berkala agar pekerja bisa menyadari betapa pentingnya pekerja untuk berperilaku aman bagi diri pekerja maupun lingkungan sekitarnya sebelum
mengajak pekerja untuk dapat melakukan kegiatan pelaporan bahaya.
2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi
kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya Geller, 2001. Ketika
peran pengawas kurang mendukung maka pekerja akan cenderung berperilaku tidak aman. Selain itu, peran pengawas merupakan faktor yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku pekerja Halimah, 2010. Pengawasan pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya di PT Pelita Air
Service dilakukan oleh safety officer di area kerja. Respon pihak pengawas menggambarkan bagaimana pendapat
pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety officer dalam pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak ada respon dari
pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan safety officer sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer melakukan
umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan perhatian, pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak pengawas sehingga dari
adanya respon pihak pengawas akan menentukan perilaku karyawan dalam
bekerja seperti perilaku melakukan pelaporan bahaya begitupun sebaliknya.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas lebih banyak sebesar 70,6. Meskipun demikian,
masih ada pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas yaitu sebesar 29,4. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Marettia 2011 di PT X Indonesia, jumlah pekerja yang menyatakan bahwa pengawasan tidak baik lebih besar yaitu sebesar 47. Sejalan
dengan itu, hasil penelitian Hayati 2004 di PT Krama Yudha Ratu Motor juga menunjukan bahwa pekerja yang menyatakan pengawasan buruk
lebih banyak yaitu sebesar 92,1. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang
menyatakan tidak ada respon pihak pengawas lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya 87,5 daripada pekerja yang
menyatakan ada respon pihak pengawas 75. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak
pengawas memiliki risiko sebesar 2,333 kali untuk tidak patuh melakukan pelaporan bahaya pula. Namun besarnya risiko tersebut berbeda-beda
untuk setiap individu, sampel pekerja yang memiliki kegiatan pengawasan buruk dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh melakukan
pelaporan bahaya mulai dari 0,821-6,633 kali dibandingkan dengan pekerja yang menyatakan bahwa ada respon pihak pengawas.
Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan
bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan ditemukannya perbedaan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan
kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Marettia 2011 juga tidak bisa membuktikan hipotesis dari teori Geller 2001 yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara peran pengawasan terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP di PT X dengan Pvalue 1,0 melebihi nilai alpha.
Didukung pula oleh penelitian Anugraheni 2003 di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 dengan Pvalue
0,979. Sebaliknya, penelitian Hayati 2004 bisa membuktikan hipotesis dari teori Geller 2001 di PT Krama Yudha Ratu Motor yang
menyatakan ada hubungan antara pengawasan dengan tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan SOP pada pekerja bagian welding.
Hubungan tidak bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan bahaya dikarenakan variabel pengawasan yang
diteliti pada penelitian ini hanya mencakup pada respon atau umpan balik yang dilakukan pihak pengawas terhadap pekerja terkait kegiatan
pelaporan bahaya. Sehingga varibel yang diteliti bukan murni pengawasan secara keseluruhan. Menurut Geller 2001 pengawasan dilakukan untuk
memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui,
meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya. Sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk
lebih bisa menggali mengenai variabel pengawasan yang utuh.
Selain itu, hubungan tidak bermakna kemungkinan terjadi karena pada saat pengisian kuesioner yang dilakukan oleh pekerja, pekerja
mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner
dilakukan. Hal ini didukung oleh pernyataan Anugraheni 2003 bahwa seperti halnya peraturan, pengawasan dilakukan untuk memberi motivasi
kepada pekerja untuk melaksanakan pengisian kartu observasi kesematan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang dalam bertindak.
Hasil penelitian yang tidak konsisten ini dapat disebabkan oleh perbedaan dari sistem pengawasan dalam kegiatan pelaporan bahaya pada
perusahaan dan pengaruh dari faktor lain seperti sikap dan pengaruh rekan kerja serta karakteristik pengawas itu sendiri. Namun, pengawasan dari
saffety officer terhadap sarana untuk menunjang kegiatan pelaporan
bahaya juga belum optimal, hasil studi dokumen ditemukan masih terdapat jenis kartu pelaporan bahaya yang belum diperbaharui yaitu Safety
Suggestion Form Formulir Saran Keselamatan yang berisi kartu untuk
kondisi dan praktek kerja tidak aman yang sudah mengalami perubahan semenjak tahun 2012 menjadi Safety Observation Form SOF. Ada
baiknya segera dilakukan penggantian isi kartu secara keseluruhan agar dapat mendukung kesesuaian program yang dijalankan oleh PT Pelita Air
Service. Hal ini diperkuat dengan Teori Green 1980 dalam Notoatmodjo
2003 bahwa perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin enabling yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana.
Ketersediaan sarana seperti kartu pelaporan bahaya merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang
mendukung maka akan berpengaruh terhadap perilaku. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak
dipengaruhi oleh respon pihak pengawas. Pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya menyatakan tidak ada respon pihak
pengawas. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan dan umpan balik dari safety officer
dilakukan rutin baik pengawasan pada pekerja maupun pengawasan sarana pendukung program agar apabila ada kondisi yang
berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dan diperbaiki secepatnya. Sesuai dengan penelitian Halimah 2010 pengawasan secara
teratur atau konsisten perlu dilakukan sehingga apabila ada kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera
dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan