dilakukan oleh agamawan dan berupa acara selamatan. Hal ini disebut dengan istilah Tradisi Religius atau Ruwatan Religius. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Ruwatan Rukyah

Dalam agama Islam ada yang mirip dengan ruwatan, yaitu rukyah. Rukyah dilakukan apabila seseorang melakukan kesalahan sebagai berikut. a. Seseorang yang melakukan seperti memasukkan kekuaan magis yang seharusnya tidak ada. Hal ini dilarang oleh ajaran agama, sehingga orang tersebut harus diruwat. b. Membersihkan kekuatan gaib yang ada di dalam diri seseorang. Rukyah berarti membersihkan diri dari pengaruh kekuatan gaib yang ada dalam diri seseorang. Manusia memerlukan pembersihan diri dari hal-hal negatif dan kekuatan magis dari dalam dirinya. Orang yang akan dirukyah harus membersihkan dirinya secara fisik dengan cara berwudu. Setelah wudu, seseorang yang akan dirukyah diminta duduk berhadapan dengan ahli rukyah. Kemudian seseorang yang merukyah membacakan doa dan ayat-ayat suci untuk menghilangkan kekuatan gaib yang berada di dalam tubuh orang yang dirukyah.

3. Ruwatan dengan Wayang Beber

Ruwatan dengan wayang beber mengambil lakon “Jaka Kembang Kuning ”. Wayang beber berupa selembar kertas atau kain yang digambari dengan beberapa lakon wayang tertentu. Satu gulung wayang beber biasanya terdiri atas 16 adegan.

4. Ruwatan dengan Wayang Kulit

Ruwatan dengan wayang kulit merupakan pertunjukan wayang yang menggunakan lakon “Murwakala”. Ruwatan ini ialah bentuk ruwatan yang sudah membudaya di masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Dalam ruwatan dengan lakon “Murwakala” membutuhkan biaya yang cukup besar karena harus ada banyak sesaji dan mengundang dalang yang terkenal.

5. Ruwatan Massal

Dalam ruwatan missal bisa menghemat biaya. Ruwatan missal biasanya dilakukan secara bersama-sama dan ada yang mengkoordinasinya. Semua ubarampe yang diperlukan sudah dipersiapkan oleh panitia. Ruwatan massal, selain hemat dan lebih praktis, juga tidak melelahkan karena sudah ada panitia yang mengaturnya.

6. Ruwatan Agung

Ruwatan agung dilakukan oleh banyak orang. Ruwatan ini dilakukan ketika kondisi Negara atau masyarakat mengalami sesuatu yang luar biasa. Sebagai contoh ialah ketika di seuatu desa terjadi gempa bumi, tanah longsor, kebanjiran, dan lain-lain maka di desa tersebut perlu dilakukan ruwatan agung.

2.1.2.5 Tujuan Ruwatan

Herawati 2010: 14 mengatakan bahwa kepercayaan sebagian masyarakat Jawa masih melestarikan adat istiadat Jawa. Pelaksanaan ruwatan memiliki beberapa tujuan yaitu, sebagai berikut. 1. Untuk menghindarkan diri dari malapetaka. Keberadaan Batara Kala ini ada pada upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. Kala berarti waktu. 2. Dalam upacara ruwatan, tokoh Batara Kala tidak harus ada karena tujuannya ialah untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh makhluk halus atau alam.