Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang menggunakannya.

3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi Notoatmodjo, 2010. Semakin buruk sikap seorang pekerja akan cenderung menghasilkan kepatuhan yang buruk pula Anugraheni, 2003. Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak, jumlah pekerja dengan sikap negatif pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 adalah sebesar 52,9. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Asril 2003 di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menghasilkan bahwa jumlah pekerja yang memiliki sikap negatif lebih sedikit yaitu hanya sebesar 0,9. Selain itu, hasil yang hampir serupa dengan penelitian ini, juga ditemukan pada penelitian Anugraheni 2003 di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan dari 85 sampel dalam penelitiannya, 51 60 diantaranya memiliki sikap negatif mengenai Program Safety Toyota ―0‖ Accident Project STOP 6. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya 83,3 daripada pekerja yang memiliki sikap positif 73,4. Meskipun demikian, jumlah pekerja yang memiliki sikap negatif dan sikap positif hampir merata. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa pekerja dengan sikap negatif memiliki risiko sebesar 1,809 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. Namun besarnya risiko tersebut berbeda-beda untuk setiap individu, sampel pekerja dengan sikap negatif dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya mulai dari 0,787- 4,155 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap positif. Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Maka dari itu, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitan Septiano 2004 juga tidak bisa membuktikan hipotesis dari teori Notoatmodjo 2003, hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue 0,084. Serupa dengan penelitan Septiano 2004 penelitian Asril 2003 di PT Apexindo Pratama Duta Tbk, juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 1,00. Namun sebaliknya, penelitian Anugraheni 2003 menghasilkan Pvalue 0,043 yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 dengan OR sebesar 2,889 bahwa pekerja yang bersikap buruk akan cenderung untuk berperilaku buruk sebesar 2,889 kali pekerja yang bersifat baik. Hubungan tidak bermakna antara sikap pekerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena perbedaan proporsi yang kecil antara pekerja dengan sikap negatif dan tidak patuh dalam pelaporan bahaya dengan pekerja yang memiliki sikap positif dan tidak patuh dalam pelaporan bahaya. Selain itu, tidak adanya hubungan antara kedua variabel ini juga dimungkinkan terjadi karena ada faktor internal lainnya yang mampu mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti persepsi terhadap bahaya. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang memiliki sikap rekan kerja yang kurang mendukung pula. Sikap sesama pekerja mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan Idirimanna, 2011. Seringkali pekerja tidak melaporkan bahaya karena rekannya yang lain juga melakukan hal demikian. Selain itu, Griffiths 2003 juga menyatakan bahwa seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-masing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak dengan aman dan mengingatkan apabila ada kesalahan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain. Pembentukkan sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu-individu lain di sekitarnya Demak, 2014. Upaya untuk dapat meningkatkan komunikasi dan hubungan baik dengan sesama rekan kerja, sebaiknya dilakukan diskusi dalam forum minimal satu kali seminggu untuk membiasakan komunikasi dua arah antara teman dalam mengintervensi ketika melihat perilaku tidak aman serta dukungan maupun hubungan sosial dari rekan kerja dapat semakin menguat. Didukung oleh penelitian Cooper 2007 yang menyatakan bahwa salah satu kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program behavior safety adalah umpan balik, yang dapat berbentuk umpan balik verbal atau komunikasi yang langsung diberikan saat mengintervensi dan umpan balik berupa briefing. Hasil penelitian yang tidak konsisten ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik pekerjaan yang dilakukan serta pengaruh dari faktor lain seperti , peran rekan kerja dan dukungan dari manajemen yang sangat penting untuk dapat mengajak pekerja berpartisipasi. Di PT Pelita Air Service, dukungan manajemen masih kurang dalam terlaksananya pelaporan bahaya terlihat dari jarangnya manajemen memantau langsung perkembangan kegiatan pelaporan bahaya pada pekerja. Pengisian kuesioner oleh pekerja pun memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. Selain itu, masih terdapat pekerja yang bersikap negatif yaitu tidak melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya atau acuh tak acuh terhadap kegiatan pelaporan bahaya. Safety drop box yang tersedia di area kerja Pondok Cabe pun masih kosong, banyak pekerja yang tidak mau melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya. Hal ini bisa disebabkan karena belum adanya peraturan atau konsekuensi yang sesuai yang dapat menguatkan pekerja untuk bersikap positif. Ada baiknya, dilakukan pemberian sanksi ketika pekerja tidak melakukan pelaporan bahaya selama setahun untuk mendukung agar pekerja mau bersikap lebih displin dan positif. Menurut Geller 2001 hukuman merupakan konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh sikap pekerja. Walaupun demikian terdapat kecenderungan pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya memiliki sikap yang negatif. Oleh sebab itu, komitmen manajemen sebaiknya tidak hanya membuat program, kebijakan atau prosedur tetapi juga terlibat dalam setiap aktivitas program. Manajemen harus memastikan secara langsung sejauh mana aplikasi komitmennya berjalan di lapangan karena dengan keterlibatan manajemen, partisipasi dari pekerja akan meningkat. Menurut Langford, dkk 2008 menemukan bahwa ketika pekerja percaya bahwa manajemen peduli terhadap keselamatan mereka, maka pekerja akan lebih dapat bekerja sama untuk meningkatkan atau memperbaiki performa dan perilaku keselamatan.

4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan