4
temannya dan tidak memperhatikan ketika guru menerangkan pelajaran. Selain itu pada saat diberikan tugas ada beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab dalam
mengerjakannya. Kemampuan komunikasi siswa juga rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata siswa saat mengerjakan soal tes prapenelitian yang berbasis
kemampuan komunikasi yang diberikan oleh peneliti. Setelah dilakukan pengujian, hanya beberapa siswa yang memahami soal tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata satu kelas yaitu hanya 50,45 pada kelas eksperimen dan 50,07 pada kelas kontrol.
Guru harus memiliki strategi untuk menghadapi masalah tersebut yang membuat siswa tidak merasa bosan dan melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran yang selama ini diakukan oleh kebanyakan guru di sekolah yaitu dengan metode ekspositori. Pembelajaran ekspositori yang
diterapkan membuat siswa merasa bosan karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru. Untuk menyelesaikan masalah ini, seharusnya guru mengganti
pembelajarannya menjadi pembelajaran yang menarik sehingga membuat siswa bersemangat. Banyak sekali pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru yang
dapat membuat siswa bersemangat dalam belajar, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
berkelompok yang mengajak siswa untuk bekerja sama dengan kelompoknya tanpa memandang suku, ras, agama, dan lainnya. Pembelajaran ini mengajarkan
siswa bahwa setiap manusia adalah sama. Dengan kooperatif ini siswa yang pintar dapat mengajarkan siswa yang kurang paham dengan materi yang dihadapi,
sehingga hal ini akan mengajarkan siswa untuk saling berbagi ilmu dengan yang lain. Untuk itu peneliti ingin menggunakan pembelajaran kooperatif agar siswa
dapat lebih bersemangat saat belajar matematika. Pada pembelajaran kooperatif banyak metode yang sangat membantu
guru untuk menyampaikan materi dengan mudah, salah satunya adalah dengan Quick On The Draw. Metode Quick on The Draw ini diharapkan dapat membuat
siswa lebih semangat dalam pembelajaran Matematika. Metode pembelajaran Quick on The Draw dapat mendorong aktivitas belajar kelompok dan membuat
siswa menyadari bahwa pembagian tugas lebih baik daripada menduplikasi tugas.
5
Metode ini memberikan pengalaman mengenai macam-macam keterampilan membaca yang didorong oleh kecepatan aktivitas, ditambah belajar mandiri dan
kecakapan ujian yang lain seperti komunikasi. Dengan Quick on The Draw siswa dilatih untuk meningkatkan kemampuan komunikasi karena soal yang akan
diberikan didalam kartu soal merupakan soal-soal komunikasi yang membimbing siswa mengubah situasi matematik menjadi model Matematik. Dengan metode ini
siswa juga dapat berinteraksi dengan anggota kelompok untuk menyampaikan ide yang mereka miliki dan mengubahnya kedalam bentuk tulisan dengan bahasa
yang dapat dipahami oleh orang lain yang membacanya, sehingga kegiatan ini dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasinya. Penelitian
Rezi Ariawan mengatakan bahwa kemampuan komunikasi siswa yang diberikan perlakuan Quick on The Draw lebih tinggi dibandingkan kelas yang tidak diberi
perlakuan.
3
Kegiatan ini juga membantu siswa untuk membiasakan diri belajar dari berbagai sumber selain guru.
4
Metode Quick On The Draw ini telah diterapkan oleh pakar ilmu yaitu Paul Ginnis dan juga ada guru-guru di sekolah yang memakai metode ini dalam
proses pembelajarannya. Dalam hasil proses mengajarnya, siswa tidak hanya dapat meningkatkan prestasi belajarnya namun juga menyeimbangkan kepedulian
terhadap kinerja dengan pengembangan pemahaman tentang belajar. Pada metode ini siswa diharapkan dapat bekerjasama dengan anggota kelompok masing-masing
dan dapat memunculkan sendiri pemahaman tentang materi yang diajarkan, karena guru tidak mendominasi pada metode ini, sehingga akan membuat siswa
lebih berfikir kritis dan menjadi aktif untuk bertanya tentang hal yang belum mereka pahami.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka peneliti mengambil judul “PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE QUICK ON THE
DRAW TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA”
3
Rezi Ariawan, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Visual Thinging Disertai Aktivitas Quick on The Draw Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis
Siswa, Skripsi pada UPI Bandung, 2013 tidak dipublikasikan
4
Paul Ginnis, Trik dan Taktik Mengajar, Jakarta: Indeks, 2008, Cet. ke-2, h. 164
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat didefinisikan masalah yang dihadapi siswa ketika belajar dikelas sebagai berikut:
1. Rendahnya motivasi siswa akibat rasa bosan sehingga berpengaruh
kepada hasil belajar siswa yang rendah 2.
Siswa tidak memperhatikan guru pada saat proses pembelajaran Matematika berlangsung.
3. Siswa tidak bertangung jawab terhadap tugas yang diberikan guru.
4. Ketidakmampuan siswa dalam menyampaikan ide matematis ke dalam
lisan ataupun tulisan.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian terarah dan pembahasan tidak semakin meluas, maka penelitian ini akan dibatasi sehingga penelitian akan terfokus pada satu masalah,
maka dari itu penelitian ini dibatasi pada kemampuan komunikasi siswa menurut Utari Sumarmo. Kemampuan komunikasi yang akan diteliti adalah kemampuan
siswa: 1.
Menyatakan situasi, gambar, atau diagram ke dalam model matematik. 2.
Menjelaskan ide dan situasi matematika secara tulisan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran kooperatif tipe Quick On The Draw? 2.
Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan ekspositori?
3. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan
metode Quick On The Draw lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan ekspositori?
7
E. Tujuan Penelitian
Dilihat dari uraian yang telah dijabarkan, maka dapat diketahui tujuan dari penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan metode Quick On The Draw. 2.
Untuk mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran konvensional.
3. Untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Quick On The Draw dengan kemampuan komunikasi siswa yang diberi
model pembelajaran ekspositori.
F. Kegunaan Penelitian
Selain tujuan, penelitian ini pun diharapkan dapat memberi manfaat kepada semua pihak. Manfaat penelitian ini ialah:
1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan mengenai pembelajaran
model kooperatif dengan tipe Quick On The Draw, sekaligus dapat mempraktekkan
dan mengembangkannya
dalam pembelajaran
matematika. 2.
Bagi guru, dapat lebih berinovasi dalam mengembangkan metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan lebih mengembangkan
kreatifitas guru dalam menerapkan pembelajaran pada siswa.
3. Bagi siswa, untuk memotivasi belajar Matematika agar siswa tidak
merasa bosan, jenuh, dan takut saat belajar Matematika.
4. Bagi sekolah yang dijadikan tempat penelitian, agar sekolah dapat lebih
meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu sekolah tersebut.
5. Bagi pembaca, agar dapat dijadikan kajian yang menarik dan bermanfaat
untuk dijadikan penelitian lebih lanjut.
8
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1. Pembelajaran Matematika
1.1. Konsep Matematika
Matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Kata mathematike juga
berhubungan dengan kata yang sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar berpikir.
1
Matematika lebih menekankan pada penalaran dari pada hasil eksperimen atau hasil observasi.
Banyak pakar yang mendefinisikan tentang Matematika. Menurut James dan James, Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.
2
Jonson dan Rising mendefinisikan Matematika sebagai berikut: 1. Matematika adalah pola berikir,
pola mengorganisasikan pembuktian yang logis. 2. Matematika juga dapat diartikan dengan bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas, akurat, dengan symbol yang padat, 3. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat atau teori yang dibuat secara deduktif berdasarkan
unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah terbukti kebenarannya, dan 4. Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan atau ide,
suatu seni yang keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.
3
Menurut Russefendi, Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dali-dalil dimana dalil-
dalil setelah dibuktikan kebenaranya berlaku secara umum, sehingga matematika juga
1
Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI Press, 2006, h.3
2
Ibid., h. 4
3
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008, cet. 1, h.152
9
disebut ilmu deduktif.
4
Menurut Reys, matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu
alat.
5
Menurut penjelasan para pakar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Matematika merupakan ilmu abstrak yang memacu pola berpikir secara nalar, logis,
dan dapat dibuktikan kebenarannya, juga merupakan bahasa, alat atau seni terhadap suatu jalan atau pola berpikir yang lebih menekankan kepada penalaran dari pada
hasil eksperimen.
1.2. Teori Pembelajaran
Belajar merupakan perubahan individu baik berdasarkan pengetahuan atau tingkah laku. Belajar terjadi dengan bantuan proses yang disebut pembelajaran. Pada
proses ini, individu akan diubah sikap dan tingkah lakunya dan ditambah wawasan dan pengetahuannya agar menjadi lebih baik. Banyak teori yang memberikan
pendapat tentang pembelajaran, berbagai teori pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.2.1. Teori Pembelajaran Kognitif
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi yang menganut aliran ini, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun di dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
6
Ada empat faktor yang mempengaruhi teori ini, yaitu lingkungan sosial, kematangan,
pengaruh sosial, dan proses pengendalian diri.
7
Pengetahuan dapat diperoleh dari lingkungan sekitar peserta didik, lingkungan yang baik akan memberikan
pembelajaran yang baik pula untuk peserta didik dan lingkungan yang kurang baik
4
Suwangsih, loc.cit.
5
Asep Jihad, loc.cit
6
Nurochim, Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, cet. 1, h. 21
7
Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013, h. 11