diketahui bahwa safety drop box beserta form sulit untuk ditemukan, dari seluruh area kerja Pondok Cabe yang diobservasi hanya dua area yang
menyediakan safety drop box yaitu di hangar II dan hangar III. Namun kartu yang tersedia pun diletakan di dalam kantor yang tidak selalu dilihat para
pekerja teknisi. Oleh sebab itu, ada baiknya peletakan box kartu pelaporan bahaya menyebar dengan penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya
pada tiap hangar dan tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau kartu pelaporan bahaya. Menurut Rofik 2012 dalam prinsip tata ruang
kantor diketahui bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang menggunakannya.
C. Hubungan Faktor Internal Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi
Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Usia mempunyai hubungan langsung dengan logika berpikir dan pengetahuan seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya
cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya. Pada umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, semakin
mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap pandangan serta perilaku yang membahayakan termasuk kepatuhan pelaporan bahaya
untuk mencegah kecelakaan Shiddiq, 2013. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa rata-
rata usia pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Standar Deviasi yaitu 43 tahun 13,75.
Hasil penelitian ini memiliki rata-rata usia lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil penelitian Riyadi 2005 di PT Peni Cilegon Indonesia yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 30 tahun. Sejalan dengan
penelitian Riyadi 2005 , penelitian Larasati 2011 di Proyek residence dharrmawangsa juga didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja 30,92 tahun.
Walaupun demikian perbedaan rata-rata usia pekerja tidak terlalu signifikan.
Kecenderungan dengan bertambahnya usia akan semakin mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap perilaku yang
membahayakan terbukti pada hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja yang melakukan pelaporan bahaya lebih besar
yaitu 45 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,02. Sedangkan rata- rata usia pekerja yang tidak melakukan pelaporan bahaya yaitu 42 tahun
dengan standar deviasi 13,94. Meskipun demikian, rata-rata usia pekerja yang patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh
berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan
bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti karena tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan
pelaporan bahaya. Tidak banyak penelitian yang menghubungkan usia dengan
kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Asril 2003 mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 0,74. Hasil serupa juga ditemukan
dalam penelitian Septiano 2004 menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kepatuhan pekerja harian terhadap
peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue 0,760.
Hubungan yang tidak bermakna antara usia pekerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena rata-rata usia pekerja yang
patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh berbeda. Tidak adanya hubungan antara kedua variabel ini juga
dimungkinkan terjadi karena ada faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti persepsi pekerja
mengenai bahaya disekitar pekerja. Pada penelitian ini didapatkan pekerja yang berusia 48 tahun lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap
bahaya yang negatif. Hal tersebut didukung oleh teori oleh Helda 2007 yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang masih muda mempunyai
kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih
parah dikarenakan penurunan kemampuan reaksi, berkurang tingkat kewaspadaan akan kecelakaan dan kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan pekerjaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan
bahaya tidak dipengaruhi oleh usia pekerja. Walaupun demikian terdapat kecenderungan bahwa pekerja yang berusia 48 tahun lebih banyak yang
yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif daripada pekerja yang berusia lebih muda. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembinaan pada
pekerja dengan melakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku pelaporan bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar.
Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety morning atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman, bertujuan untuk
mengkomunikasikan temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu diperhatikan saat bekerja. Komunikasi dilakukan kepada seluruh pekerja
baik usia muda maupun usia tua untuk dapat meningkatkan persepsi pekerja terhadap bahaya sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara
dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan baik. Sesuai dengan teori Spigener 1999 dalam Byrd 2007 bahwa
inisiatif Behavior Based Safety BBS mengandalkan empat langkah: mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang
berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper 2009 bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi
dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta berupa briefing dalam periode tertentu, dimana data hasil observasi akan
dianalis untuk mengetahui perilaku yang spesifik.
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya