Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

pekerja dengan melakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku pelaporan bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar. Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety morning atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman, bertujuan untuk mengkomunikasikan temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu diperhatikan saat bekerja. Komunikasi dilakukan kepada seluruh pekerja baik usia muda maupun usia tua untuk dapat meningkatkan persepsi pekerja terhadap bahaya sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan baik. Sesuai dengan teori Spigener 1999 dalam Byrd 2007 bahwa inisiatif Behavior Based Safety BBS mengandalkan empat langkah: mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper 2009 bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta berupa briefing dalam periode tertentu, dimana data hasil observasi akan dianalis untuk mengetahui perilaku yang spesifik.

2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan kepatuhan pelaporan bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan Helda, 2007. Semakin lama pekerja bekerja di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan dan lebih memahami kegiatan yang ada di perusahaan termasuk kegiatan pelaporan bahaya Kusuma, 2011. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata masa kerja pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 yaitu 19 tahun. Penelitian Park dan Jung 2003 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki pengalaman kerja dalam level sedang 10 ‐12,99 tahun cenderung kurang patuh terhadap peraturan keselamatan yang berlaku dan ditemukan bahwa pekerja dengan level pengalaman kerja tinggi lebih dari 13 tahun menunjukkan perilaku kepatuhan terhadap peraturan keselamatan yang berlaku di tempat kerja. Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil penelitian Septiano 2004 mendukung hasil penelitian ini bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue 0,084. Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian Suryatno 2012 yang menunjukkan tidak ada hubungan masa kerja dengan kualitas implementasi kartu observasi bahaya dengan Pvalue 0,507. Hubungan tidak bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya dapat dimungkinkan terjadi karena rata-rata masa kerja pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya 22 tahun dengan yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya 18 tahun tidak jauh berbeda. Sehingga diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja yang lebih cepat cenderung tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja dengan masa kerja lebih lama. Selain itu juga karena adanya faktor internal lainnya yang mampu mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja di luar dari masa kerjanya seperti persepsi terhadap bahaya yang dimiliki pekerja. Pada penelitian diketahui bahwa pekerja yang memiliki masa kerja 19 tahun lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif. Hal ini diperkuat oleh teori Petersan 1998 dalam Halimah 2010 yang mengemukakan bahwa seorang pekerja cenderung melakukan perilaku tidak selamat karena tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya atau risiko di tempat kerja, mengganggap tidak penting kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh masa kerja pekerja. Walaupun demikian, terdapat kecenderungan bahwa masa kerja baru lebih banyak yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja dengan masa kerja lama. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kewajiban untuk mengikuti pelatihan keselamatan kerja terutama mengenai pelaporan bahaya disertai konsekuensi jika tidak mengikutinya sebagai upaya pencegahan kecelakaan, baik sebelum masuk kerja maupun pelatihan berkala yang wajib dilakukan pada masa kerja. Hal ini diperlukan agar baik pekerja dengan masa kerja baru dan masa kerja lama sama-sama menerima informasi yang sama mengenai pekerjaan mereka dan senantiasa tidak melupakan kegiatan yang harusnya dilakukan dan dihindari untuk meminimalisir kecelakaan. Sesuai dengan teori Mangkuprawira 2004 bahwa pelatihan bagi pekerja merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pekerja semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Teori ILO 1998 dalam Demak 2014 juga menyatakan bahwa pekerja lama bukan merupakan jaminan bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan tidak aman termasuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. Didukung pula dengan ketersediaan fasilitas agar kepatuhan dalam melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya meningkat. Hasil observasi peneliti ditemukan bahwa safety drop box beserta form pelaporan bahaya cukup sulit untuk ditemukan, dari seluruh area kerja Pondok Cabe yang diobservasi hanya dua area yang menyediakan safety drop box yaitu di hangar II dan hangar III. Namun kartu yang tersedia pun diletakan di dalam kantor yang tidak selalu dilihat para pekerja teknisi. Sehingga, untuk memudahkan pekerja melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya ada baiknya peletakan box kartu pelaporan bahaya menyebar dengan penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya pada tiap hangar dan tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau kartu pelaporan bahaya. Menurut Rofik 2012 dalam prinsip tata ruang kantor diketahui bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang menggunakannya.

3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya